, Aceh - Suasana di desa itu tampak lengang. Tak terlihat seorang pun lalu lalang. Padahal, waktu baru menunjukkan pukul 22.00 WIB. Kecuali itu, derasnya air Sungai Krueng Beutong terdengar bergemuruh. Di selanya, terdengar riuh jangkrik membahana. Selebihnya, dingin menusuk tulang.
Dari kejauhan seorang pria mengenakan peci hitam berjalan berjinjit melangkahi genangan air sambil memegang ujung sarungnya. Rintik hujan yang urung berhenti membuat lelaki itu mempercepat langkahnya.
"Assalamualaikum," lelaki itu ikut nimbrung bersama kami. Ia mengambil tempat paling sudut. Semua yang berkumpul di ruangan ini terhitung tujuh orang. Termasuk di antaranya seorang perempuan yang dipanggil Bunda.
Advertisement
"Jadi seperti itulah. Apa pun yang terjadi, tempat ini tetap kami pertahankan. Kami menolak kehadiran tambang emas," tegas seorang pria berumur hampir setengah abad yang duduk bersila di tengah ruangan.
Sejurus kemudian, mata lelaki itu tampak memerah. Gurat gelisah begitu kentara dari raut wajahnya. Ada amarah yang sedang bergolak di dada pria tambun berkulit legam itu.
Baca Juga
Lelaki itu adalah Malik Abdul Aziz. Ia adalah keturunan Tengku (Tgk) Bantaqiah, pimpinan Pesantren Babul Al Mukarramah. Sang tengku dibantai secara tidak manusiawi bersama puluhan santrinya pada 23 Juli 1999 silam. Anaknya bernama Malikul Usman turut menjadi korban dalam peristiwa itu.
Sebagai catatan, Tengku Bantaqiah merupakan seorang ulama yang dicurigai menyimpan ratusan pucuk senjata api di sekitar pesantrennya. Kendati tak terbukti, mereka tetap dirajang.
Setelah bercerita, Malikul Aziz terdiam. Rambut ikalnya tampak menyembul dari sela kupluk bergaris hitam abu-abu yang dikenakannya. Jarinya mengapit erat rokok daun nipah khas Aceh yang sejak tadi belum dinyalakannya. Matanya menyayu, menatapi langit-langit rumah. Menerawang jejak-jejak sejarah yang baru dikisahkannya.
Kali itu, , berkesempatan datang dan menginap di kediaman Abu Kamil alias Malikul Aziz di Desa Blang Meurandeh, Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang, Kabupaten Nagan Raya, Kamis (11/10/2018).
Rumah Malikul Aziz hanya berjarak sekitar lima puluh meter dari makam sang ayah, Tengku Bantaqiah. Makam itu ada di sisi kiri belakang meunasah (surau) Pesantren Babul Al Mukarramah, yang terletak di sebelah rumah Malikul Aziz.
Makam Tengku Bantaqiah berada di dalam bangunan semipermanen beratapkan genteng metal. Saat ini, bangunan yang luasnya lebih kurang 25x20 meter itu sedang dipugar. Di dalam bangunan itu, dikubur pula puluhan santri yang turut tewas tak lama berselang setelah sang guru dilempari granat.
Pesantren Babul Al Mukarramah didirikan Tengku Bantaqiah pada 1982. Di pesantren ini, Tengku Bantaqiah mengampu ribuan murid yang berasal dari seluruh Aceh dan Nusantara. Para santrinya diajari bermujahadah, yakni suatu sifat dan sikap bersungguh-sungguh memerangi dan menundukkan hawa nafsu.
Selepas kejadian yang menimpa Tengku Bantaqiah, Babul Al-Mukarramah dinakhodai oleh Malikul Aziz. Belakangan, nama pesantren diubah menjadi Babul 'Ala Nurillah. Seluruh kegiatan di pesantren itu masih sama seperti yang diestafetkan sang ayah. Pesantren itu masih menampung ratusan santri.
* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Detik-Detik Penghabisan Para Santri
![Kabut Prahara di Tanah Para Aulia](https://cdn0-production-images-kly.akamaized.net/KAK0EgOzW7Dw98MunQjMJ20xxto=/640x360/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/2383272/original/003347700_1539571986-aceh2_h.jpg)
Tepat di depan makam Tengku Bantaqiah, terdapat sebuah bangunan besar. Saat pembantaian itu, para ibu dan santri perempuan disuruh berkumpul di atas bangunan tersebut. Rangkang, atau tempat pengajian berlantai dua berkonstruksi kayu itu, terlihat masih kokoh sampai sekarang.
Dua buah tangga beton yang menjadi penghubung lantai dua bangunan itu terlihat lumutan. Sementara dinding yang ada di lantai bawah bangunan itu terlihat ada bekas plasteran semen.
Katanya untuk menghilangkan bekas peluru di dinding. Selebihnya, tentu saja untuk menutupi luka-luka yang tertanam jauh di lubuk hati para pemilik kenangan nan suram itu. Terutama keluarga dan santri Tengku Bantaqiah.
Di belakang bangunan itu, terdapat makam santri Tengku Bantaqiah yang jasadnya diambil di lokasi yang dikenal dengan sebutan Kilo 7.
Para santri yang jumlahnya puluhan itu dibunuh secara terpisah. Sebelumnya, mereka diangkut oleh tentara dengan menggunakan truk dari pesantren menuju arah Takengon dengan dalih ingin diobati. Namun, kemudian dihabisi.
Di depan meunasah atau berada di antara rumah Malikul Aziz dan surau terdapat beton berupa bak segiempat dengan ukuran kira-kira 2x1,5 meter. Di dalamnya ditumpuk batu koral berukuran asal. Di antara batu-batu itu ada yang dibalut kain putih.
Menurut kisah, di lokasi itulah Tengku Bantaqiah dan santrinya dikumpulkan, kemudian diberondong secara membabi buta oleh sepasukan tentara, yang saat itu dipimpin oleh Letnan Kolonel Heronimus Guru dan Letnan Kolonel Sudjono. Beton itu sebagai tanda pengingat kejadian itu.
Di sisi kanan agak ke depan dari surau Babul 'Ala Nurillah terdapat rumah peninggalan Tengku Bantaqiah. Saat ini, rumah itu didiami oleh istri dan anak tertuanya bernama Fatimah.
Sementara itu, di dalam rumah Malikul Aziz, saat berbincang dengan malam itu, duduk pula tiga orang keturunan Tengku Bantaqiah lainnya, yaitu, Malikul Yahya, Malik Sulaiman, dan Fatimah alias Bunda. Terdapat satu lagi anak Tengku Bantaqiah dari istri keduanya, bernama Malikul Mahdi, tetapi ia sedang berada di Banda Aceh.
Rumah Malikul Aziz dan pesantren Babul 'Ala Nurillah berhadapan langsung dengan sungai Krueng Beutong yang memisahkan Desa Blang Meurandeh dan Desa Blang Pu'uk. Menurut Malikul Aziz, sungai ini mengalir hingga ke Kecamatan Kaway XIV dan Meureubo, Kabupaten Aceh Barat.
Sebagai catatan, Desa Blang Meurandeh berada di Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang, Kabupaten Nagan Raya. Kecamatan ini berada di pedalaman Gunung Singgah Mata, diapit Gunung Abong-Abong dan Gunung Tangga, yang masih segugusan dengan Bukit Barisan.
Luas Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang sekitar 585,88 kilometer persegi, dengan jumlah empat desa, yakni, Blang Puuk, Blang Meurandeh, Kuta Teungoh, dan Babah Suak ditambah satu desa persiapan.
Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang cukup terisolasi. Jaraknya sekitar 74 kilometer dari pusat Kabupaten Nagan Raya. Untuk mencapainya, harus melewati tanjakan serta kelokan tajam di kawasan puncak Gunung Singgah Mata yang curam dan berkabut. Gunung ini berada di ketinggian sekitar 2.800 meter dari permukaan laut.
Berada di dataran tinggi, menjadikan wilayah yang berbatasan dengan Tanah Gayo ini, memiliki cuaca yang cukup ekstrem. Maka banyak di antara penduduknya, khususnya pria, mengenakan beanie atau kupluk, sejenis topi yang dipakai untuk menghangatkan kepala dalam cuaca dingin.
Advertisement
Tanah Para Wali dan Benteng Terakhir Cut Nyak Dien
![Kabut Prahara di Tanah Para Aulia](https://cdn0-production-images-kly.akamaized.net/GEwzBK9jS-oj16PtIS21JQAW0wM=/640x360/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/2383271/original/043387700_1539571768-aceh1_h.jpg)
"Ini tanah seribu wali dan tempat para syuhada bermakam," Malikul Aziz kembali menegaskan ucapannya. "Di kawasan Gunung Alue Baro di belakang kita ini, ada banyak batu nisan tua bisa kita temukan di sana. Apa situs-situs itu mau dihancurin juga?" lanjut Malikul Aziz seraya menunjuk ke arah gunung yang dimaksudnya itu.
Menurut Malikul Aziz, wilayah yang mekar dari Kecamatan Beutong berdasarkan Qanun Kabupaten Nagan Raya Nomor 2 Tahun 2011 ini, dikelilingi oleh makam para pejuang Aceh masa kolonial. Makam-makam itu berada di dalam kawasan hutan dan tak terhitung jumlahnya.
Warga setempat sering menemukan batu nisan (batee jirat dalam bahasa Aceh) di kawasan Gunung Alue Baro. Beberapa di antaranya ditemukan pula makam para ulama serta abdi kerajaan. Karena itu, kawasan ini dikenal dengan sebutan 'tanoh aulia' atau tanahnya para waliyullah (wali Allah).
Konon, sering ditemukan batu nisan tua yang tiba-tiba ada di tempat itu. Nisan-nisan itu diyakini milik ulama atau 'aulia'. Warga percaya, kawasan hutan pegunungan yang mengapit pemukiman mereka ini merupakan teumpat aulia woe atau tempatnya para wali pulang.
Selain itu, wilayah bekas Kerajaan Beutong Ateuh Banggalang ini diyakini menjadi benteng terakhir Cut Nyak Dien saat berperang melawan Belanda. Istri Teuku Umar itu mendirikan last shelter-nya di bawah rerimbunan hutan Beutong Lhee Sagoe, atau Beutong Tiga Sagi.
Dikisahkan, pada 7 November 1905, Cut Nyak Dien ditangkap oleh tentara Belanda pimpinan Kapten Veltman atas bocoran salah seorang bawahan Cut Nyak Dien bernama Panglima Loat Ali.
Ia tak tega melihat kondisi Cut Nyak Dien yang kian renta dan sakit-sakitan. Kepada Belanda, Pang Laot Ali berjanji memberitahu keberadaan Cut Nyak Dien dengan syarat wanita itu harus dirawat dengan baik.
Mengetahui dirinya dikhianati, srikandi Aceh itu berang. Dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya, ia masih sempat menghunus rencongnya. Namun apa daya, kekuatan sang Ibu Perbu tak lagi mumpuni. Ia terpaksa menyerah.
"Pang Laot! Kau aib buat kami," hujat Cut Nyak Dien kepada bawahannya itu. Konon, rencong Cut Nyak Dien sempat mengenai Pang Laot Ali. Setelah beberapa saat, Cut Nyak Dien ditandu oleh para serdadu Belanda menuju Banda Aceh.
Dalam perjalanan turun dari kawasan Beutong Lhee Sagoe, serdadu Belanda yang membawa Cut Nyak Dien sempat berhenti sesaat di salah satu batu besar yang saat ini berada di Desa Blang Pu'uk, atau di seberang Desa Blang Meurandeh di mana Pesantren Babul A'la Nurillah berada.
Batu tersebut dikenal dengan sebutan 'Batee Peuniyoh' atau 'batu tempat istirahat'. Tak jauh dari batu tersebut, berdiri pohon asam jawa berusia ratusan tahun yang tingginya kira-kira 7 meter.
Penyebutan 'Batee Peuniyoh' merujuk pada riwayat bahwa Cut Nyak Dien pernah diistirahatkan sejenak di tempat itu. Di batu tersebut terdapat goresan berupa huruf yang tidak tersusun rapi. Hingga saat ini, tidak diketahui makna atau arti huruf-huruf tersebut.
Untuk mengabadikan kisah batee peuniyoh, belum lama ini pemerintah Kabupaten Nagan Raya mendirikan monumen berupa tugu sebagai bentuk penghormatan terhadap pahlawan yang bermakam di Sumedang, Jawa Barat itu. Tugu tersebut hanya sekitar 30 meter dari letak batee peuniyoh.
Menyibak Kabut Prahara di Tanah Para Aulia
![Kabut Prahara di Tanah Para Aulia](https://cdn0-production-images-kly.akamaized.net/B2LixDtoJfgyvjjYe6QbE_i4H1I=/640x360/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/2383257/original/078495700_1539570779-batu1_h.jpg)
Kabut pegunungan Singgah Mata begitu tebal. Jarak pandang saat itu hanya sepuluhan meter. Sementara jalur yang dilalui berupa tanjakan berkelok. Jika tidak hati-hati, bisa saja tergelincir ke jurang nan curam yang ada di kanan dan kiri jalan.
Puluhan kilometer dari puncak Singgah Mata berada, terdapat sebuah permukiman penduduk yang ditutupi oleh kabut pergunungan. Permukiman yang merupakan kawasan lembah ini dikelilingi oleh gugusan Bukit Barisan.
Di tempat itu terdapat sebuah jembatan berkerangka baja. Di atas jembatan itu terbentang beberapa spanduk dengan ukuran yang berbeda-beda. Spanduk-spanduk itu dipasang oleh warga setempat beberapa minggu lalu yang berisi seruan penghentian aktivitas tambang sebuah perusahaan emas.
Sekitar seratusan meter dari jembatan itu terdapat dua buah ruko. Salah satu ruko itu digunakan sebagai posko perjuangan penolakan aktivitas tambang perusahaan itu.
Penolakan proyek tambang yang area konsesinya mencapai 10.000 hektare mencakup dua kabupaten, Nagan Raya dan Aceh Tengah ini, menggelinding sejak beberapa minggu terakhir. Banyak ormas dan LSM di Aceh mengarahkan pandangan matanya ke Beutong Ateuh Banggalang.
Eksploitasi sumber daya alam di kawasan itu ditakutkan akan mengakibatkan ekosistem hutan sekitar rusak. Hal ini akan menghilangkan fungsi hutan lindung di kawasan itu yang juga merupakan bagian dari Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), sebagai paru-paru dunia.
Di sisi lain, kehadiran perusahaan diantara penduduk yang masih kental komunalismenya ini, ditakutkan berdampak hilangnya nilai-nilai dan norma serta adat masyarakat setempat. Selain itu, di kawasan itu banyak terdapat situs bersejarah yang masih belum tersentuh oleh tangan manusia.
Konon, makam Teuku Umar yang berada di Desa Mugou Rayeuk, Kecamatan Panton Reu, Kabupaten Aceh Barat hanyalah makam fiktif. Tujuannya untuk mengelabui pihak Belanda saat itu.
Simak video pilihan berikut ini:
Seekor gajah jantan ditemukan mati diracun di sebuah area konservasi. Gajah ditemukan mati dengan satu gading hilang.
Terkini Lainnya
Kisah Maling Sakti di Kediri, Kepala dan Jasad Dimakamkan Terpisah
Marjo Muntilan, Sebuah Inspirasi Seni(n) Itu Indah
Saat Sedekah Laut Dirusak Gerombolan Massa Bercadar di Bantul
Detik-Detik Penghabisan Para Santri
Tanah Para Wali dan Benteng Terakhir Cut Nyak Dien
Menyibak Kabut Prahara di Tanah Para Aulia
Tengku Bantaqiah
Cut Nyak Dien
Aceh
Rekomendasi
Cerita Inspiratif Rahmawati Menyulap ‘Gudang Buku’ Jadi Perpustakaan Keren di Aceh
Usai Jadi Pengantin Aceh, Beby Tsabina Tampil bak Putri Disney di Resepsi Pernikahan
Jelang PON 2024, Kompetisi Futsal di Aceh Diikuti Pemain Nasional
Beby Tsabina Gelar Siraman hingga Prosesi Adat Aceh Boh Gaca Sebelum Menikah, Warganet Salfok Dekorasinya
Telan Rp 1,6 Triliun, Proyek PON XXI 2024 di Aceh dan Sumatera Utara Rampung Juli
Menpora Sebut Presiden Jokowi Perintahkan Penyelengaraan PON XXI Aceh-Sumut Tepat Waktu
Piala AFF U-19
Cegah Bau Saat Piala AFF U-19, Jam Pembuangan Sampah ke TPA Benowo Diatur Ulang
2.180 Personel Gabungan Siap Amankan Laga Pembuka Piala AFF U-19 di Surabaya Hari Ini
Catat, Jadwal Lengkap Timnas U-19 Piala AFF 2024 dan Daftar Pemain
Indra Sjafri Tak Patok Target Juara AFF U-19, Begini Alasannya
2.959 Personel Gabungan Polri-TNI Siap Amankan Piala AFF U-19 di Surabaya
Donald Trump
Donald Trump Diprediksi Kerek Inflasi Global Jika Menang Pilpres AS
Profil Usha Vance, Istri JD Vance yang Mundur Jadi Pengacara Usai Suami Dipilih Donald Trump Jadi Cawapres
Pernyataan Donald Trump Ini Bikin Saham TSMC Merosot
Bos The Fed Jerome Powell Bakal Mundur Jika Donald Trump Terpilih
Lamine Yamal
Gol Lamine Yamal ke Gawang Prancis Dinobatkan yang Terbaik di Euro 2024
Bawa Spanyol Juarai Euro 2024, Beredar Foto Lamine Yamal Sewaktu Bayi Digendong Lionel Messi
Harga Fantastis Lamine Yamal, Pemain Muda Terbaik Euro 2024 yang Pecahkan Rekor Pele
Lamine Yamal Rengkuh Trofi Pemain Muda Terbaik Euro 2024
Spanyol Juara Euro 2024, Lamine Yamal Pemain Muda Terbaik dan La Roja Pecahkan Rekor Gol
Piala Presiden 2024
Jadwal Piala Presiden 2024 di Vidio, Mulai 19 Juli
Top 3: Daftar Hadiah Piala Presiden 2024 Bikin Penasaran
Maruarar Ungkap Alasan Piala Presiden 2024 Tetap di Emtek Group
Sahroni DPR: Hubungan Baik Polri dan PSSI Kunci Sukses Piala Presiden 2024
Daftar Hadiah Piala Presiden 2024: Juara Rp 5 Miliar, Match Fee Rp 350 Juta
TOPIK POPULER
Populer
Keluarga Tak Mampu Bayar Tambahan Uang Bensin, Sopir Ambulans Turunkan Jenazah Bayi di Tengah Jalan
Kabar Duka, Wieteke Van Dort Penyanyi 'Geef Mij Maar Nasi Goreng' Meninggal Dunia
Viral di Medsos, 'Surfing' di Pintu Air Bendung Sungai Banjir Kanal Barat Semarang Jadi Hiburan Rakyat
Heboh Lina Mukherjee Disebut Hamil di Penjara, Berikut Klarifikasi Lapas Palembang
Pasutri Lansia di Bogor Ditemukan Tewas, Mayat Ditemukan Membusuk dalam Rumah
Hore, Kini Ada Perpustakaan Keren di Titik Nol Kabupaten Malaka NTT
Kapal Berbendera Singapura Bawa Sabu-Sabu 106 Kg Ditangkap di Perairan Kepri
Cucu Pendiri HMI Maju di Pilkada Sumsel, Targetkan Muara Enim Bersih Korupsi
Gunung Ibu Meletus Lagi, Semburkan Abu Vulkanik 1.000 Meter ke Arah Timur Laut
Ulang Tahun ke-28, Simak Fakta Menarik Wonwoo SEVENTEEN
Timnas Indonesia U-19
Jadwal Lengkap, Hasil, dan Klasemen Piala AFF U-19 2024: Misi Timnas Indonesia Ulang Sukses 2013
Hasil Piala AFF U-19 2024 Timnas Indonesia vs Filipina: Garuda Muda Pesta Gol Setengah Lusin
Hasil Piala AFF U-19 2024 Timnas Indonesia vs Filipina: Iqbal Gwijangge 2 Gol, Garuda Muda Unggul 4-0 di Babak Pertama
Link Live Streaming Piala AFF U-19 2024 Timnas Indonesia vs Filipina, Sebentar Lagi Tanding
Link Live Streaming Piala AFF U-19 2024 Indonesia vs Filipina, Rabu 17 Juli Pukul 19.30 WIB di SCTV dan Vidio
Berita Terkini
Melawan Maksiat ala Kiai Alim Tak Harus Tahajud dan Witir, Caranya Begini Kata Gus Baha
Usut Dugaan Korupsi Wali Kota Semarang, KPK Tegaskan Tidak Ada Unsur Politis
Yeseo dan Mashiro Kep1er Bakal Debut Ulang di Grup Kpop Baru MADEIN
Laut Sargasso Tidak Punya Garis Pantai, Begini Penjelasannya
Kaesang-Jusuf Hamka Dinilai Paket Ideal untuk Pilkada Jakarta
Sholat Taubat Baiknya Tiap Malam atau Setelah Berbuat Dosa saja? Ini Penjelasan Buya Yahya
Polresta Deli Serdang Gulung Jaringan Narkoba Internasional, 27 Kg Sabu Dimusnahkan
Hingga Malam Penyidik KPK Membawa Dua Koper Dokumen
HEADLINE: Pasal Larangan Prajurit TNI Berbisnis Bakal Dihapus, Apa Plus Minusnya?
Jadwal, Hasil, dan Klasemen Final Four PLN Mobile Proliga 2024: Siapa Rebut Gelar Juara?
Ipuk: BNN Banyuwangi Akan Semakin Mengefektifkan Upaya Pemberantasan Narkoba
Jadwal Lengkap, Hasil, dan Klasemen Piala AFF U-19 2024: Misi Timnas Indonesia Ulang Sukses 2013
Ada Sinyal Kuat Jadon Sancho Bisa Bertahan di Manchester United, Ini Kata Erik ten Hag
Biskuit Kenari, Sajian Renyah Khas Ternate
Bangunan di Pondok Pinang Kebakaran, 12 Unit Damkar dan 60 Personel Diterjunkan