, Washington, DC - Kepada Kongres Amerika Serikat, sejumlah ahli menyampaikan sebuah informasi mengerikan: Korea Utara sedang mengembangkan senjata mematikan yang bisa memicu malapetaka di Negeri Paman Sam.
Bencana yang diakibatkan tak berlangsung semalam. Dalam beberapa bulan hingga itungan tahun, EMP (Electromagnetic Pulse) dari bom nuklir -- yang bisa memicu medan energi kuat -- diprediksi bisa membunuh 90 persen manusia di AS.
Jika itu sampai terjadi, seluruh lapangan kerja akan tutup, sendi-sendi kehidupan masyarakat kolaps, Amerika akan kembali ke era 'Wild Wild West' di mana bedil lebih berkuasa dari hukum.
Advertisement
Baca Juga
"Ancaman terbesar Korea Utara adalah serangan EMP nuklir yang tidak diketahui AS," kata dua ahli, Dr William R. Graham dan Dr Peter Vincent Pry seperti dikutip dari situs Independent.
Kehancuran bisa terjadi sebagai efek dari ledakan hulu ledak nuklir di lapisan ionosfer, area di ketinggian atmosfer yang dipenuhi partikel yang mengandung medan magnet Bumi dan radiasi dari Matahari.
Berikut prediksi tiga tahapan kehancuran Amerika Serikat oleh bom atom Korea Utara, seperti yang diperingatkan para ilmuwan, seperti dikutip dari News.com.au, Rabu (25/10/2017):
* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Hari Pertama...
Analis senjata nuklir, Dr Peter Vincent Pry yang memberi kesaksian di depan Komite Keamanan Dalam Negeri AS awal bulan ini mengatakan, hasil kerjanya memvalidasi ancaman yang dikeluarkan pada masa lalu, bahwa serangan EMP bisa menciptakan malapetaka bagi AS.
Radiasi sinar gamma, yang timbul akibat ledakan nuklir (nuclear blast), memicu 'arus pendek' antara lapisan ionosfer dengan permukaan tanah. Seperti halnya jilatan api matahari (solar flare), kondisi itu bisa melumpuhkan ekonomi dalam beberapa ratus nanodetik.
Semakin maju perekonomian sebuah negara, makin dramatis efeknya.
Dan, meski efek ledakan nuklir di ketinggian mungkin tak akan membunuh siapapun di permukaan tanah, namun 500 ribu manusia terancam tewas seketika dalam itungan menit.
Jumlah itu adalah total manusia yang berada di dalam pesawat komersial di langit AS dalam suatu ketika.
Karena peralatan elektronik dalam kokpit terbakar dan mati sebagai efek ledakan nuklir, pesawat-pesawat yang sedang terbang akan berjatuhan dari langit.
Sementara itu di darat, kereta berkecepatan tinggi berhenti beroperasi, mobil-mobil mogok, aliran listrik putus, komputer tak bisa digunakan -- begitu juga dengan perangkat medis.
Kemudian, kebakaran merajalela. Jaringan pipa gas yang menyuplai kebutuhan warga kota dan industri bisa terbakar.
Berapa banyak yang akan tewas pada hari pertama, tak bisa diprediksi. Namun, itu baru permulaan...
Dr Pry, bersikukuh, gangguan EMP bisa mengirim AS ke zaman batu.
"Negara musuh atau teroris bisa memutuskan jaringan listrik dan infrastruktur penting lainnya, menggulingkan peradaban elektronik, dan membunuh jutaan orang, dengan satu ledakan nuklir di ketinggian, menghasilkan medan EMP yang mencakup luas Amerika Utara," kata dia, dalam sebuah komentar yang diterbitkan oleh The Washington Times.
Cara itu sebenarnya lebih mudah daripada mengarahkan hulu ledak nuklir secara langsung ke jantung Washington DC.
Yang dibutuhkan hanyalah timer, penerima GPS, dan altimeter untuk dipasangkan ke hulu ledak nuklir pada rudal balistik.
Sekali hulu ledak mencapai ketinggian 300 kilometer, efek kejutnya bisa menghancurkan jaringan listrik di 48 negara bagian daratan AS.
"EMP yang merusak jaringan listrik selama setahun akan melumpuhkan infrastruktur penting yang diperlukan untuk mendukung populasi yang begitu besar."
Meski demikian, tak semua pakar senjata nuklir sepakat dengan kemungkinan itu. Sebab, untuk melakukannya, Korut harus memiliki kemampuan yang luar biasa.
Hulu ledak harus bisa dipasangi rudal, dibawa ketinggian yang tepat, agar efeknya sesuai yang diinginkan.
Korut pun belum menguji apapun yang hasilnya sesuai dengan kapabilitas itu. Juga belum ada bukti apakah Pyongyang sudah memiliki teknologi untuk mengoptimalisasikan output sinar gamma dari perangkat nuklirnya.
Advertisement
Tiga Hari Kemudian...
Amerika Serikat tetap lumpuh saat itu. Nyaris tak ada yang tahu apa yang kemudian akan terjadi. Warga mulai panik.
Pemerintahan tak lagi efektif. Aparat garda nasional (National Guard) dan milisi pribadi akan berkeliaran tanpa tujuan.
Mereka yang masih punya pasokan energi akan jadi satu-satunya yang bertahan. Sementara itu, pasokan air akan mengering di mana-mana, dari wilayah desa hingga di kota-kota besar.
Pasokan makanan, sayur dan buah-buahan -- jika belum dikonsumsi, akan mulai membusuk. Tak ada lagi pasokan baru yang mengisi rak-rak supermarket. Truk-truk distribusi tak bisa beroperasi, kalaupun masih bisa jalan, tak ada komputer dan sistem komunikasi yang mengatur juga membayar kerja mereka.
Dan, dalam beberapa hari, reaktor nuklir -- yang sistem kontrol dan keselamatannya sudah mati duluan -- mulai meluruh.
EMP bisa melumpuhkan ratusan ribu ton transformer tegangan ekstra tinggi. Peralatan pengatur energi tersebut sangat rumit, tak mudah untuk dirakit, dan bahkan lebih sulit untuk dipasang.
Menggantinya, bahkan hanya untuk sebagian perlengkapan, butuh waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.
Setahun Kemudian...
Dr Peter Vincent Pry mengatakan, bencana pada skala tersebut juga akan memperlambat respons dunia.
Akibatnya, dalam setahun, 90 persen dari 300 juta orang yang tinggal di 48 negara bagian AS yang berdekatan akan meninggal.
Mereka yang berhasil selamat akan menyebar ke seluruh negeri. Kemudian, wabah penyakit akan merajalela. Manusia yang hidup tak akan mampu mengubur mereka yang tewas.
Pasokan air akan terkontaminasi. Kebanyakan hewan ternak akan mati, baik karena perawatan yang kurang, juga perburuan yang marak.
Tanaman pangan yang bisa tumbuh jadi barang buruan. Bahan bakar langka, komunikasi putus total. Harapan yang tersisa adalah dari bantuan internasional.
Dr Pry menegaskan, ada bukti tak terbantahkan bahwa skenario malapetaka tersebut bisa terwujud.
Kim Jong-un diduga tahu persis soal efek tersebut. Itu mengapa, kantor berita Korut berulang kali merujuk EMP dalam ancamannya untuk Amerika Serikat.
Sebelumnya, itu adalah ancaman yang lama dikaitkan dengan persenjataan nuklir Rusia dan China.
"Ada dasar empiris bahwa ancaman EMP terhadap jaringan listrik dan peradaban, jauh lebih besar dan luas daripada serangan siber atau sabotase," kata Dr Pry.
"Kami tahu pasti, EMP akan merusak perangkat elektronik dan menyebabkan pemadaman listrik dan infrastruktur kritis lainnya secara berkepanjangan," kata dia.
Sebagai ilustrasi, putusnya jaringan listrik secara massal (blackout) pada 30-31 Juli 2012 adalah yang terbesar sepanjang sejarah, berdampak pada 670 juta orang atau 9 persen dari populasi dunia -- yang hanya disebabkan oleh sebuah sistem listrik yang kelebihan muatan.
Terkini Lainnya
Ini Senjata Mematikan Korut yang Bisa Musnahkan Seluruh Warga AS?
Ilmuwan Stanford University: Nuklir Korut Dapat Memicu Zaman Es
Diplomat Korut: Perang Nuklir Bisa Berkobar Kapan Saja
Hari Pertama...
Tiga Hari Kemudian...
Setahun Kemudian...
Korea Utara
Amerika Serikat
Kiamat
korut
Rekomendasi
Tak Tampil Maksimal di Debat Perdana Capres 2024, Joe Biden Ngaku Jet Lag
Korea Selatan Ragukan Klaim Korea Utara soal Rudal Baru dengan Hulu Ledak Super Besar
Hizbullah: Kami Akan Berhenti Menyerang Israel Bila Gencatan Senjata Tercapai di Gaza
Hasil Copa America 2024: Uruguay Singkirkan Amerika Serikat, Panama Melenggang ke Perempat Final
Pejabat Hamas: Tak Ada Kemajuan Soal Diskusi Gencatan Senjata
Pria di Florida AS dalam Kondisi Kritis Usai Diserang Hiu
Ketegangan AS-Tiongkok Meningkat Akibat Masalah Kabel Bawah Laut, Beijing Dituduh Lakukan Spionase
Menlu Israel ke Iran: Yang Mengancam Kehancuran Layak Dihancurkan
Zelenskyy Kembali Minta Dikirimkan Bantuan Pertahanan Udara
Copa America 2024
Jadwal Lengkap Copa America 2024, Hasil, Klasemen Grup A, B, C, D Cek di Sini
Copa America 2024: Laga Brasil Melawan Kolombia Berakhir Tanpa Pemenang
Hasil Copa America 2024: Kolombia Jadi Juara Grup Usai Tahan Imbang Brasil, Kosta Rika Tekuk Paraguay
Link Live Streaming Copa America 2024 Brasil vs Kolombia, Sesaat Lagi Tanding di Vidio
Link Live Streaming Copa America 2024 Brasil vs Kolombia, Rabu 3 Juli Pukul 08.00 WIB di Indosiar dan Vidio
Prediksi Copa America 2024 Brasil vs Kolombia: Misi Hindari Uruguay
Timnas Indonesia U-16
Hasil Piala AFF U-16 Vietnam vs Indonesia: Cetak 5 Gol Tanpa Balas, Garuda Nusantara Amankan Peringkat 3
Jadwal Lengkap, Hasil, dan Klasemen Piala AFF U-16 2024: Timnas Indonesia Bidik Gelar Ketiga
Hasil Piala AFF U-16 Vietnam vs Indonesia: Cetak Gol Telat, Garuda Nusantara Unggul 2-0 di Babak Pertama
Link Live Streaming Piala AFF U-16 2024 Vietnam vs Indonesia, Sebentar Lagi Mulai di Vidio
Timnas U-16 Indonesia Vs Vietnam: Nova Arianto Yakin Garuda Muda Bisa Bangkit
Link Live Streaming Piala AFF U-16 2024 Vietnam vs Indonesia, Rabu 3 Juli Pukul 15.00 WIB di Indosiar dan Vidio
Judi Online
Muhammadiyah: Judi Online Harus Diberantas
Sidak Ponsel Personel Polisi di Ponorogo Antisipasi Judi Online, Apa Hasilnya?
5 Ciri Jika Kamu Sudah Kecanduan Judi Online, Segera Tangani
Pimpinan MPR Sayangkan PPATK Belum Serahkan Nama Anggota DPR Terlibat Judi Online
Gawat! 82 Persen Pengguna Internet Terpapar Iklan Judi Online
Pilkada 2024
Kinerja Pj Walikota Pekanbaru Muflihun Dinilai Jadi Tolak Ukur di Pilkada 2024
Komisi II DPR Pastikan Pemberhentian Ketua KPU Hasyim Asy'ari Tak Ganggu Proses Pilkada
Sosok Sudaryono di Mata Menantu Habib Luthfi Bin Yahya Pekalongan
Jelang Pilkada 2024, Pemkot Mojokerto Minta Masyarakat Manfaatkan Klinik Hoaks
Bawaslu Ungkap Potensi Kerawanan Pilkada Jakarta, Heru Budi: Akan Dianalisis
PDIP: Mantan Panglima TNI Andika Perkasa Lebih Cocok Jadi Bakal Cagub daripada Wagub di Pilkada Jakarta 2024
TOPIK POPULER
TODAY IN HISTORY
3 Juli 2022: Tragedi Longsor Gletser Gunung Marmolada di Pegunungan Alpen Italia, 10 Pendaki Tewas
Populer
3 Juli 2022: Tragedi Longsor Gletser Gunung Marmolada di Pegunungan Alpen Italia, 10 Pendaki Tewas
5 Komet Paling Terang hingga Saat Ini
10 Fakta Unik Bandara Dunia, Ada yang Terpencil hingga Mengapung di Laut
Hizbullah Serang Israel Utara dengan Puluhan Roket Katyusha, Balas Kematian Warga Sipil
Rusia Klaim Hancurkan 5 Jet Militer Ukraina di Pangkalan Udara, Kemampuan Kyiv Jaga Pesawat Bantuan Diragukan
Mengenal Omega Centauri, Gugus Bintang Paling Terang dan Padat
115 Penerbangan Jet Komersial Korea Selatan Terganggu Balon Sampah Korut, 10.000 Penumpang Pesawat Terdampak
Hujan Badai di China Picu 242.000 Orang Dievakuasi, Ketinggian Air Sungai Yangtze Kian Mengkhawatirkan
Tak Tampil Maksimal di Debat Perdana Capres 2024, Joe Biden Ngaku Jet Lag
Euro 2024
Cristiano Ronaldo Mau Pensiun? Euro 2024 Jadi Laga Terakhir Membela Portugal
Manchester United Naksir Bintang Turki di Euro 2024, Harganya Masih Murah Meriah
Daftar Tim 8 Besar Euro 2024 Beserta Ranking Masing-masing, Cek di Sini
Di Istanbul, Suporter Sambut Meriah Kemenangan Turki atas Austria
Berita Terkini
10 Fakta Unik Bandara Dunia, Ada yang Terpencil hingga Mengapung di Laut
Pedagang Pasar Protes soal Larangan Jualan Rokok 200 Meter dari Zona Sekolah
Fraksi PKS DPR RI Serukan Negara di Dunia Bersatu Wujudkan Kemerdekaan Palestina
Saksikan Sinetron Di Antara Dua Cinta di SCTV Episode Rabu 3 Juli 2024 Pukul 21.30 WIB, Simak Sinopsisnya
Status Gunung Marapi Diturunkan, PVMBG Minta Masyarakat Tak Mudah Sebar Hoaks
Jadi Megaproyek Perdana, Donald Trump Mau Bangun Gedung Mewah di Arab Saudi
ONE Fight Night 23 Hadirkan Duel Oppa Korea Lawan Jagoan dari Dagestan
Tips Ampuh Agar Kulit Tidak Kering dan Tetap Sehat
UNVR Beli Mesin Produksi Kecap, Segini Nilainya
6 Lagu Karya SBY yang Pernah Dilantunkan Penyanyi Top Tanah Air, Siap Ramaikan Pestapora 2024
Investor Asing Beli Saham, IHSG Melesat 1% Hari Ini 3 Juli 2024
Dirjen Hubdar Buka Suara soal Terminal Tipe A yang Sepi Penumpang
Impor Keramik Asal China Meresahkan, Industri Lokal Minta Minta Pemerintah Gerak Cepat
Benarkah Permen Karet Butuh Waktu 7 Tahun untuk Dicerna Jika Tertelan? Ini Penjelasannya