uefau17.com

Apa yang Terjadi Pada Otak Penderita OCD? Kenali Penyebabnya - Hot

, Jakarta Obsessive Compulsive Disorder (OCD) atau gangguan obsesif-kompulsif adalah kondisi kesehatan mental yang serius dan kronis yang mempengaruhi cara seseorang berpikir dan berperilaku. Orang yang menderita OCD mengalami pikiran yang tak terkendali dan dorongan yang muncul berulang-ulang, yang sering kali sulit untuk mereka kendalikan. Menurut National Institute of Mental Health, otak penderita OCD tidak dapat mengendalikan pikiran atau perilakunya, bahkan ketika perilaku tersebut berlebihan.

Apa yang terjadi pada otak penderita OCD tidak hanya memengaruhi perilaku, tetapi juga mengganggu kualitas hidup individu yang terkena dampaknya. Seringkali, seseorang dengan OCD akan merasakan kesulitan menghadapi situasi yang sebenarnya umum dengan cara yang berlebihan atau tidak masuk akal.

OCD menunjukkan adanya gangguan pada otak yang disebabkan oleh pemrosesan informasi yang salah. Apa yang terjadi pada otak penderita OCD membuat individu sering merasa bahwa otak mereka "macet" pada pikiran atau dorongan tertentu, yang mengakibatkan mereka sulit untuk mengalihkan perhatian mereka ke hal-hal lain.berikut ulasan lebih lanjut tentang apa yang terjadi pada otak penderita OCD, dirangkum dari berbagai sumber, Rabu (24/4/2024).

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Apa yang Terjadi pada Otak Penderita OCD

Penderita OCD mengalami sejumlah perubahan pada otak mereka yang memengaruhi cara mereka merespons, membentuk kebiasaan, dan mengalami kecemasan. Penelitian terkini menyoroti bahwa ada hubungan antara struktur dan aktivitas otak penderita OCD dengan perkembangan gangguan obsesif-kompulsif.

Studi tentang pengidap OCD menemukan bahwa mereka sering memiliki sedikit masalah pada "abu-abu" di area tertentu otak yang mengatur respons dan kebiasaan. Hal ini menunjukkan adanya potensi keterkaitan genetik dalam perkembangan gangguan ini, sebagaimana terungkap dalam penelitian pemeriksaan otak yang menyoroti risiko genetik dan warisan kondisi OCD dari keluarga.

Perbedaan mendasar juga terlihat antara pengidap OCD dengan onset dini dan onset lambat. Pada pengidap OCD onset dini, terdapat pengurangan ukuran pada wilayah tertentu di otak yang tidak sama dengan yang terlihat pada kasus onset lambat. Menariknya, meskipun terdapat perbedaan ini, pengidap OCD dengan onset lambat cenderung memiliki penurunan fungsi kognitif yang lebih signifikan dibandingkan dengan yang mengalami onset dini. Namun, alasan di balik perbedaan ini belum sepenuhnya terungkap.

Secara neurobiologis, pengidap OCD juga menunjukkan pola aktivitas otak yang berbeda jika dibandingkan dengan individu tanpa gangguan ini. Mereka cenderung memiliki lebih banyak aktivitas di area otak yang terkait dengan mengenali kesalahan, namun aktivitasnya lebih sedikit di wilayah otak yang mampu menghentikan tindakan atau dorongan kompulsif. Hal ini menunjukkan adanya disfungsi dalam kontrol impulsif dan pengenalan kesalahan.

Selain itu, faktor perilaku juga berperan penting dalam pengembangan OCD. Situasi stres dapat memicu otak untuk mengasosiasikan objek atau situasi tertentu dengan ketakutan, yang kemudian memicu perilaku menghindar dan pembentukan ritual untuk mengurangi kecemasan.

Perubahan dalam neurokimia otak, seperti serotonin, dopamin, dan glutaman, juga dikaitkan dengan gejala OCD. Namun, belum jelas apakah perubahan ini menjadi penyebab langsung gejala OCD atau muncul sebagai respons terhadap gejala tersebut.

Dengan demikian, pemahaman tentang perubahan otak pada penderita OCD memberikan wawasan yang penting dalam pengelolaan dan pengobatan kondisi ini secara lebih efektif.

3 dari 5 halaman

Penyebab OCD

OCD belum sepenuhnya dipahami penyebabnya. Namun, sejumlah faktor risiko telah diidentifikasi sebagai memiliki hubungan dengan perkembangan kondisi ini, berikut diantaranya.

1. Faktor Genetik

Risiko OCD meningkat secara signifikan jika ada riwayat gangguan ini dalam keluarga lingkar pertama, seperti orangtua, saudara kandung, atau anak. Risiko semakin tinggi jika OCD mulai muncul sejak usia anak-anak atau remaja, menunjukkan kemungkinan adanya faktor genetik yang terlibat.

2. Struktur dan Fungsi Otak

Pasien OCD menunjukkan perbedaan dalam struktur otak pada bagian tertentu, seperti korteks frontal yang mengatur berpikir, merencanakan, mengontrol emosi, dan lainnya. Ada juga perbedaan struktur pada bagian subkortikal otak yang terkait dengan gejala OCD. Namun, hubungan pasti antara kelainan otak dan gejala OCD masih dalam penelitian lebih lanjut.

3. Lingkungan

Lingkungan di masa kecil juga dapat memainkan peran penting dalam perkembangan OCD. Riwayat pengalaman traumatis seperti kekerasan fisik, psikis, atau seksual, serta trauma lainnya, dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami OCD.

4. Infeksi

Sejumlah kasus menunjukkan bahwa OCD dapat terkait dengan infeksi tertentu, seperti infeksi streptokokus pada anak-anak. Sindrom yang disebut Pediatric Autoimmune Neuropsychiatric Disorders Associated with Streptococcal Infections (PANDAS) merupakan contoh bagaimana infeksi dapat memicu perkembangan OCD pada beberapa individu.

Meskipun faktor-faktor ini telah diidentifikasi, penting untuk diingat bahwa OCD adalah kondisi yang kompleks dengan penyebab yang mungkin melibatkan interaksi antara faktor genetik, lingkungan, dan biologis lainnya. Lebih banyak penelitian diperlukan untuk memahami dengan lebih baik peran masing-masing faktor dalam timbulnya OCD dan bagaimana hal itu dapat membantu dalam diagnosis dan pengelolaan kondisi ini secara efektif.

4 dari 5 halaman

Gejala OCD

Gejala OCD merupakan kombinasi dari obsesi dan perilaku kompulsif yang dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Meskipun setiap individu dapat mengalami gejala yang berbeda-beda, umumnya gejala OCD dapat dibagi menjadi dua aspek utama.

1. OCD Obsesif

Gejala obsesif pada OCD melibatkan pikiran yang tak diinginkan namun sulit untuk dihentikan. Penderita sering merasa cemas atau gelisah jika tidak melakukan tindakan yang terkait dengan obsesinya. Contoh gejala obsesif yang sering terjadi meliputi:

  1. Ketakutan Kontaminasi: Merasa takut secara berlebihan terhadap kuman, virus, atau kotoran sehingga sering mencuci tangan secara berlebihan.
  2. Ketidakpastian Berlebihan: Kesulitan menghadapi ketidakpastian, seperti merasa khawatir berlebihan apakah pintu telah dikunci atau kompor telah dimatikan.
  3. Perilaku Agresif: Munculnya pikiran atau keinginan agresif yang tidak diinginkan.
  4. Perilaku Simetris: Keinginan untuk menata barang atau benda dengan simetris dan sempurna.

2. OCD Kompulsif

  1. Perilaku kompulsif pada OCD adalah respons terhadap obsesi yang dimiliki penderita, dengan tujuan untuk mengurangi rasa cemas atau kegelisahan. Namun, tindakan kompulsif ini seringkali bersifat tidak masuk akal dan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Contoh gejala kompulsif pada OCD meliputi:
  2. Mencuci Tangan Berulang Kali: Melakukan tindakan mencuci tangan secara berulang dan berlebihan sebagai respons terhadap ketakutan akan kontaminasi.
  3. Mengatur Barang Secara Simetris: Memiliki kebutuhan untuk mengatur barang atau benda dengan pola yang simetris dan sempurna.
  4. Memeriksa Secara Berulang: Memeriksa pintu yang sudah dikunci berulang kali untuk memastikan keamanan.
  5. Mengulang Kata-kata: Mengulang kata-kata tertentu secara berulang saat berbicara.
  6. Menghitung: Menghitung suatu hal secara berulang untuk memastikan berada pada pola tertentu.

Gejala ini dapat bervariasi dari ringan hingga parah, dan sering kali penderita tidak menyadari bahwa perilaku atau pikiran tersebut sudah berlebihan atau tidak masuk akal. Pengobatan dan manajemen OCD biasanya melibatkan terapi perilaku kognitif dan penggunaan obat-obatan tertentu untuk membantu mengendalikan gejala dan meningkatkan kualitas hidup penderita.

5 dari 5 halaman

Perawatan Penderita OCD

Perawatan yang efektif untuk pengidap OCD melibatkan pendekatan terapi dan penggunaan obat-obatan tertentu. Berikut adalah ulasan tentang perawatan-perawatan yang umumnya direkomendasikan untuk pengidap OCD.

1. Cognitive Behavior Therapy (CBT)

CBT terutama jenis CBT Exposure and Response Prevention (ERP), adalah pendekatan terapi yang terbukti sangat efektif dalam mengobati OCD. Terapi ini membantu penderita mengidentifikasi, memahami, dan mengubah pola pikir dan perilaku yang terkait dengan obsesi dan kompulsi mereka. Melalui latihan paparan terkontrol terhadap obsesi mereka tanpa melakukan perilaku kompulsif, penderita belajar untuk menghadapi kecemasan dan mengurangi respons kompulsif mereka.

2. Obat Serotonin Reuptake Inhibitor (SRI)

Obat-obatan SRI seperti fluoxetine, sertraline, atau fluvoxamine digunakan dalam pengobatan OCD untuk mengatur kadar serotonin di otak. Kenaikan kadar serotonin dapat membantu mengurangi gejala obsesi dan kompulsi serta mengurangi kecemasan yang terkait dengan OCD. Penggunaan obat-obatan ini biasanya dikombinasikan dengan terapi CBT untuk hasil yang optimal.

3. Terapi Alternatif Invasif

Untuk kasus OCD yang lebih parah dan sulit diobati dengan pendekatan terapi dan obat-obatan, pilihan perawatan yang lebih invasif mungkin dipertimbangkan. Ini termasuk bedah saraf, seperti operasi untuk memutuskan koneksi antara daerah otak tertentu, atau pemasangan elektroda di daerah otak untuk memberikan stimulasi. Namun, pilihan ini biasanya hanya digunakan sebagai tindakan terakhir jika terapi dan obat-obatan lain tidak efektif.

Meskipun terdapat berbagai pilihan perawatan yang efektif untuk OCD, penting untuk dihindari penyalahgunaan zat seperti obat-obatan atau alkohol sebagai upaya untuk mengatasi gejala OCD. Jenis perilaku ini dapat menyebabkan kecanduan dan memperburuk kondisi OCD serta menyebabkan masalah kesehatan mental yang lebih serius.

Dalam pengobatan OCD, konsultasi dengan profesional kesehatan mental yang berpengalaman sangat penting untuk mendapatkan diagnosis yang tepat dan rencana perawatan yang sesuai dengan kebutuhan individu.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat