uefau17.com

Naik Pesawat Wajib PCR Lagi, Pengusaha: Pemulihan Ekonomi Makin Rumit - Bisnis

, Jakarta Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran, mengkritik kebijakan Satgas Penanganan Covid-19 yang mewajibkan syarat tes swab PCR bagi penumpang angkutan udara atau pesawat. Termasuk di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, yang mulai berlaku per 24 Oktober 2021.

Maulana menilai, akan ada industri yang dirugikan dengan keluarnya regulasi tersebut. Sehingga pada akhirnya banyak pengusaha yang mencari jalan keluar untuk lebih memakai angkutan darat ketimbang pesawat agar irit ongkos.

Menurut dia, kewajiban tes swab PCR bagi calon pengguna pesawat ujung-ujungnya akan membuat kegiatan ekonomi hanya terpusat di wilayah-wilayah tertentu saja, khususnya Pulau Jawa.

"Di sini kan pada akhirnya hanya memindahkan dari satu moda transportasi ke moda transportasi lainnya. Jadi bukannya mengurangi juga, jadi hanya terkumpul di salah satu wilayah," kata Maulana kepada , Kamis (21/10/2021).

"Dengan adanya kebijakan PCR ini, tentu kegiatan-kegiatan yang sumbernya dari kementerian/lembaga nanti akan lebih tersentral di wilayah-wilayah Pulau Jawa saja, yang jarak tempuhnya tidak lebih dari 6 jam," ungkapnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ekonomi Kian Rumit

Perputaran roda ekonomi disebutnya akan berjalan rumit, mengingat untuk berkegiatan di luar daerah membutuhkan tambahan biaya berupa tes swab PCR, yang harganya bisa di atas harga pesawat.

"Dan masa berlaku tes PCR yang 2x24 jam, kalau orang 3 hari 2 malam itu tiap mau pergi lagi harus tes kembali. Hal-hal seperti ini yang harusnya dipertimbangkan juga oleh pemerintah, bahwa oke kita tidak keberatan dengan testing itu demi menjaga semuanya," tuturnya.

"Namun harga testing juga harus benar-benar yang relevan. Jangan sampai harga tersebut jadi konsumsi bisnis tersendiri dari klinik-klinik," tegas Maulana.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat