uefau17.com

Protes Kebijakan Joe Biden di Gaza yang Pro-Israel, Jubir Deplu AS Resign Usai Mengabdi 18 Tahun - Global

, New York - Juru bicara bahasa Arab untuk Departemen Luar Negeri (Deplu) AS telah mengundurkan diri dari jabatannya, karena penentangannya terhadap kebijakan pemerintahan Joe Biden soal Gaza. Demikian menurut laporan Al Arabiya English yang dikutip Jumat (26/4/2024).

Hala Rharrit merupakan wakil direktur Dubai Regional Media Hub dan bergabung dengan Dinas Luar Negeri pada tahun 2006 sebagai pejabat politik.

"Saya mengundurkan diri pada April 2024 setelah 18 tahun mengabdi secara terhormat dalam menentang kebijakan Amerika Serikat di Gaza. Diplomasi, bukan senjata. Jadilah kekuatan untuk perdamaian dan persatuan," tulis Rharrit di halaman LinkedIn-nya.

Halaman biografi di situs web Departemen Luar Negeri mengatakan Rharrit "bersemangat dalam diplomasi dan meruntuhkan hambatan melalui komunikasi dan saling pengertian."

Rharrit adalah diplomat terbaru dari serangkaian diplomat AS yang mengundurkan diri dari jabatannya karena apa yang mereka kritik sebagai dukungan tanpa syarat kepada Israel yang terus membombardir Gaza.

Kampanye militer Israel dimulai setelah serangan Hamas pada 7 Oktober, yang menewaskan sekitar 1.200 orang. Sebagai tanggapan, kampanye Israel telah menewaskan sekitar 33.000 warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan Gaza. Mereka tidak membedakan antara warga sipil dan Hamas yang terbunuh, namun diyakini mayoritas adalah warga sipil.

Sebelum Hala Rharrit, Josh Paul, yang merupakan direktur Biro Urusan Politik-Militer Departemen Luar Negeri AS, mengundurkan diri pada Oktober 2024. Dia juga menyebutkan ketidaksetujuannya dengan keputusan pemerintahan Biden untuk memberikan senjata kepada Israel setelah perang Gaza saat ini.

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

AS Teken Paket Bantuan Militer Senilai USD 95 Miliar untuk Ukraina, Taiwan, dan Israel, Siapa Dapat Paling Banyak?

Setelah berbulan-bulan mandek di Kongres lantaran mendapat penentangan dari Partai Republik, Presiden Joe Biden pada hari Rabu (24/4/2024) akhirnya menandatangani paket bantuan militer senilai USD 95 miliar yang akan mempersenjatai Ukraina, Israel, dan Taiwan.

"Ketika sekutu kita lebih kuat, kita pun lebih kuat," kata Biden dalam sambutannya di Gedung Putih, seperti dilansir NPR, Kamis (25/4).

Mengacu pada Ukraina, dia menambahkan, "Saya memastikan pengiriman (senjata) segera dimulai – dalam beberapa jam ke depan, benar-benar, dalam beberapa jam."

Presiden Amerika Serikat itu juga menegaskan kembali dukungannya yang kuat terhadap Israel.

"Komitmen saya kepada Israel, saya ingin perjelas lagi, sangat kuat," ujar Biden.

Dia mengutip serangan udara Iran baru-baru ini terhadap Israel, yang melibatkan lebih dari 300 drone dan rudal, meskipun hampir semuanya ditembak jatuh dan Israel hanya mengalami kerusakan minimal.

Biden telah menghadapi kritik keras dari banyak pihak sayap kiri karena mendukung bantuan militer tambahan ke Israel saat negara itu melancarkan perang di Jalur Gaza. Otoritas kesehatan Jalur Gaza menyatakan lebih dari 34.000 warga Palestina di wilayah kantong itu tewas selama perang yang meletus sejak 7 Oktober 2023.

Dalam pidatonya, Biden merinci bahwa rancangan undang-undang (RUU) yang disahkannya mencakup USD 9 miliar untuk bantuan kemanusiaan di seluruh dunia, termasuk USD 1 miliar untuk Jalur Gaza.

"Kami akan segera mengamankan bantuan itu dan meningkatkannya," kata Biden. "Israel harus memastikan semua bantuan ini sampai ke warga Palestina di Jalur Gaza – tanpa penundaan."

Selengkapnya di sini...

3 dari 3 halaman

Protes Perang Gaza Mengguncang Kampus-kampus di Amerika Serikat

Sementara itu, protes terhadap perang di Jalur Gaza menyebar dari Columbia University dan Yale University ke universitas-universitas lain di Amerika Serikat (AS), sementara pihak terkait berupaya meredakan gelombang aksi yang terus berkembang.

Pada Senin (22/4/2024) malam, polisi membubarkan protes di New York University (NYU) dan melakukan sejumlah penangkapan. Sehari sebelumnya, lusinan siswa ditangkap di Yale University.

Aksi protes serupa juga bermunculan di University of California, Massachusetts Institute of Technology (MIT), dan perguruan tinggi lain di seluruh Negeri Paman Sam.

Demonstrasi dan perdebatan sengit mengenai perang Hamas Vs Israel serta kebebasan berpendapat dilaporkan telah mengguncang kampus-kampus AS sejak 7 Oktober, di mana perang terbaru dimulai. Para pelajar dari kedua belah pihak mengatakan terjadi peningkatan insiden antisemitisme dan Islamofobia. Demikian seperti dilansir BBC, Selasa (23/4).

Ketika ditanya tentang demo terkait perang Gaza di kampus-kampus pada hari Senin, Presiden Joe Biden mengatakan dia mengutuk protes antisemitisme serta mereka yang tidak memahami apa yang terjadi dengan warga Palestina.

Gerakan protes kampus menjadi sorotan global minggu lalu setelah polisi Kota New York dipanggil ke kampus Columbia University dan menangkap puluhan demonstran.

Dalam sebuah pernyataan pada hari Senin, pihak Columbia University mengumumkan bahwa semua kelas akan diadakan secara virtual, di mana Presiden Columbia University Minouche Shafik mengutip insiden "perilaku yang mengintimidasi dan melecehkan".

Shafik mengatakan ketegangan di kampus telah "dieksploitasi dan diperkuat oleh individu-individu yang tidak berafiliasi dengan Columbia yang datang ke kampus untuk mengejar agenda mereka sendiri". 

Selengkapnya di sini...

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat