uefau17.com

Aritmia Bisa Terjadi pada Anak, Ortu Wajib Tahu Gejalanya - Health

, Tangerang Selatan Aritmia atau gangguan irama jantung, ternyata bisa dialami usia anak dan remaja. Kondisi tersebut bisa membuat kehidupan anak jadi terganggu.

Aritmia adalah gangguan yang terjadi pada irama jantung. Pasien dapat merasakan irama jantungnya terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak teratur.

Pada usia tua, gangguan irama jantung biasanya berupa detak jantung yang lamban. Bila normalnya 60-100 per menit, pada orang dengan aritmia bisa hanya 30-40 per menit seperti disampaikan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah konsultan dari Eka Hospital BSD, Ignatius Yansen Ng

Sementara itu, pada usia muda, biasanya aritmia yang timbul adalah detak jantung lebih cepat. Lalu, ada sensasi degup jantung yang kencang menjadi ciri khas dalam gangguan irama jantung ini. Bahkan pada usia anak, juga berpeluang mengalami aritmia dengan ganggua irama jantung yang cepat.

"Jadi tadi, normalnya itu 60 sampai 100 permenit, ada pasien saya usia 12 tahun saat datang ke rumah sakit denyut jantungnya mencapai 200 per menit. Ada lagi usia 14 tahun, tiba-tiba sehabis olahraga di sekolah bertahan dihitungan 180 per menit," tutur Yansen ditemui pada Senin, 27 Februari 2023. 

 

Efek Aritmia pada Anak 

Akibatnya pada usia anaknya, kehidupan sosialnya menjadi terganggu. Seperti tidak mau berangkat sekolah, tidak mau beraktifitas seperti berolahraga, atau sekedar bepergian hingga keluar kota.

Padahal, gangguan irama jantung yang mereka alami, bukan karena pola makan ataupun pola hidup yang salah. Melainkan adanya faktor genetik yang berpengaruh besar pada hal tersebut.

"Kelainan bawaan, genetik. Itu ketahuannya dengan EKG, tapi ketika saat di EKG ternyata irama jantungnya normal, maka akan ada tindakan pemeriksaan lanjutan," kata Yansen.

Jadi yang harus diwaspadai adalah, ketika seseorang memiliki riwayat orangtua yang pada usia sebelum 60 tahun sudah terkena serangan atau gangguan jantung, maka risiko akan diturunkan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Deteksi Awal

Untuk mendeteksi awal, bilamana di rumah anak mengalami lemas, pusing seperti keleyengan, hingga berdebar, maka penggunaan smart watch dengan fitur penghitung detak jantung juga sangat membantu mengukur awal.

Sebab Aritmia bisa muncul sesekali dalam sehari, sekali muncul bisa hanya beberapa menit sampai hitungan jam.

"Ada juga pasien yang selama 24 jam itu gangguan irama jantungnya terus menerus," kata Yansen.

3 dari 3 halaman

Penanganan Aritmia

Untuk penanganan aritmia dapat dilakukan dengan cara kateter ablasi.

Tindakan medis ablasi jantung adalah prosedur memperbaiki aritmia yang dilakukan dengan cara membuat jaringan parut di jantung untuk memblokir sinyal listrik yang tidak teratur dan mengembalikan detak jantung menjadi normal.

Ablasi jantung yang juga dikenal dengan nama ablasi kateter atau ablasi radiofrekuensi biasanya menggunakan kateter yang dimasukkan melalui pembuluh darah tanpa operasi agar lebih mudah dan cepat pemulihannya.

"Ada dua metode, pertama, ablasi frekuensi radio menggunakan energi panas untuk menghilangkan jaringan yang menyebabkan aritmia. Cryoablation dengan menggunakan suhu yang sangat dingin untuk menghancurkan jaringan penyebab aritmia," jelas Yansen.

Lalu, ada pula penanganannya dengan memasang alat super mini yang diberi nama pacemaker. Berfungsi untuk menstimulasi otot jantung untuk mengontrol irama jantung

Alat yang dipasang di bawah kulit di atas dada kiri, lalu kabel yang tersambung ke dalam jantung.Yang lebih canggih lagi, micra leadless pacemaker, berfungsi sama namun alat super kecil ini langsung di tanam di dalam jantung tanpa adanya kabel.

Jadi, apapun tindakan penangananya, Yansen berharap kesadaran masyarakat untuk sadar akan adanya gangguan irama jantung ini nyata adanya.

Jika sudah dirasa adanya gangguan irama jantung, harap mendatangi klinik atau UGD terdekat untuk mendapat penanganan lebih lanjut.

"Kabar bahagianya, aritmia yang menyebabkan tingkat fatal itu hanya 1 persen. Namun, sekali lagi, jika tidak ditangani dengan benar, maka akan mengganggu kualitas hidup," ujarnya. 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat