, Bandung - Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mengaku penemuan piramida di Kecamatan Bakti Raja (Bakara) Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara perlu diperjelas dan diterangkan dengan cermat.
Menurut Plt Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, M. Wafid, otoritasnya menerbitkan beberapa poin penting dalam konteks ini.
Baca Juga
"Badan Geologi, berdasarkan data yang ada, belum memiliki informasi spesifik terkait temuan piramida ini," ujar Wafid dalam siaran persnya, Bandung, Selasa, 24 Oktober 2023.
Advertisement
Wafid mengaku sebagai lembaga yang memiliki fokus pada geologi dan sejarah bumi, Badan Geologi telah mengkaji bahwa terdapat banyak keraguan tentang adanya peradaban pada periode 75 ribu tahun yang lalu, terutama pada saat terbentuknya Kaldera Toba.
Itu ditandai dengan berabagai bukti konklusif tentang peradaban pada periode ini sangat minim atau bahkan belum ditemukan sama sekali.
"Dalam kerangka penjelasan yang lebih realistik, Badan Geologi mencatat dua kemungkinan yang layak dipertimbangkan," sebut Wafid.
Kemungkinan pertama, struktur yang tampak seperti piramida mungkin adalah hasil dari triangular facet yang banyak terdapat di 'rim' Kaldera Toba.
Kedua, triangular facet mungkin terbentuk setelah pembentukan Kaldera Toba dan kemudian digunakan oleh peradaban yang muncul setelah peristiwa tersebut, sekitar 75 ribu tahun yang lalu.
"Sebagai informasi tambahan, dalam sejarah peradaban manusia, Homo sapiens melanjutkan ekspansinya dan menghuni benua Asia sekitar 60 ribu tahun yang lalu, dengan satu gelombang migrasi melalui garis pantai Samudera Hindia," terang Wafid.
Penjelasan Wafid ini mencoba untuk mengklarifikasi bahwa, sementara temuan piramida menarik, bukti yang mendukung peradaban pada periode pembentukan Kaldera Toba masih memerlukan penelitian dan penyelidikan lebih lanjut.
Badan Geologi diakui Wafid, berkomitmen untuk terus mengkaji temuan ini dengan sumber daya dan penelitian yang memadai.
* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Sejarah Kaldera Toba
Mencuplik kanal Global , Danau Toba tidak selamanya berupa badan air yang luas, dalam, indah, dengan Pulau Samosir yang muncul di tengah.
Dahulu kala, ia adalah gunung purba super (supervolcano). Apa yang kita saksikan hari ini hanyalah kaldera, yang tersisa dari erupsi besar yang terjadi sekitar 75.000 tahun lalu.
Tak diketahui ukuran persis Gunung Super Toba. Yang jelas, lubang peninggalannya menjelma menjadi Danau Toba yang panjangnya 100 kilometer, lebar 30 kilometer, dan kedalaman mencapai 505 meter. Saking besarnya bahkan bisa dilihat dari angkasa luar.
Letusan Toba adalah peristiwa kolosal. Gunung itu memuntahkan sekitar 3.000 kilometer kubik batu dan abu vulkanik yang menyebar ke seluruh penjuru Bumi.
Seperti dimuat situs NASA, aliran piroklastik atau awan yang merupakan campuran gas panas, serpihan batu, dan abu, mengubur wilayah sekitar 20.000 kilometer persegi di sekitar kaldera.
Di Pulau Samosir, tebal lapisan abu bahkan mencapai 600 meter. Abu Toba juga menyebar ke seluruh dunia. Di India misalnya, ketebalan abu diperkirakan sampai 6 meter.
Abu dan gas vulkanik Gunung Toba yang menyembur dan meledak di atmosfer, menghalangi masuknya sinar matahari. Hanya sebagian, memang. Tapi efeknya mampu menurunkan suhu global hingga 3,5 derajat. Memicu musim dingin vulkanik yang berlangsung 6 hingga 10 tahun. Dunia kacau balau. Tanaman mati, kelaparan merajalela.
Tak hanya menyebabkan kematian dalam jumlah besar, erupsi Toba juga diyakini memicu penyumbatan pertumbuhan populasi manusia. Populasi penduduk Bumi pun anjlok, diperkirakan hanya 10 ribu hingga 30 ribu orang yang mampu bertahan hidup.
Awalnya, para ahli belum menemukan bukti nyata dari anggapan tersebut, yang dikaitkan dengan variabel iklim seperti suhu dan curah hujan. Belakangan, studi teranyar yang dipublikasikan di jurnal Communications Earth & Environment telah menemukan benang merah antara erupsi Gunung Toba dan faktor penghambat pertumbuhan populasi manusia itu.
"Toba telah lama dianggap sebagai pemicu bottleneck, kata penulis hasil riset sekaligus ahli kimia atmosfer, Sergey Osipov dari Max Planck Institute for Chemistry seperti dikutip dari Daily Mail, Selasa 22 Juni 2021.
Jadi, apa pemicunya? Tim peneliti menemukan, letusan Gunung Toba menipiskan lapisan ozon dalam jumlah luar biasa. Skalanya mencapai 20 hingga 50 persen dalam kurun waktu setahun setelah erupsi. Itu pemicu masalah.
Advertisement
Analisis Emisi Erupsi Toba
Seperti dikutip dari situs natureworldnews.com, analisis emisi menunjukkan, erupsi Toba miskin sulfur atau belerang. Tapi sebaliknya, justru kaya halogen.
Temuan itu memicu kontroversi. Ada yang berpendapat, karena itu emisi gas vulkanik Gunung Super Toba bersifat non-katastropik. Namun, kehadiran halogen dalam magma sebelum erupsi terjadi, juga jumlah belerang yang terkandung di dalamnya, memicu hal sebaliknya: malapetaka.
Tim peneliti dari Max Planck Institute for Chemistry, Jerman, menggarisbawahi, halogen vulkanik dalam emisi Toba memicu hilangnya ozon dalam jumlah besar.
Padahal, fungsi ozon adalah menyerap paparan sinar ultraviolet (UV) dari Matahari ke permukaan Bumi.
Penipisan ekstrem pada lapisan ozon memicu radiasi ultraviolet yang tak terkendali (ultraviolet stress). Efeknya membahayakan kesehatan manusia dan secara negatif mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup.
Kala itu, mereka yang hidup di wilayah tropis paling terdampak. "Efeknya bisa jadi serupa dengan kondisi setelah perang nuklir," kata Osipov.
Meningkatnya radiasi berbahaya di permukaan Bumi, yang dipicu menipisnya lapisan ozon, telah diamati selama bertahun-tahun. Para ahli meyakini, radiasi UV ekstrem selama periode sekitar satu tahun bisa memicu konsekuensi serius terhadap lingkungan, ekologis. Juga berbahaya bagi kesehatan fisik dan sosial manusia.
Misalnya, hasil panen dan produk hasil laut anjlok drastis karena efek sterilisasi ultraviolet. Keluar rumah tanpa pelindung UV akan memicu kerusakan pada mata dan kulit terbakar dalam waktu kurang dari 15 menit.
"Seiring waktu, kanker kulit dan kerusakan DNA secara umum akan memicu penurunan populasi," tambah Osipov.
Aerosol vulkanik yang disemburkan Toba memang menghalangi sinar matahari dan mendinginkan Bumi. Namun, efeknya juga memperlambat pembentukan ozon.
Dampak Erupsi Toba Sampai Afrika
Bukti DNA dari Afrika tengah menunjukkan bahwa populasi manusia tiba-tiba menurun di sana sekitar 75 ribu tahun lalu. Untuk menghindari risiko bahaya, orang Afrika kala itu terpaksa meninggalkan wilayah mereka yang tak lagi layak huni.
Mereka bergerak lebih jauh, ke utara dan selatan, di mana radiasinya tidak terlalu parah.
Namun, tak semua pergi. Hasil penelitian di Afrika Selatan yang diterbitkan di jurnal Nature pada Maret 2021 menyebut, manusia di sana tak hanya bertahan hidup di tengah bencana, mereka juga berkembang setelah melalui masa-masa sulit.
Ekskavasi di dua titik di pantai di Afrika Selatan menemukan bukti aktivitas manusia sebelum dan sesudah Erupsi Toba.
Para ahli menemukan pecahan kecil kaca vulkanik di sedimen yang ada di kedua lokasi. Analisis kimia menemukan, temuan itu cocok dengan Gunung Toba, yang jauhnya 9.000 kilometer.
Di tempat yang sama juga ditemukan bekas cangkang makanan dan serpihan alat dari batu.
"Setelah erupsi Toba, intensitas populasi meningkat di sana. Orang-orang berkumpul dalam kelompok yang lebih besar atau tinggal dalam waktu yang lebih lama," kata Dr Marean, salah satu ilmuwan, seperti dikutip dari BBC.
Terkini Lainnya
Gunung Marapi Turun Status dari Siaga Jadi Waspada
Rawan Lontaran Batu Pijar, Masyarakat Diminta Jauhi Puncak Gunung Semeru Radius 5 Kilometer
Rekomendasi PVMBG Soal Gerakan Tanah di Pintukota, Kecamatan Lembeh Utara, Kota Bitung Sulawesi Utara
Sejarah Kaldera Toba
Analisis Emisi Erupsi Toba
Dampak Erupsi Toba Sampai Afrika
Badan Geologi
sumatera utara
piramida
bakara
bakti raja
Humbang Hasundutan
Rekomendasi
Rawan Lontaran Batu Pijar, Masyarakat Diminta Jauhi Puncak Gunung Semeru Radius 5 Kilometer
Rekomendasi PVMBG Soal Gerakan Tanah di Pintukota, Kecamatan Lembeh Utara, Kota Bitung Sulawesi Utara
Erupsi 3 Gunung Api dalam Sehari: Dukono-Lewotobi-Semeru, Semburkan Abu Vulkanik 700-1.000 Meter
Penjelasan Badan Geologi Soal Gempa Merusak Berkekuatan M6,0 Berpusat di Perairan Kabupaten Kepulauan Talaud
Gunung Ibu Erupsi Lagi, Hujan Pasir Sampai di Pos Pengamatan
Selama 29 Hari Gunung Ibu Tercatat Erupsi 13 Kali, Ada Dentuman hingga Lontaran Lava Pijar
Air Kawah Sempat Berubah Warna, Kini Erupsi Terjadi di Gunung Dempo
Ada Potensi Gas Beracun, Warga Diminta Tak Dekati Kawah dan Lembah Gunung Suoh
Danau Kelimutu di Ende NTT Berubah Warna Menjadi Cokelat Kehitaman, Begini Penjelasan Badan Geologi
Copa America 2024
Hasil Copa America 2024: Kolombia Jadi Juara Grup Usai Tahan Imbang Brasil, Kosta Rika Tekuk Paraguay
Link Live Streaming Copa America 2024 Brasil vs Kolombia, Sesaat Lagi Tanding di Vidio
Link Live Streaming Copa America 2024 Brasil vs Kolombia, Rabu 3 Juli Pukul 08.00 WIB di Indosiar dan Vidio
Jadwal Lengkap Copa America 2024, Hasil, Klasemen Grup A, B, C, D Cek di Sini
Prediksi Copa America 2024 Brasil vs Kolombia: Misi Hindari Uruguay
Hasil Copa America 2024: Uruguay Singkirkan Amerika Serikat, Panama Melenggang ke Perempat Final
Timnas Indonesia U-16
Rekor Pertemuan Indonesia vs Vietnam di Piala AFF U-16, Kembali Adu Penalti?
Prediksi Piala AFF U-16 2024 Vietnam vs Indonesia: Penghiburan Medali Perunggu
Jadwal Lengkap, Hasil, dan Klasemen Piala AFF U-16 2024: Timnas Indonesia Bidik Gelar Ketiga
Link Siaran Langsung Vietnam vs Indonesia di Vidio: Perebutan Peringkat 3 AFF U-16 2024
Ini Penyebab Kekalahan Lawan Australia Menurut Pelatih
Timnas Indonesia Gagal Pertahankan Gelar Piala AFF U-16, Nova Arianto Tetap Beri Apresiasi
Judi Online
Sidak Ponsel Personel Polisi di Ponorogo Antisipasi Judi Online, Apa Hasilnya?
5 Ciri Jika Kamu Sudah Kecanduan Judi Online, Segera Tangani
Pimpinan MPR Sayangkan PPATK Belum Serahkan Nama Anggota DPR Terlibat Judi Online
Gawat! 82 Persen Pengguna Internet Terpapar Iklan Judi Online
Menko PMK Pastikan Pelaku Judi Online Dihukum Berat dan Tak Dapat Bansos
Puan Minta MKD Buka Daftar Anggota DPR yang Diduga Terlibat Judi Online
Pilkada 2024
PKB Serahkan 4 Rekomendasi ke Bakal Calon di Pilkada 2024, Simak Daftarnya
Menanti Langkah PDIP Menentukan Pilihan Sosok untuk Maju di Pilkada Jakarta
Survei: Elektabilitas Helldy Agustian Tertinggi di Pilwalkot Cilegon
KPU RI Resmi Terbitkan Peraturan Anyar soal Batasan Usia Kepala Daerah, Ini Isinya
Puan Sebut PDIP Pertimbangkan Kaesang Maju Pilkada Jateng
Hasto PDIP: Coklit Ini Penting Dalam Menjamin Hak Konstitusional Warga
TOPIK POPULER
Live Streaming
Pencadangan Data Pasca Serangan Ransomeware, Kesiapan atau Keterlambatan?
Populer
Polisi Masih Selidiki Sosok Mister X Korban Mutilasi Garut Selatan
Bareskrim Periksa Mantan Gubernur Riau 3 Hari Berturut-turut, Korupsi Apa?
3 Inovasi Karya Universitas Bangka Belitung Dilindungi Hak Paten
Simak, Cara Efektif Membangun Kemampuan Sosialisasi yang Baik
Pengalaman Jadi Pustakawan Bawa Eko Kurniawan Berinovasi Kembangkan Dunia Pustaka dan Teknologi
Ketika ODGJ Larikan Mobil Keluarga di Pekanbaru, Begini Jadinya
Korupsi Dana APBK Rp394 Juta, Mantan Kepala Kampung di Way Kanan Ditangkap Polisi
6 Rekomendasi Kafe Dekat Kampus UNISBA Bandung
Kebakaran SPBU di Pati, Terdengar Suara Ledakan, 1 Mobil dan Seekor Kambing Hangus Terbakar
Kembali Digelar, Alternativa Film Project Ajak Sineas Muda Indonesia Berkompetisi
Euro 2024
Di Istanbul, Suporter Sambut Meriah Kemenangan Turki atas Austria
Dua Gol Merih Demiral Antar Turki Melaju ke Perempat Final Euro 2024
Bungkam Rumania 0-3, Belanda Raih Tiket Perempat Final Euro 2024
Jadwal Lengkap Euro 2024 dan Hasil Babak 16 Besar, 8 Besar, Semifinal, Final
Jadwal Lengkap Euro 2024, Hasil, Klasemen Grup A, B, C, D, E, F Cek di Sini
Waspada Belanda, Turki Bikin Pelatih Austria Ralf Rangnick Menyesal Tak Bisa Lanjut di Euro 2024
Berita Terkini
Kerugian Negara Akibat Korupsi Bansos Jokowi Naik Jadi Rp250 Miliar
Ini Alasan Gibran Ditemani Raffi Ahmad Blusukan di Jakarta
Top 3: Kenali Sleep Latency, Cara Agar Bisa Tidur Nyenyak
Muhadjir Setuju Mahasiswa Bayar Kuliah Pakai Pinjol, Asal Resmi Kenapa Tidak?
Menkes Budi Ungkap Alasan Datangkan Dokter Asing: Demi Selamatkan Lebih Banyak Bayi
Generasi Sandwich Adalah Penanggung Tiga Generasi, Ini Penyebab dan Cara Memutusnya
Manisnya Kahiyang Ayu Berkebaya Janggan Dampingi Bobby Nasution di Perayaan HUT Kota Medan
Top 3 Berita Bola: Bukan Lionel Messi atau Ronaldo, 5 Pemain Ini Jadi Kandidat Kuat Peraih Ballon d'Or 2024
Utang Global Sentuh USD 91 Triliun, Negara Ini Menanggung Beban Terberat
Siswi SMK di Mesuji Lampung Tewas Mengenaskan, Pelakunya Ternyata...
Pengakuan Ayu Ting Ting Setelah Batal Nikah dengan Muhammad Fardhana: Pelukan Bilqis Ringankan Bebanku
Hoaks Terkini Pembagian Hadiah yang Mencatut BRI, Simak Daftarnya Biar Tak Tertipu
PKB Akui Ida Fauziyah Potensial Jadi Cawagub Anies, Tapi Ingin Fokus DPR
6 Potret Selvi Kitty Ajak Anak Liburan di Macau, Kunjungi Tempat Wisata Ikonik
3 Kondisi Medis yang Bikin Anak Tak Boleh Dikhitan