uefau17.com

Pakar: Sebaiknya Pelancong dari Tiongkok Masuk RI Harus Negatif PCR - Health

, Jakarta Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama menyarankan sebaiknya pelancong dari Tiongkok yang masuk Indonesia harus negatif tes PCR. Hal ini melihat beberapa negara lain mulai mewajibkan tes COVID-19 bagi mereka dari Tiongkok yang masuk ke negaranya.

Dikatakan Tjandra Yoga sebelumnya, kekhawatiran kasus COVID-19 yang melonjak di Tiongkok perlu diperketat pengawasannya. Terlebih lagi, bila terdeteksi bergejala saat di pintu kedatangan agar segera dites PCR dan dilakukan Whole Genome Sequencing (WGS).

Upaya tersebut dilakukan supaya strain virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 dapat diketahui. Apalagi di Tiongkok sendiri, varian Corona baru seperti BA.5 dan BA.2.75, dan BF.7 menjadi 'biang kerok' kenaikan kasus COVID-19 di sana.

"Saya awalnya menganjurkan mereka yang datang dari China diawasi 14 hari. Kalau ada gejala atau kecurigaan (gejala) segera di PCR dan kalau bisa ditambah (pemeriksaan) WGS supaya tahu strainnya (varian Corona)," terang Tjandra Yoga saat dihubungi Health melalui pesan singkat pada Jumat, 30 Desember 2022.

"Tetapi, dengan perkembangan yang ada, maka sekarang nampaknya baik kalau lebih ketat lagi, setidaknya yang datang dari China sudah harus PCR negatif."

Perkembangan situasi COVID-19 di Tiongkok, rumah sakit di seluruh distrik telah kewalahan oleh ledakan infeksi COVID-19, menyusul keputusan Beijing untuk mencabut aturan ketat yang sebagian besar telah mencegah virus, tetapi menghambat ekonomi sehingga memicu protes yang meluas.

Pemerintah Tiongkok mengumumkan pekan ini akan mengakhiri karantina wajib pada saat kedatangan, mendorong banyak orang China membuat rencana untuk bepergian ke luar negeri. Kondisi inilah yang menimbulkan kekhawatiran negara lain, yang akhirnya mengeluarkan keputusan wajib tes COVID-19 bagi pelancong dari Tiongkok.

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Cari Penyebab Kasus COVID-19 Naik

Dalam tulisannya, Tjandra Yoga Aditama membeberkan perkembangan COVID-19 di Tiongkok belum terlalu jelas tentang jumlah kasus dan kematian. Menurutnya, pemberitaan di media ada yang berbeda dengan keterangan resmi Pemerintah setempat di sana.

Hari-hari ini bahkan dikabarkan update resmi harian akan dibatasi, sehingga informasi menjadi makin sulit terkonfimasi. Kemudian WHO juga menyatakan masih butuh informasi lebih rinci tentang situasi yang terjadi, tulisnya pada Rabu, 28 Desember 2022.

Jika ada peningkatan kasus COVID-19 gawat dan kematian sementara cakupan vaksinasi 89 persen di Tiongkok, maka lanjut Tjandra Yoga, dua kemungkinan.

Efikasi vaksin mungkin sudah turun, mungkin saja ada varian/sub varian baru yang dapat menghindar dari proteksi vaksin, katanya.

Ditambahkan Tjandra Yoga, agak tidak terlalu jelas juga kalau dihubungkan dengan pelonggaran kebijakan. Ini karena waktunya relatif dekat sekali dengan berita kenaikan kasus COVID-19.

Dengan Omicron yang ada sekarang, maka banyak negara di dunia yang juga longgar kebijakannya -- dan mungkin juga tidak tinggi-tinggi amat data kekebalan alamiah penduduknya -- tetapi tidak mengalami kenaikan ICU dan kematian seperti yang diberitakan di China, tambahnya.

3 dari 4 halaman

Tingkatkan Pengawasan Pendatang

Tjandra Yoga Aditama juga menulis, jika banyak warga Tiongkok yang terinfeksi COVID-19, alasan itu bisa diterima masuk akal.

Kalau tentang jadi banyak yang tertular karena kebijakan pelonggaran, maka itu dapat diterima. Karena walaupun cakupan vaksinasi tinggi, penularan dapat tetap terjadi, apalagi kebijakan tadinya mungkin amat ketat dengan zero death (nol kematian) dan sekarang jadi longgar, lanjutnya.

Melihat lonjakan COVID-19 di Tiongkok, Tjandra Yoga memberikan usulan yang dapat dilakukan Pemerintah Indonesia. Usulan tersebut antara lain:

  • Kementerian Kesehatan melakukan analisa mendalam dan rinci agar dapat menjelaskan apa yang terjadi di China, khususnya tentang efikasi, proteksi vaksin, bentuk dan dampak kebijakan pelonggaran terhadap kenaikan kasus
  • Meningkatkan pengawasan bagi pendatang dari China, termasuk kemungkinan kejadian penularan dan juga sampai ke analisa Whole Genome Sequencing
  • Pertukaran informasi secara diplomasi kesehatan internasional, baik bilateral dengan China atau menggunakan kerangka ASEAN - China (karena Indonesia sekarang memegang Keketuaan ASEAN) atau melalui pendekatan sebagai sesama anggota G20 (apalagi Indonesia baru selesai sebagai Presidensi) dan lewat WHO
4 dari 4 halaman

Warga Tiongkok Mulai Banyak Bepergian

Sebelumnya dilaporkan, masyarakat Tiongkok yang terputus dari seluruh dunia selama tiga tahun oleh pembatasan COVID-19, berbondong-bondong ke tempat-tempat perjalanan pada Selasa (27/12/2022) menjelang pembukaan kembali perbatasan, bahkan ketika infeksi COVID-19 yang meningkat membebani sistem kesehatan dan mengguncang perekonomian.

Dilansir Channel News Asia, Rabu (28/12), langkah-langkah zero COVID - dari perbatasan yang ditutup hingga lockdown berkepanjangan - telah menghancurkan ekonomi Tiongkok sejak awal 2020, bulan lalu memicu ketidakpuasan publik terbesar di daratan sejak Presiden Xi Jinping mengambil alih kekuasaan pada 2012.

Perubahan kebijakannya pada bulan Desember 2022 ini berarti virus sekarang menyebar sebagian besar tidak terkendali di seluruh negara berpenduduk 1,4 miliar orang.

Namun, statistik resmi menunjukkan, hanya satu kematian akibat COVID-19 dalam 7 hari terakhir hingga Senin (26/12/2022) memicu keraguan di antara pakar kesehatan dan penduduk tentang data pemerintah. Angka-angka tersebut tidak konsisten dengan pengalaman negara-negara yang jauh lebih sedikit penduduknya setelah dibuka kembali.

Dokter mengatakan, rumah sakit kewalahan dengan pasien 5 sampai 6 kali lebih banyak dari biasanya, kebanyakan dari mereka sudah lanjut usia. Pakar kesehatan internasional memperkirakan, jutaan infeksi setiap hari dan memperkirakan setidaknya 1 juta kematian akibat COVID-19 di Tiongkok tahun depan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat