uefau17.com

Makanan Berat Tradisional dengan Cita Rasa Khas Nusantara - Lifestyle

, Jakarta Makanan berat tradisional Indonesia memiliki beragam variasi dan cita rasa yang khas dari setiap daerah. Makanan berat tradisional Indonesia menggunakan aneka rempah yang lengkap, seperti jinten, jahe, lengkuas, cabai, kencur, dan terasi, yang memberikan cita rasa yang khas dan lezat. Makanan berat tradisional Indonesia sering kali menggunakan bahan-bahan lokal yang khas dari daerah tersebut, seperti nangka untuk gudeg, ikan untuk pempek, dan daging sapi untuk rendang.

Selain itu, beberapa makanan berat tradisional Indonesia memerlukan proses memasak yang khas, seperti rendang yang dimasak suhu rendah dalam waktu lama dengan menggunakan aneka rempah-rempah dan santan. Beberapa makanan berat tradisional Indonesia juga memiliki cita rasa manis dan gurih yang khas, seperti gudeg yang dibuat dengan cara merebus nangka hingga empuk bersama santan, gula aren, daun salam, dan lengkuas.

Bukan itu saja, beberapa makanan berat tradisional Indonesia juga menggunakan bahan tambahan khas, seperti oncom bakar pada karedok, yang memberikan cita rasa yang khas dan berbeda. Lantas, apa saja makanan berat tradisional dengan cita rasa khas Nusantara ini?

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Makanan Berat Tradisional dengan Cita Rasa Khas Nusantara

Rendang

Makanan berat tradisional pertama dengan cita rasa khas nusantara adalah rendang. Ciri khas rendang terletak pada penggunaan bumbu dan rempah yang khas dari daerah Sumatera Barat. Bumbu-bumbu yang digunakan dalam rendang mencakup lengkuas, serai, daun aromatik seperti daun jeruk, daun kunyit, kapulaga, kayu manis, cengkeh, jintan, dan rempah lainnya, yang semuanya dicampur dengan santan.

Proses memasaknya yang lama membuat rendang memiliki tekstur daging yang sangat empuk dan cita rasa yang gurih, pedas dan kaya akan rempah. Rendang juga dikenal karena santan yang digunakan dalam jumlah banyak dan pekat, yang hampir ditemui di semua menu masakan Padang, seperti rendang, gulai, asam padeh, dan kalio.

Asal mula nama "rendang" berasal dari kata "marandang" yang bermakna "secara lambat". Rendang dan masyarakat Minangkabau tidak dapat dipisahkan, dan rendang telah menjadi identitas tersendiri dalam menyambut hari-hari besar seperti memasuki bulan puasa dan lebaran. Rendang merupakan masakan tradisional dari Minangkabau, Sumatera Barat, yang dihasilkan dari proses memasak yang dipanaskan secara berulang-ulang menggunakan santan kelapa, memakan waktu sekitar empat jam.

Rendang juga memiliki filosofi yang mendalam dan menduduki kasta yang paling tinggi di antara hidangan lain, sering disebut sebagai kepalo samba atau induknya makanan dalam tradisi Minangkabau. Orang-orang perantauan dari Sumatera Barat biasanya membawa rendang sebagai bekal, dengan dibungkus dalam daun pisang, karena makanan ini bisa bertahan cukup lama, bahkan hingga satu bulan.

Rendang juga telah menyebar ke berbagai daerah di Indonesia dan negara lain di dunia, terutama ketika masyarakat Minang yang merantau mendirikan rumah makan khas Minang atau Rumah Makan Padang. Selama ini mungkin banyak yang berpikir bahwa rendang hanya bisa dimasak dengan daging sapi. Faktanya, ada banyak daging yang bisa digunakan untuk membuat rendang, seperti daging bebek, daging ayam, daging kerbau, dan bahkan kerang. 

Rendang juga telah menjadi salah satu makanan berat tradisional Indonesia yang mendunia. Rendang telah diakui sebagai salah satu makanan paling lezat di dunia dan masuk dalam daftar 50 makanan terlezat versi CNN Travel.

Gulai Belacan

Makanan berat tradisional berikutnya adalah Gulai Belacan. Hidangan khas dari Riau ini terbuat dari campuran udang yang dimasak bersama bumbu dan rempah khas Melayu. Cita rasanya cenderung pedas dan gurih karena menggunakan tambahan cabai rawit. Bumbu utama yang digunakan dalam Gulai Belacan meliputi belacan (terasi), asam jawa, santan, lada, kemiri, bawang merah, bawang putih, dan petai. Gulai Belacan memiliki rasa manis, pedas, gurih, dan asem yang unik, serta memiliki aroma khas rempah-rempah Indonesia. Gulai Belacan juga dapat disajikan dengan berbagai variasi, termasuk menggunakan ikan sebagai bahan utama.

Keunikan masakan ini terletak pada penggunaan udang pilihan yang dimasak dengan aneka rempah-rempahan, menciptakan cita rasa yang unik dan khas. Keunikan rasa, bahan-bahan yang digunakan, dan proses memasak yang hati-hati menjadikannya salah satu warisan kuliner yang patut dijelajahi saat mengunjungi Riau. Gulai Belacan juga dikenal sebagai Gulai Cincang dan memiliki cita rasa yang kaya dan menggoda selera. 

Gulai Belacan menggunakan belacan atau terasi sebagai salah satu bumbunya, memberikan cita rasa kuat dan warna merah pada sajian ini. Santan dan air asam jawa juga digunakan dalam resep Gulai Belacan, melengkapi bumbu lain seperti lada, kemiri, bawang merah, dan bawang putih. Bahan lain yang sangat khas Indonesia dan digunakan dalam Gulai Belacan untuk memberikan aroma dan rasa khas adalah petai. 

Gulai Belacan dapat dibuat dengan berbagai variasi, termasuk menggunakan udang, daging ayam, dan ikan. Untuk versi Gulai Belacan Udang, disarankan menggunakan udang ukuran sedang atau besar. Hidangan ini juga menggunakan ikan cincang, biasanya ikan patin atau ikan baung, yang memberikan tekstur lembut dan rasa yang menyatu dengan bumbu gulai. Daun kemangi sering digunakan dalam Gulai Belacan untuk memberikan sentuhan segar dan aroma yang unik. 

Biasanya, Gulai Belacan disajikan dengan nasi atau lontong sebagai pendampingnya. Anda dapat menikmati makanan berat tradisional Indonesia ini dengan mencampurkan kuah gulai yang kental dengan nasi atau lontong, serta menambahkan potongan udang dan bumbu-bumbu lainnya untuk menciptakan cita rasa yang lezat dan kaya. Selain itu, Gulai Belacan juga dapat disantap dengan tambahan lauk seperti telur rebus, potongan sayuran, atau bahan pelengkap lain sesuai selera

Pempek

Selanjutnya ada pempek yang juga termasuk makanan berat tradisional Indonesia lainnya. Pempek berasal dari Palembang, Sumatera Selatan, dan memiliki sejarah yang kaya. Pada masa Kesultanan Palembang, pempek disebut "kelesan", yang merupakan panganan adat di dalam Rumah Limas yang dapat disimpan lama. Sejarah pempek tercatat dalam buku berjudul "Sejarah dan Kebudayaan Palembang: Rumah Adat Limas Palembang" yang ditulis oleh M Akib, RHM. 

Pempek telah ada sejak abad ke-16 di Palembang, yang berarti sekitar 400 tahun yang lalu. Pempek mulai dijual secara luas pada masa pemerintahan kolonial Belanda oleh orang-orang keturunan Tionghoa yang pandai berdagang. Nama "pempek" sendiri berasal dari bahasa Tionghoa, dan para penjual kelesan di masa itu dikenal dengan panggilan "Apek" atau "pek-pek".

Di balik kelezatannya, pempek mengandung 4 filosofi yang dapat mengubah hidup seseorang menjadi lebih baik. Nama "pempek" populer di Palembang karena diyakini dulunya pempek dijual oleh orang Tionghoa yang dikenal sebagai "Apek". Pempek terbuat dari olahan tepung sagu dan ikan. Jenis ikan yang digunakan bervariasi, namun ikan tenggiri menjadi pilihan umum. Pempek biasanya disajikan dengan kuah cuka yang kaya rasa manis dan asam, yang dikenal sebagai kuah cuko.

Selain itu, kadang-kadang hidangan ini juga disantap bersama mie kuning dan potongan mentimun untuk menyeimbangkan rasa asam dari kuah cuko. Ada berbagai jenis pempek, termasuk pempek kapal selam, pempek lenjer, pempek adaan, dan pempek dos, masing-masing dengan karakteristik dan cara penyajian yang unik. Seiring waktu, pempek juga telah dijual di berbagai kota Indonesia dan menjadi makanan favorit di luar Palembang

Gudeg

Tak kalah menggoda ada gudeg yang juga termasuk makanan berat tradisional Indonesia. Gudeg adalah makanan tradisional yang terbuat dari nangka muda dan telah ada sejak zaman Kerajaan Mataram Islam. Meskipun asal usul nama dan sejarah singkatnya belum sepenuhnya diketahui, gudeg telah menjadi makanan yang terkenal sejak lama, terutama di Yogyakarta. Bahkan, keberadaannya dianggap memiliki potensi besar dan penting, bahkan sebagai senjata untuk membangun bangsa.

Gudeg memiliki cita rasa yang unik, yaitu gurih, manis, pedas, dan menggunakan sayur serta lauk pauk, sehingga tidak hanya mengenyangkan tetapi juga bergizi. Gudeg disukai oleh banyak orang, tidak hanya di Yogyakarta dan sekitarnya, tetapi juga oleh masyarakat daerah lain.

Profesor dan peneliti di Pusat Kajian Makanan Tradisional, Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM, Murdijati Gardjito menjelaskan bahwa gudeg sudah ada sejak awal Yogyakarta dibangun, bahkan sejak zaman Kerajaan Mataram Islam. Gudeg telah mengalami beragam inovasi rasa, dan beberapa penjual gudeg terus berinovasi untuk tetap eksis di tengah tumbuhnya bisnis kuliner di Yogyakarta. Hal ini menunjukkan bahwa gudeg terus berkembang dan tetap menjadi bagian penting dari kuliner tradisional Indonesia.

Gudeg dibuat dari nangka muda yang direbus selama beberapa jam dengan gula kelapa dan santan. Bumbu tambahan seperti bawang putih, bawang merah, kemiri, biji ketumbar, lengkuas, daun salam, dan daun jati memberikan cita rasa manis dan khas. Gudeg dapat disajikan dengan berbagai lauk pendamping seperti telur, ayam, tahu, tempe, dan sambal goreng krecek.

Ada beberapa jenis gudeg, termasuk gudeg basah dan gudeg kering, serta variasi gaya Yogyakarta, Solo, dan Jawa Timur. Gudeg sering dikemas menggunakan besek, yaitu wadah berbentuk segi empat yang terbuat dari anyaman bambu, sebagai oleh-oleh khas Yogyakarta. Dengan cita rasa manis legit dan sejarahnya yang kaya, gudeg telah menjadi ikon kuliner khas Yogyakarta yang populer di Indonesia dan diakui oleh banyak wisatawan.

Pendap

Makanan berat tradisional lainnya adalah Pendap. Secara umum Pendap adalah makanan khas dari Provinsi Bengkulu yang terbuat dari ikan, parutan kelapa, rempah, dan daun talas. Hidangan ini memiliki cita rasa pedas dan gurih, serta aroma khas daun talas yang menjadi pembungkusnya. Proses memasak pendap membutuhkan waktu yang cukup lama, sekitar delapan jam, untuk memastikan ikan benar-benar masak dan bumbu menyerap, serta agar daun talas tidak lagi menyebabkan rasa gatal pada kulit.

Pendap juga telah menembus pasaran di beberapa kota di Indonesia dan pasar mancanegara seperti Australia, Belgia, Jepang, dan negara lainnya. Hidangan ini juga populer di kalangan wisatawan, dan bahkan menjadi salah satu makanan favorit Presiden Pertama Indonesia, Ir. Soekarno, saat menjalani masa pengasingan di Kota Bengkulu sejak 1938 hingga 1942. Dalam proses pembuatannya, pendap menggunakan daun talas sebagai pembungkusnya dan diikat dengan tali rafia. Sementara dalam penyajiannya, pendap biasanya dimakan dengan nasi hangat.

 

3 dari 3 halaman

Makanan Berat Tradisional dengan Cita Rasa Khas Nusantara

Sate Padang

Makanan berat tradisional dengan cita rasa khas nusantara lainnya adalah Sate Padang. Sate Padang adalah sebutan untuk tiga jenis varian sate di Sumatera Barat, yaitu Sate Padang, Sate Padang Panjang, dan Sate Pariaman. Namun, istilah "sate Padang" tidak digunakan di Sumatera Barat, yang hanya merujuk pada sate daging, lidah, dan jeroan. Istilah ini lebih umum digunakan di luar Sumatera Barat. 

Sate Padang umumnya terbuat dari daging sapi yang dipotong kecil-kecil, dengan tambahan jeroan seperti usus, paru, dan jantung sapi. Di Medan, banyak Sate Padang juga menggunakan daging ayam, kambing, domba, dan kambing.

Ciri khas utama Sate Padang adalah kuahnya yang kental berwarna kuning, terbuat dari campuran tepung beras, kaldu sapi, kunyit, jahe, bawang putih, bawang merah, serai, ketumbar, lada, dan garam. Di Medan, sate padang juga disajikan dengan taburan bawang goreng di atasnya, serta lontong sebagai pelengkap. 

Terdapat tiga jenis Sate Padang, masing-masing dengan karakteristik rasa dan tampilan yang berbeda. Sate Padang Panjang memiliki kuah berwarna kuning, sementara Sate Pariaman memiliki kuah berwarna merah. Rasa kedua jenis sate ini juga berbeda. 

Sate Padang telah menjadi populer di Indonesia, bahkan di luar Sumatera Barat. Kelezatannya dan variasi rasa serta tampilannya telah menarik minat masyarakat dari berbagai daerah. Sate Padang umumnya disajikan dengan ketupat sebagai teman wajib.

Mie Aceh

Mie Aceh juga termasuk makanan berat tradisional Indonesia lainnya. Mie Aceh adalah hidangan mi khas dari Aceh yang memiliki cita rasa yang sangat pedas. Hidangan ini menggunakan bahan utama mie kuning tebal, yang dicampur dengan bumbu-bumbu spesial khas Aceh. Mie Aceh tersedia dalam dua variasi; mie aceh goreng, yang digoreng dan kering, dan mie aceh kuah yang berkuah.

Mie Aceh biasanya disajikan dengan irisan daging sapi, daging kambing, atau makanan laut seperti udang dan cumi, dengan kuah sup sejenis kari yang gurih dan pedas. Mie Aceh menggunakan mie kuning yang tebal dan dibuat sendiri, dengan cita rasa yang cukup pedas dan aroma rempah yang sangat kuat. Bumbu-bumbu khas Aceh yang digunakan dalam penyajiannya memberikan rasa yang unik dan kuah yang kental.

Mie Aceh merupakan salah satu makanan Tanah Rencong yang legendaris dan tersebar ke berbagai daerah nusantara. Hidangan mi khas dari Aceh ini menunjukkan sejarah budaya masyarakat Aceh dan pengaruh asing yang membentuk wilayah Aceh serta peran historisnya sebagai pelabuhan utama di daerah tersebut.

Kuah berbasis kari merupakan pengaruh dari masakan India tetangga, sementara mi tersebut merupakan pengaruh Tionghoa. Preferensi terhadap makanan laut menunjukkan lokasi geografis Aceh yang dikelilingi oleh Selat Malaka, Laut Andaman, dan Samudra Hindia, serta gaya hidup mayoritas penduduk Aceh sebagai pedagang, petani, dan nelayan.

Terdapat mitos yang menyebutkan bahwa Mie Aceh mengandung bumbu ganja sebagai penyedap rasa, namun hal ini tidak benar dan merupakan sebuah mitos belaka. Mie Aceh merupakan hidangan mi khas yang terkenal dengan cita rasa pedas dan rempah-rempahnya yang khas. Mie Aceh umumnya disajikan dengan taburan bawang goreng dan disertai dengan emping, kacang tanah, dan irisan mentimun.

Hidangan ini telah menyebar ke sebagian besar kota-kota besar di Indonesia dan juga negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Australia. Mie Aceh merupakan salah satu kuliner khas yang sangat terkenal dan digemari banyak orang, dengan cita rasa pedas dan rempah yang khas.

Empal Gentong

Selain itu, ada Empal Gentong yang juga masuk dalam daftar makanan berat tradisional Indonesia lainnya. Empal gentong adalah hidangan khas Cirebon yang terbuat dari isian daging sapi atau kerbau yang dimasak dengan bumbu rempah khusus dan kuah santan sehingga memiliki rasa yang sangat gurih.

Hidangan ini telah ada sejak abad ke-15 Masehi dan memiliki kaitan dengan cerita rakyat Cirebon serta tradisi lisan yang diceritakan secara turun temurun. Empal gentong dulunya pernah digunakan sebagai alat penyebaran ajaran Islam di Cirebon, karena pada masa tersebut, Sunan Gunung Djati melakukan penyebaran agama Islam di Cirebon dan daerah sekitarnya.

Empal gentong terbuat dari campuran daging dan jeroan sapi dalam kuah santan bumbu kuning. Kuahnya berwarna kekuningan dan menggunakan daging sapi sebagai isiannya. Cita rasanya gurih, sementara tekstur kuahnya kental karena menggunakan santan. Empal gentong juga bisa ditambah dengan jeroan seperti hati, usus, dan babat.

Secara tradisional, empal gentong dimasak dengan kayu bakar, dan wadah untuk memasak hidangan ini terbuat dari tanah liat yang disebut gentong. Empal gentong telah menjadi salah satu kuliner khas yang sangat populer di Cirebon, dengan banyak tempat makan empal gentong yang legendaris dan terkenal di daerah tersebut. Hidangan ini juga telah menyebar ke berbagai tempat di Indonesia, termasuk Jakarta, dan menjadi favorit banyak orang.

Gatang Kenari

Ada pula makanan berat tradisional bernama Gatang Kenari. Gatang Kenari adalah hidangan khas Maluku Utara yang diolah dari kepiting hutan yang hidup di tanah Maluku Utara. Kepiting kenari, juga dikenal sebagai ketam kenari, merupakan satwa darat yang memakan buah kelapa. Hidangan ini memiliki cita rasa gurih dan umumnya disajikan dengan berbagai cara, seperti digoreng, direbus, atau dengan saus asam manis atau saus padang. 

Kepiting kenari juga tersebar di wilayah sepanjang Samutera Hindia hingga Pasifik Tengah. Gatang Kenari telah menjadi salah satu kuliner tradisional khas Maluku Utara yang populer dan menjadi daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung ke daerah tersebut.

Pertumbuhan kepiting kenari dari berbentuk larva hingga dewasa membutuhkan waktu 4-8 tahun. Populasi kepiting kenari terancam oleh perburuan yang tinggi dan perubahan iklim, serta pertumbuhannya yang lambat menjadi perhatian utama dalam pelestariannya. Untuk membuat hidangan Gatang Kenari, diperlukan kepiting kenari yang khusus.

Kepiting kenari memiliki daging yang manis dan gurih jika dibandingkan dengan kepiting lainnya. Hidangan ini umumnya dimasak dengan berbagai bumbu dan santan, serta bisa ditambahkan dengan kenari dan daun bawang. Dengan cita rasa yang istimewa dan keunikan bahan bakunya, Gatang Kenari telah menjadi salah satu kuliner khas yang sangat populer di Maluku Utara dan menjadi daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung ke daerah tersebut.

 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat