uefau17.com

Anak Enggan ke Sekolah Bisa Jadi Tanda Kecemasan, Orangtua Harus Apa? - Health

, Jakarta - Tak hanya orang dewasa, anak-anak pun bisa memiliki kecemasan dan rasa khawatir. Salah satu tandanya kerap ditunjukkan saat anak enggan pergi ke sekolah. Bahkan, tak sedikit anak menangis dan meraung hanya karena tak ingin berangkat ke sekolah.

Seorang psikolog pendidikan untuk kesehatan mental anak-anak Place2Be, Julia Clements, mengatakan bahwa rasa cemas pada anak wajar terjadi.

“Wajar jika anak-anak tidak mau pergi ke sekolah dari waktu ke waktu. Misalnya, mereka mungkin khawatir tentang ujian, atau masalah dengan teman,” katanya kepada Independent.

Kecemasan yang wajar ini umumnya bisa menghilang seiring berjalannya waktu, seperti ketika ujian usai, atau anak telah berbaikan dengan teman.

Namun, orangtua perlu memperhatikan jika kecemasan anak untuk pergi ke sekolah ini berlanjut. Sebab, bisa jadi masalah yang dihadapi anak cenderung serius, atau ia mengalami gangguan kecemasan.

Perhatikan Tandanya, Anak Jadi Sering Diam

Untuk mengetahui dengan pasti, orangtua bisa mengawasi tanda kecemasan pada anak.

“Kecemasan dapat muncul secara berbeda pada anak yang berbeda. Anak Anda mungkin menangis atau menjadi pendiam ketika jam tidur, misalnya,” kata Clements. 

“Atau ketika anak berkata merasa sangat sakit sehingga tidak dapat bersekolah. Atau, anak Anda mungkin tampak sangat marah,” lanjutnya.

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Respons dengan Kepedulian

Untuk menghadapinya, menurut Clements, orangtua perlu menunjukkan ketertarikan dan rasa peduli terhadap masalah mereka. Dengan begitu, anak jadi merasa ingin terbuka kepada orangtua.

“Penting bagi orangtua dan wali untuk mengakui kesusahan yang dialami anak mereka, dan bahwa mereka menganggap pergi ke sekolah sebagai tantangan besar,” tuturnya.

Lebih lanjut, Clements mengungkap, mendapatkan dukungan orangtua dapat membantu meringankan kekhawatiran anak. Oleh sebab itu, penting untuk memvalidasi perasaan anak. 

“Penting bagi orangtua dan wali untuk mengakui kesusahan yang dialami anak mereka, dan bahwa mereka menganggap pergi ke sekolah sebagai tantangan besar,” lanjutnya.

“Misalnya, Anda mungkin mengatakan sesuatu seperti, ‘Ibu dapat melihat bahwa kamu benar-benar khawatir pergi ke sekolah dan masuk sekolah akan sangat sulit bagimu',” Clements menambahkan.

3 dari 4 halaman

Dorong Anak Menghadapi Ketakutan

Tak hanya memvalidasi perasaan, orangtua juga perlu mendorong anak menghadapi hal yang ditakutinya.

“Penting juga untuk membantu anak Anda menghadapi ketakutan mereka dan bersekolah, meskipun itu sangat tidak ingin mereka lakukan,” ungkap Clements.

Setelah itu, ketika anak telah berani, pujilah setiap langkah kecil kemajuan yang dia buat, mengutip Clements.

“Dorong dan puji anak Anda untuk setiap langkah kecil yang telah dilakukan untuk bersekolah secara teratur,” lanjutnya.

Ajak Anak untuk Terbuka terhadap Masalah

Seorang psikolog klinis dan penulis buku The Grief Collective, Marianne Trent, menyarankan orangtua untuk berdiskusi dengan anak tentang masalah mereka.

"Tanyakan bagaimana perasaan mereka, dan apakah sesuatu terjadi sebelumnya yang membuat mereka merasa khawatir, sedih, atau bingung. Ini dapat menjadi langkah pertama yang berguna,” ujarnya.

4 dari 4 halaman

Jangan Terpancing Emosi

Mudah bagi orang tua dan wali untuk merasa frustrasi dan marah jika anak menolak pergi ke sekolah. Namun, emosi negatif hanya dapat menyebabkan lebih banyak kesulitan untuk anak.

Menurut Trent, mencoba dan berkomunikasi dengan tenang akan sangat membantu anak. 

“Perlu diketahui bahwa kemarahan adalah emosi sekunder, dan amarah menutupi perasaan orang tua yang merasa tidak memiliki kendali, sedih, atau bahkan kecemasan orang tua juga,” tuturnya.

Berbicara dengan Pihak Sekolah

Jika tampak tak bisa dikendalikan, Trent menyarankan untuk mengatur jadwal pertemuan dengan pihak sekolah.

“Berdiskusi dengan sekolah bisa menjadi langkah maju yang penting. Jika kehadiran di sekolah turun di bawah persentase tertentu, hal itu dapat memicu rujukan ke layanan kesehatan mental atau guru bimbingan konseling,” ujarnya.

Jika diperlukan, tidak ada salahnya membawa anak ke layanan kesehatan mental atau guru yang bertanggung jawab di sekolah.

Di lingkungan sekolah, Clements menganjurkan, mungkin ada beberapa cara yang bisa melibatkan staf di sekolah, seperti penyesuaian-penyesuaian sederhana.

“Misalnya, anak Anda mungkin ingin ditemui di gerbang saja, atau diberi tugas khusus untuk dilakukan di pagi hari,” pungkasnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat