uefau17.com

Mengenal Arabika, Jenis Kopi yang Sudah Berusia 600.000 Tahun - Global

, New York - Para peneliti menemukan bahwa kopi Arabika, kopi yang menjadi minuman wajib untuk mengawali hari, ternyata sudah berusia 600,000 tahun. Menakjubkan bukan?

Menggunakan gen-gen dari tanaman kopi di seluruh dunia, para peneliti membuat silsilah keluarga untuk jenis kopi paling populer di dunia, yang dikenal ilmuwan sebagai Coffea arabica dan oleh para pecinta kopi sebagai "Arabika".

Para peneliti mempelajari lebih lanjut tentang tanaman-tanaman ini untuk melindungi mereka lebih baik dari hama dan perubahan iklim, mereka menemukan bahwa kopi jenis ini muncul sekitar 600.000 tahun yang lalu melalui persilangan alami dari dua spesies kopi lainnya.

"Dengan kata lain, sebelum ada campur tangan dari manusia," kata Victor Albert, seorang biolog di University at Buffalo, New York, yang menjadi salah satu pimpinan studi ini, sebagaimana yang dilansir dari Associated Press, Senin (22/4/2024).

Penemuan ini memberikan wawasan baru tentang evolusi kopi arabika dan dapat membantu masyarakat dalam upaya konservasi dan perlindungan tanaman kopi di masa depan.

Tanaman kopi liar ini berasal dari Ethiopia, tetapi diyakini pertama kali dipanggang dan diseduh di Yaman mulai tahun 1.400-an.

Pada tahun 1.600-an, seorang biksu India, Baba Budan dikisahkan telah menyelundupkan tujuh biji kopi mentah kembali ke tanah airnya dari Yaman, membentuk dasar bagi dominasi global kopi saat itu.

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Memiliki Rasa yang Lembut dan Manis

Kopi arabika, yang disukai karena rasanya yang halus dan relatif manis, kini menyumbang 60-70% dari pasar kopi global dan diseduh oleh merek-merek seperti Starbucks, Tim Horton's, dan Dunkin'. Sementara itu, sisanya adalah robusta, kopi yang lebih kuat dan pahit yang berasal dari salah satu induk arabika, Coffea canephora.

Untuk menyusun kembali sejarah kopi arabika, para peneliti mempelajari genom (kromosom) dari C. canephora, induk lain yang disebut Coffea eugenioides, dan lebih dari 30 tanaman arabika yang berbeda, termasuk sampel dari abad ke-18 yang disumbangkan oleh Natural History Museum di London dan digunakan oleh ahli alam Swedia, Carl Linnaeus untuk memberi nama pada tanaman tersebut.

Populasi tanaman arabika fluktuatif selama ribuan tahun sebelum manusia mulai membudidayakannya dan berkembang pesat selama periode hangat dan basah dan kurang selama periode kering.

 

3 dari 4 halaman

Rentan Terhadap Penyakit

Masa-masa sulit karena periode kekeringan ini yang menciptakan apa yang disebut sebagai "bottleneck populasi", di mana hanya sedikit tanaman yang genetikanya mirip yang mampu bertahan.

Saat ini, hal tersebut membuat tanaman kopi arabika lebih rentan terhadap penyakit seperti karat daun kopi, yang menyebabkan kerugian triliunan rupiah setiap tahunnya.

Para peneliti mengeksplorasi susunan salah satu varietas arabika yang tahan terhadap karat daun kopi, menyoroti bagian kode genetiknya yang dapat membantu melindungi tanaman tersebut.

Studi ini mengklarifikasi bagaimana arabika muncul dan menyoroti petunjuk yang dapat membantu menjaga tanaman tersebut, kata Fabian Echeverria, penasihat Pusat Penelitian dan Pendidikan Kopi di Texas A&M University yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

4 dari 4 halaman

Mengenal Kopi Arabika Kintamani yang Punya Cita Rasa Unik

Bali menjadi salah satu pulau yang terkenal dengan keindahan alam dan struktur geografisnya yang menjadi destinasi wisata dunia. Selain keindahan alamnya, Pulau Dewata juga terkenal sebagai penghasil biji kopi arabika terbaik.

Di daerah dekat Gunung Batur, tepatnya di Kecamatan Kintamani, terdapat perkebunan kopi lokal yang menggunakan proses penanaman secara tradisional.

Kopi arabika yang berasal dari Pulau Dewata ini memiliki cita rasa serta aroma yang cenderung citrusy yang segar ditambah hint chocolaty, karamel atau brown sugar.

Kopi Kintamani ini juga tidak memiliki cita rasa atau aroma spicy atau rempah-rempah khas jenis kopi di Indonesia lainnya. Hal ini berkat proses penanamannya yang unik.

Sedangkan untuk body-nyacenderung medium dan tidak terlalu terasa pahit dengan rasa asam seperti jeruk. Hal inilah yang membuat Kopi Kintamani disukai. Selain itu, kopi yang sudah menjadi komoditi ekspor ini juga memiliki kadar kafein yang tidak terlalu tinggi.

Kopi Kintamani ditanam di ketinggian 900-1000 mdpl di dekat Gunung Batur.  Sesuai dengan filosofi “Tri Hita Karana” yang masih dilestarikan hingga kini, semua proses penanaman hingga panen dilakukan secara alami dan tradisional. “Tri Hita Karana” sendiri jika diterjemahkan menjadi tiga penyebab kebahagiaan.

Salah satunya adalah filosofi untuk menjaga keseimbangan alam. Perkebunan kopi Kintamani menjaga keseimbangan alam dengan juga menggunakan sistem irigasi subak, pupuk organik, dan tanpa pestisida. Selain itu penanaman pohonnya ditanam beriringan dengan pohon jeruk atau sayuran.

"Cita rasa serta aroma dari kopi Kintamani ini cenderung terasa citrusy, ini dikarenakan proses penanamannya yang unik dan tidak biasa,” ucap ketua kelompok petani Kopi Arabika Langit Bali,  Wayan Sukadana Yasa, dalam kegiatan penyerahan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) oleh PT Askrindo kepada para petani setempat, Kamis (22/2/2024).

 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat