, Ternate - Brush Uswalk sedih, peselancar asal Amerika Serikat itu tak lagi menjumpai birunya laut di Pantai Nukila, Ternate Tengah, Rabu (26/2/2020).
Lelaki 62 tahun itu sudah tiga hari berada di Kota Ternate. Ia baru saja dari Ambon, Maluku. Brush mengaku prihatin dengan kondisi air laut di pantai tersebut. Saat menyelam, ia menemukan kondisi laut kotor dan berubah warna menjadi coklat kemerahan.
"Pas turun menyelam saya kaget dengan warna air laut. Apalagi kondisi airnya itu juga disertai dengan penemuan beberapa jenis ikan langka yang mati," kata Brush.
Advertisement
Brush bilang, sejak jadi peselancar dan menyelam di beberapa negara belum menemukan kerusakan laut semengerikan ini. "Kalau laut kotor sudah pernah, tapi ikan mati ini fenomena yang langka," katanya.
Baca Juga
Aditya Agoes, penyelam dan pengelola Nasijaha Dive Center Ternate mengakui, warna air laut di Ternate mulai berubah beberapa hari terakhir. Kondisi itu ditemukan di beberapa titik pada kedalaman laut 5 sampai 23 meter. Selebihnya 24-25 meter itu bersih dan jernih.
Ia khawatir kondisi itu berdampak pada manusia yang mengonsumsi ikan, selain juga menghilangnya keanekaragaman jenis biota laut dan ikan yang hidup di situ.
"Beberapa jenis ikan yang kami temukan mati secara mendadak itu di antaranya walking shark (hiu berjalan), kakatua, ikan kulit pasir, dan beberapa jenis ikan kecil," ujar Aditya.
Aditya mengaku tengah menyelidi apa yang sebenarnya terjadi. Sampel air dan daging ikan mati di kedalaman 5-23 meter itu sudah dibawa ke Laboratorium Unkhair Ternate.
Ruslan Biyan, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Ternate mengatakan, kondisi air laut dan ikan-ikan yang ditemukan mati mendadak itu sudah ditindaklanjuti tenaga ahli.
Ruslan mengimbau masyarakat di Ternate dan sekitarnya untuk tetap tenang, dan sementara waktu tidak mengonsumsi ikan-ikan mati mendadak di laut beberapa hari terakhir.
"Kita belum bisa ambil kesimpulan, tapi untuk antisipasi hal yang tidak kita inginkan, bagusnya daging ikan yang mati mendadak di laut ini jangan dimakan," jelas Ruslan.
* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Penyebab Ikan Mati
Ruslan mengatakan, kotornya air laut dan matinya ikan-ikan, sehari sebelumnya juga ditemukan di pesisir pantai Pulau Makean, arah selatan Pulau Ternate.
Ia menyatakan, penyebab dari peristiwa tersebut belum dapat disimpulkan. Apakah karena pengaruh limbah, ataukah karena perubahan suhu alam yang terjadi di bumi saat ini.
"Kesimpulan ini yang masih ditunggu sesuai hasil uji lab dari Perikanan Unkhair," tambahnya.
M Ghufran H Kordi, Peneliti Perikanan dan Kelautan BaKTI atau Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia mengemukakan, fenomena air laut di Maluku Utara berubah menjadi warna coklat kemerahan disertai beberapa jenis ikan yang mati bisa disebabkan oleh pencemaran.
"Bisa juga karena ledakan plankton, khususnya fitoplankton (yang lebih populer dikenal dengan nama Harmful Algal Bloom atau HAB). Namun, untuk memastikan fenomena tersebut perlu dilakukan pemeriksaan terhadap ikan-ikan yang mati dan analisis kualitas air," katanya.
Mantan Dosen Jurusan Budi Daya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar itu menjelaskan, HAB adalah istilah generik yang digunakan untuk mengacu pada pertumbuhan lebat fitoplankton di laut maupun di perairan payau.
"Pertumbuhan lebat fitoplankton (ledakan populasi plankton) ini yang dapat menyebabkan kematian massal ikan, mengontaminasi makanan bahari seperti seafood dengan toksin, racun yang diproduksi oleh fitoplankton, dan mengubah ekosistem sedemikian rupa yang dipersepsikan oleh manusia sebagai mengganggu atau harmful," jelas Ghufran.
Ghufran menyatakan, fenomena ini dikenal sebagai red tide untuk menggambarkan ledakan populasi fitoplankton yang dapat mengubah warna air laut tersebut. Ghufran bilang, ledakan populasi fitoplankton ini tidak berkaitan dengan tidealias pasang surut air laut.
Advertisement
Fenomena alam Elnino
![Ikan mati di perairan Maluku](https://cdn1-production-images-kly.akamaized.net/1dIOJHF4HlaaLXJ7tBEvn2BwZyU=/640x360/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/3061260/original/084154300_1582709882-4._Kondisi_laut_di_Ternate_Rabu_26_Februari_2020..jpeg)
Di Indonesia, fenomena HAB pernah dicatat pertama kali terjadi pada 1976 di Teluk Kao, Halmahera Utara, Maluku Utara. Fenomena ini menyebabkan jatuhnya korban manusia, yang oleh penduduk setempat menyebutnya air beracun berwarna merah.
Kemudian terjadi lagi pada 1983 di Nusa Tenggara Timur. Pada saat itu, lanjut Ghufran, Gubernur NTT Ben Boy, melaporkan adanya peristiwa keracunan dan kematian massal penduduk setelah memakan ikan yang mati mengambang di permukaan perairan Pantai Selat Lewotobi, Desa Wulanggitang, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.
"Kasus itu dilaporkan 240 orang keracunan dan empat orang meninggal," sambung Ghufran.
"Setelah dilakukan penelitian dengan memeriksa sampel ikan dan air laut yang diambil pada saat kejadian, diketahui penyebab HAB adalah blooming Pyrodinium bahamenses var compressum. Ini merupakan penyebab HAB utama di Pasifik Selatan termasuk di perairan Asia Tenggara," lanjut Ghufran.
Menutunya, HAB oleh Pyrodinium bahamense var compressum yang terjadi di perairan Indonesia ini, sangat jelas mempunyai keterkaitan dengan kejadian-kejadian HAB di negara-negara di Asia Tenggara bersamaan dengan terjadinya El Nino.
El Nino adalah fenomena memanasnya suhu muka laut di Samudra Pasifik bagian tengah hingga timur. Sedangkan di Indonesia secara umum, dampak dari El Nino adalah kondisi kering dan berkurangnya curah hujan.
HAB yang terjadi di Nunukan, Pulau Sebatik Selatan, Kalimantan Timur pada 1987, lanjut Ghufran, juga terjadi bersamaan dengan kejadian yang sama di Sabah, Malaysia.
Semua kejadian HAB, baik di Indonesia maupun di Asia Tenggara, kata Ghufran, bersamaan waktunya dengan terjadinya ENSO atau El Nino pada 1983, 1987, dan tahun 1988.
"Dengan demikian, kejadian HAB baik di Indonesia maupun di Asia Tenggara ini umumnya sangat berkaitan dengan fenomena alam El Nino, yang merupakan salah satu tanda terjadinya Global Climate Chan ge di dunia (Adnan & Sidabutar, 2004)," sebut Gufran.
Perlu Waspada
Ghufran mengemukakan, biota laut dan ikan yang mati akibat fenomena HAB ini ketika dikonsumsi dapat menyebabkan keracunan. Ia menambahkan, selain menimbulkan gangguan pada kesehatan manusia dan lingkungan, juga dapat menimbulkan kerugian ekonomi.
"Berita HAB yang tersebar di media dapat menyebabkan turunnya omset perdagangan hasil-hasil perikanan, karena orang menjadi takut mengonsumsi seafood," jelasnya.
Ia menambahkan, HAB adalah peristiwa alam yang berhubungan dengan cuaca. Namun, HAB juga dipicu oleh aktivitas manusia di daratan dan di lautan.
Pengayaan nutrien, seperti halnya nitrat dan fosfat, kata Ghufran, selain berasal dari zat hara daratan (run off), juga dapat disebabkan dari aktivitas budi daya di pantai.
"Begitu pula pemindahan biota budi daya, seperti kima dan kerang/tiram dari satu daerah ke daerah lain juga dapat menyebabkan tingginya resiko ‘terinfeksi’ suatu perairan karena terbawanya jenis-jenis mikro alga berbahaya yang berasal dari perairan lain," jelasnya.
"Untuk menghindari bahaya ini, masyarakat tidak boleh mengonsumsi ikan-ikan yang mati. Masyarakat juga tidak mengambil dan mengonsumsi kerang atau siput yang berada di daerah HAB dan sekitarnya," katanya.
Terkini Lainnya
Pencemaran Laut Pare Pare Disidik Kementrian
KLHK Gelar Operasi 30 Hari Perangi Pencemaran Laut
Nasib Sungai Musi, Air Kehidupan yang Terkepung Pencemaran Parah
Penyebab Ikan Mati
Fenomena alam Elnino
Perlu Waspada
Laut Ternate
Pencemaran Laut
Pencemaran Laut Ternate
Ikan Mati di Ternate
Halmahera
Rekomendasi
Bangun Industri Pertambangan Halmahera Timur, Sucofindo Resmikan Laboratorium Site Buli
Euro 2024
Jadwal Lengkap Euro 2024 dan Hasil Babak 16 Besar, 8 Besar, Semifinal, Final
Jadwal Lengkap Euro 2024, Hasil, Klasemen Grup A, B, C, D, E, F Cek di Sini
Jadwal Lengkap Pertandingan 8 Besar Euro 2024
Terkesan Penampilannya di Euro 2024, Real Madrid Ingin Datangkan Rekan Setim Jude Bellingham
Top 3: Pola Makan Nabati Bisa Perlambat Perkembangan Kanker Prostat
Top 3 Berita Bola: Timnas Belanda Lolos ke Perempat Final Euro 2024, Ronald Koeman Malah Menyesal
Copa America 2024
Link Live Streaming Copa America 2024 Argentina vs Ekuador di Vidio
Jadwal Lengkap Copa America 2024, Hasil, Klasemen Grup A, B, C, D Cek di Sini
Jadwal Siaran Langsung Argentina vs Ekuador di Perempat Final Copa America 2024 di Vidio
Prediksi Copa America 2024 Argentina vs Ekuador: Semuanya Memihak Tim Tango
Timnas Ekuador Siap Berjuang Mati-matian di Perempat Final Copa America 2024
Copa America 2024 Argentina Vs Ekuador: Tim Tanggo Didukung Rekor Apik
Timnas Indonesia U-16
Timnas Indonesia Rebut Perunggu Piala AFF U-16 2024, Erick Thohir: Lebih Baik di Kualifikasi Piala Asia U-17 2025
Jadwal Lengkap, Hasil, dan Klasemen Piala AFF U-16 2024: Timnas Indonesia Bidik Gelar Ketiga
Timnas U-16 Kalahkan Vietnam 5-0, Nova Arianto Minta Skuad Garuda Muda Tak Euforia
Hasil Piala AFF U-16 Vietnam vs Indonesia: Cetak 5 Gol Tanpa Balas, Garuda Nusantara Amankan Peringkat 3
Hasil Piala AFF U-16 Vietnam vs Indonesia: Cetak Gol Telat, Garuda Nusantara Unggul 2-0 di Babak Pertama
Link Live Streaming Piala AFF U-16 2024 Vietnam vs Indonesia, Sebentar Lagi Mulai di Vidio
Pilkada 2024
Coklit Pilkada 2024 Sudah Sasar 16,6 Juta Pemilih di Jatim, Target Tuntas di Hari ke-20
Kata Sekjen PKS soal Kaesang Disodorkan Jokowi untuk Maju di Pilkada Jakarta 2024
Survei Warna Research Center: Tingkat Elektabilitas Hendy Siswanto dan Faida Tinggi Jelang Pilkada Jember 2024
Respons Jokowi soal Kabar Kaesang Maju Pilkada Jakarta 2024, Benarkah Sodorkan ke Parpol?
Ridwan Kamil Dianggap Masih Kuat di Pilkada Jawa Barat, Bawa Untung Buat Golkar
Bobby Nasution Terima Pinangan PKB Jadi Bakal Cagub di Pilkada Sumut 2024, Cari Cawagub Perempuan
TOPIK POPULER
Populer
Perang Terhadap Judi Online, ASN Pemda Garut Teken Pakta Integritas
Ada SBY di Line Up Konser Pestapora 2024, Segini Daftar Harga Tiketnya
Mengeksplorasi Keindahan Alam Situ Wulukut di Kabupaten Kuningan Jawa Barat
Gibran Rakabuming Raka Blusukan 'Belanja Masalah' Bareng Raffi Ahmad di Jakarta
Gunung Ibu Meletus Lagi Kamis Malam 4 Juli 2024, Semburkan Abu Vulkanik 3.000 Meter
Inovasi Pustakawan Iswadi dan Cita-Cita Masyarakat Sumbar Literat
Sinopsis Red Swan, Drakor Baru Kim Ha Neul dan Rain
Vonis Salman Raziq, Perekrut 12 Kurir Narkoba Jaringan Fredy Pratama Ditunda
Amsakar Achmad Dijagokan 3 Partai Dalam Pilwakot Batam
Heboh Ada Jasa Joki Strava, Apa Itu?
Ketua KPU
Skandal Asusila eks-Ketua KPU, Apakah Dosa Zina Bisa Diampuni Allah? Buya Yahya Bilang Begini
HEADLINE: Skandal Asusila Ketua KPU Hasyim Asy'ari yang Dipecat DKPP, Berujung Proses Pidana?
7 Respons Berbagai Pihak Mulai Parpol, KPU, hingga Jokowi Usai DKPP RI Pecat Ketua KPU Hasyim Asy'ari
Jokowi Sebut Keppres Pemberhentian Hasyim Asy'ari dari Ketua KPU Masih Diproses
DKPP Pecat Ketua KPU Hasyim Asy'ari, Jokowi Pastikan Pilkada 2024 Jujur dan Adil
Berita Terkini
Penampakan Afif Maulana saat Pose Memegang Pedang Panjang
Video Viral Pemilik Restauran di Hanoi Vietnam Mengusir Influencer Yahudi untuk Tunjukan Dukungan pada Warga Palestina
Wahana Banana Boat di Pantai Pasir Putih Trenggalek Dihentikan Buntut Wisatawan Terjatuh dan Meninggal
Daya Rusak Sama dengan Narkoba, Ini Kata PP Persis Soal Judi Online
Mengenal 55 Cancri e, Planet Berlian
Karen Agustiawan Pernah Menang Kasasi Lawan Kejagung, KPK Tak Mau Kecolongan
Ayu Ting Ting Putus Pertunangan, Bagaimana Hukum Batal Nikah setelah Lamaran dalam Islam?
Tergiur Emas Milik Korban Ternyata Imitasi, Sepasang Kekasih jadi Tersangka Kasus Pembunuhan Wanita di Sukabumi
Mengapa Food Testing Sebelum Pesta Pernikahan Penting Dilakukan Calon Pengantin?
Polisi Buru 2 DPO Terkait 45 Kg Sabu yang Disimpan dalam Mobil di Parkiran RS Fatmawati
Mau Cepat Kaya? Coba Amalkan Ini Tiap Jumat dari Guru Sekumpul, Rezeki Datang Tak Terduga
Pengantin Habiskan Bujet Katering Pernikahan Rp216 Juta, Menunya Sushi Tei sampai Kopi Kenangan
Link Live Streaming Copa America 2024 Argentina vs Ekuador di Vidio
Ambung Gila, Permainan Mistis yang Libatkan Roh
Mengenal Asteroid Ryugu, Lebih Tua dari Matahari