uefau17.com

Cegah Dampak Konflik Timur Tengah, Pengamat: Masyarakat Indonesia Jangan Terbelah - News

, Jakarta - Konflik geopolitik di Timur Tengah sejauh ini tidak berpengaruh pada stabilitas keamanan di Indonesia. Namun, hal itu mesti terus diwaspadai, karena perang selalu berdampak ke seluruh dunia.

“Yang perlu diwaspadai adalah masyarakat Indonesia jangan sampai terbelah karena pro Iran atau pro Israel,” kata Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana.

Pernyataan itu ia sampaikan agar konflik di Timur Tengah tidak mengganggu keamanan di Indonesia. Hikmahanto mengatakan sulit menjawab bagaimana menjaga agar konflik geopolitik di Timur Tengah tidak mempengaruhi kondisi keamanan di Indonesia.

“Soalnya perang di Timur Tengah dampaknya ke seluruh dunia. Agar tidak berpengaruh ke Indonesia, berarti tidak berpengaruh ke dunia. Satu-satunya cara ya perang harus diakhiri,” ujar dia.

Menurut dia, saat ini sudah ada pengaruh konflik di Timur Tengah tetapi ke sektor ekonomi. Sebab perang membuat adanya pelambatan ekonomi dunia. Sedangkan ekonomi Indonesia sangat terkoneksi dengan ekonomi dunia

“Kebijakan ekonomi yang berorientasi dalam negeri. Melepas ketergantungan terhadap luar negeri,” Hikmahanto bicara solusi mencegah dampak perang terhadap ekonomi Indonesia.

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bapanas Punya Strategi Cegah Harga Pangan Naik Dampak Perang Iran Vs Israel

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi menjelaskan beberapa langkah antisipasi serta solusi demi menjaga harga pangan di Indonesia di tengah kondisi geopolitik global.

“Solusinya adalah kita perlu cadangan pangan pemerintah, solusinya kita perlu menyiapkan pasca panen mendukung apa yang dikerjakan Menteri Pertanian,” kata Arief kepada wartawan usai acara Halal bi halal, Kamis (18/4/2024).

Arief menjelaskan tidak ada pihak yang bisa mengetahui Iran akan menyerang Israel dan konflik di Rusia-Ukraina berlangsung cukup lama. Maka dari itu, menurut Arief salah satu solusi untuk memitigasi dampak dari geopolitik ini adalah dengan menyiapkan cadangan pangan pemerintah.

Arief memberikan contoh negara Vietnam yang kebutuhan beras setiap tahun sebesar 21 juta tahun, tetapi produksinya mencapai 27 juta ton, sehingga ada selisih sekitar 6 juta ton.

“Di Indonesia kebutuhannya 30-31 juta ton setahun, produksinya mendekati itu, selisihnya hanya 500 ribu ton sampai 1,3 juta ton. itu hanya ekuivalen dengan 1 bulan kurang. Jadi kalau mau aman, Mentan sudah sampaikan produksi harus di atas 35 juta ton,” jelas Arief.

Adapun untuk mendorong produksi, Arief menjelaskan caranya adalah dengan intensifikasi dan ekstensifikasi.

“Food estate itu bagian dari ekstensifikasi. pupuk bagian intensifikasi karena agar produksi supaya rata-rata nasional di atas 5,2 ya pupuknya harus ada, tidak boleh telat, airnya juga harus ada. Ada pupuk, benih penyuluh, tetapi tidak ada air bisa tidak,” lanjutnya.

Selain itu, Arief menuturkan melemahnya mata uang juga bisa berpengaruh pada beberapa komoditas pangan. Arief mengungkapkan ada relaksasi dari beberapa harga produk yang memang dari luar harganya sudah tinggi, salah satunya gula. Menurutnya, gula itu dengan adanya pelarangan dari India termasuk beras itu mempengaruhi harga dunia.

"Kalau di BUMN Pak Erick meminta seluruh BUMN memitigasi dengan risiko-risiko atau stretching test sampai dengan harga berapa kalau dolarnya Rp 16 ribu; 16,2; 16,5 itu kita tuh seperti apa sih. Dampak dari geopolitik dan mata uang seberapa besar, itu namanya stretching test. Insyaallah kita bisa melewati ini semua dengan baik,” pungkasnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat