uefau17.com

Israel Terlilit Utang Rp 694 Triliun Setelah Gempur Gaza - Bisnis

, Jakarta - Perang Israel-Hamas di Gaza mendongkrak utang Israel menjadi dua kali lipat pada 2023. Hal itu disampaikan Kementerian Keuangan Israel.

Mengutip laman trtworld.com, ditulis Rabu (24/4/2024), Israel mencatat utang sebesar USD 43 miliar (160 miliar shekel) atau sekitar Rp 694,36 triliun (asumsi kurs dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 16.148). Setengah dari jumlah utang itu sekitar 81 miliar shekel, sejak pecahnya perang pada Oktober 2023, demikian disampaikan Kementerian Keuangan. Sementara itu, sepanjang 2022, Israel kumpulkan utang USD 16,9 miliar atau sekitar 63 miliar shekel.

Accountant General Yali Rotenberg menuturkan, 2023 adalah tahun yang penuh tantangan yang membutuhkan kenaikan pembiayaan dan membutuhkan penyesuaian taktis dan strategis.

“Meskipun terdapat banyak ketidakpastian dan tantangan, kemampuan untuk meningkatkan utang di pasar lokal dan global, bahkan di masa perang, dalam volume yang signifikan dan rasio cukupan yang sangat tinggi, menunjukkan tingginya aksesibilitas Israel terhadap pasar dan bukti dari kekuatan ekonomi Israel,” ujar dia.

Total utang Israel menjadi 62,1 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2023, naik dari 60,5 persen pada 2022 karena lonjakan belanja perang. Rasio utang itu akan mencapai 67 persen pada 2024.

Bulan lalu, Isarel mencatat rekor penjualan obligasi global pertama senilai USD 8 miliar sejak serangan Hamas pada 7 Oktober, dengan permintaan yang sangat tinggi bahkan setelah Moody’s menurunkan peringkat utang Israel untuk pertama kali pada Februari.

Pada 2023, Israel mengumpulkan sekitar 116 miliar shekel atau 72 persen dari total dana di dalam negeri, dengan 25 persen berasal dari pinjaman luar negeri dan sisanya utang dalam negeri yang tidak dapat diperdagangkan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Perubahan APBN 2024

Utang publik Israel tumbuh 8,7 persen tahun lalu menjadi 1,13 triliun shekel, sebagian didorong tingginya inflasi dan suku bunga. Demikian disampaikan Kementerian Keuangan.

Rasio beban bunga terhadap PDB tidak berubah tahun lalu pada 2,4 persen.

Di sisi lain, saat peringkat kredit utang Israel turun menjadi A2, Moody’s menyebutkan risiko politik dan fiskal yang signifikan bagi negara tersebut akibat perang dengan Hamas.

Anggota parlemen pada bulan lalu memberikan persetujuan akhirnya terhadap amandemen anggaran negara pada 2024 yang menambahkan puluhan miliar syikal untuk mendanai perang yang telah berlangsung lebih dari enam bulan di Gaza, dengan pengeluaran tambahan untuk pertahanan dan kompensasi bagi rumah tangga dan bisnis yang dirugikan oleh konflik tersebut.

3 dari 4 halaman

Kebijakan Moneter AS Terpengaruh Perang Israel dan Iran, Apa Itu?

Sebelumnya, Ekonom sekaligus Wakil Direktur INDEF Eko Listiyanto mengatakan, konflik Israel dan Palestina telah menghapus asa atas adanya penurunan suku bunga acuan dalam waktu dekat.

Khususnya lewat kebijakan moneter dari bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed yang sempat memberi harapan akan adanya penurunan suku bunga pada tahun ini.

"Konflik antara Iran-Israel ini memupus harapan untuk segera terjadinya penurunan suku bunga global, khususnya Fed Fund Rate yang sampai saat ini dia masih di 6 persen," kata Eko dan sesi webinar, Senin (22/4/2024).

Berkaca terhadap hasil survei terbaru di sektor finansial, Eko menambahkan, saat ini terjadi ketidakpastian yang semakin tinggi terkait penurunan suku bunga The Fed dalam waktu dekat.

"Kalau kita lihat katakan lah survei-survei terbaru dari financial sector, menggambarkan bahwa yang tadinya diperkirakan Juni akan terjadi penurunan Fed Fund Rate semakin tidak relevan. Artinya, higher for longer untuk Fed Fund Rate, untuk suku bunga kebijakan Amerika Serikat itu masih akan terjadi," ungkapnya.

"Bahkan katakan lah pelaku pasar yang menyatakan bahwa ini akan lebih lama, tidak akan terjadi penurunan suku bunga dalam waktu cepat angkanya (hasil survei) di atas 80 persen," imbuh dia.

Ungkapan senada pun sempat dilontarkan Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara, yang memprediksi The Fed tidak akan menurunkan suku bunga acuan dalam waktu dekat. Saat ini, The Fed masih menahan suku bunga acuan federal fund rate (FFR) di level 5,25 sampai 5,5 persen.

"Kelihatannya suku bunga di Amerika Serikat belum akan diturunkan oleh bank sentral Amerika," ucap Suahasil dalam acara Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat 2024 di Jakarta beberapa waktu lalu.

 

4 dari 4 halaman

Suku Bunga Tinggi

Suahasil menerangkan proyeksi berlanjutnya suku bunga tinggi tersebut lantaran laju inflasi di AS yang dianggap masih tinggi. Sehingga, menjadi pertimbangan kuat bagi The Fed untuk mempertahankan suku bunga di level 5,25 sampai 5,5 persen.

"Karena itu kalau beberapa bulan yang lalu kita mengharapkan suku bunga Amerika sudah akan turun, sepertinya tidak akan tidak akan terjadi dalam jangka waktu yang terlalu dekat," tegasnya.

Merespons tren suku bunga tinggi tersebut, Dia memprediksi bahwa mata uang dolar AS akan semakin mengalami tren penguatan yang mendorong pelemahan nilai Tukar Rupiah. Menyusul, semakin banyaknya aliran modal investor yang masuk ke AS.

"Karena itu akan terjadi situasi yang sepertinya suku bunga Amerika masih tinggi, global modal di tingkat global Masih akan mengalir ke Amerika Serikat, artinya kita masih harus menjaga berbagai macam kondisi volatilitas yang terjadi di dunia," bebernya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat