uefau17.com

Sombong kepada Allah dalam Hal Ini Ternyata Wujud Syukur Kata Gus Baha, Kok Bisa? - Islami

, Cilacap - Ulama kharismatik asal kota garam, Rembang, Jawa Tengah KH. Ahmad Bahauddin Nur Salim atau Gus Baha mengatakan sombong tidak selamanya jelek.

Bahkan menurut murid kinasih Mbah Moen ini, sombong dalam tataran yang beliau sampaikan ini dapat dimaknai sebagai rasa syukur atas karunia Allah SWT, namun kebalikan sombong, ialah tawadlu dalam hal ini boleh jadi dimaknai sebagai kufur nikmat. 

Hal ini beliau sampaikan di sela-sela ceramahnya. Gus Baha mengawali pembahasannya dengan kisah seorang yang bertemu dan berdialog dengan Allah SWT di hari kiamat kelak.

“Misalnya ada orang bertemu Allah, Gusti saya di dunia ini saya miskin, tidak dapat apa-apa,” dikutip dari tayangan YouTube Short @Layangkumitir, Minggu (23/06/2024).

“Kelihatannya Allah tidak pernah kasih nikmat,” sambungnya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sombong sebagai Wujud Syukur

Gus Baha menjelaskan, seseorang yang sombong bahwa dirinya telah cukup segalanya ketika di dunia merupakan hal yang baik. 

“Lebih baik hamba yang sombong, "Di dunia bagaimana?” terangnya

“Baik ya Allah…saatnya tidur ya tidur, saatnya makan ya makan,” imbuhnya.

“Umumnya nikah ya saya laku nikah, pokoknya top Gusti,” paparnya.

Kesombongan yang merasa serba cukup ini menurut Gus Baha membuat Allah SWT menyukainya dan tergolong ke dalam hamba Allah yang pandai bersyukur.

Dibandingkan kita tawadlu, dengan mengatakan kita tidak punya apa-apa, padahal Allah SWT telah memberikan banyak sekali nikmat.

“Allah suka, kok syukur betul kamu,” ujarnya.

“Dari pada tawadlu ditanya Allah: “Kamu di dunia bagaimana?”, “Duh ya Allah ga punya apa-apa, padahal laku nikah dan anaknya banyak,” imbuhnya.

3 dari 3 halaman

3 Cara Mengungkapkan Rasa Syukur Kepada Allah

Menukil NU Online, dari sejumlah keterangan yang didapat dari berbagai literatur, setidaknya ada tiga cara mengungkapkan syukur sebagai berikut:

1. Melalui Lisan 

Mengapresiasi syukur lewat lisan yakni dengan ucapan ‘alhamdulillah” adalah hal minimal yang harus dilakukan. Aktivitas lain adalah berkata yang baik-baik.   Orang yang bersyukur kepada Allah akan selalu menjaga lisannya dari ucapan-ucapan yang tidak baik. Mereka akan selalu berhati-hati dan berusaha untuk tidak mengatakan sesuatu yang membuat orang lain tersakiti hatinya.  

Orang yang bersyukur tidak berkeberatan untuk meminta maaf atas kesalahannya sendiri kepada orang lain sebagaimana mereka juga tidak berkeberatan memaafkan kesalahan orang lain. Kepada Allah SWT, mereka senantiasa bersegera memohon ampunan kepada-Nya. Dan hal ini sesuai dengan perintah Allah SWT dalam surat Ali Imran, ayat 133:

  وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ  

Artinya: Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu 

2. Melalui Hati 

Dalam aktivitas hati ini, bagaimana mengelola hati menjadi hal sangat penting. Aktivitas hati terkait dengan syukur bisa diwujudkan dalam bentuk perasaan senang, ikhlas dan rela dengan apa sudah yang ada. Orang-orang bersyukur tentu lebih mudah mencapai bahagia dalam hidupnya terlepas apakah mereka termasuk orang sukses atau belum sukses. Syukur tidak mensyaratkan sukses dalam hidup ini sebab kenikmatan yang diberikan Allah SWT kepada manusia takkan pernah bisa dihitung.  

Manusia takkan pernah mampu menghitung seluruh kenikmatan yang telah diberikan Allah SWT kepada setiap hamba-Nya. Allah dalam surat Ar-Rahman, ayat 13, bertanya kepada manusia:

 فَبِأَيِّ آلاء رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ  

Artinya: Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?  

Ayat tersebut diulang berkali-kali dalam ayat-ayat berikutnya dalam surat yang sama, yakni Ar-Rahman. Dan pengulangan ini tentu bukan tanpa maksud. Allah menantang kepada manusia untuk jujur dalam membaca dang menghitung kenikmatan yang telah Dia berikan.

3. Melalui Fisik

Aktivitas fisik atau perbuatan nyata terkait dengan syukur bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk, baik melibatkan orang lain atau hanya melibatkan diri sendiri. Yang terkait dengan orang lain misalnya seperti berbagi rezeki, ilmu pengetahuan, kegembiraan dan sebagainya.

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat