uefau17.com

Restoran Indonesia di Luar Negeri Masih Sulit Peroleh Bahan Baku Rempah Nusantara - Lifestyle

, Jakarta - Program Indonesia Spice Up The World digaungkan sebagai upaya untuk kian mempromosikan lebih luas lagi beragam rempah Nusantara. Program ini juga diharapkan dapat mengembangkan dan menguatkan restoran Indonesia di luar negeri.

"Program yang diluncurkan Presiden Jokowi, Spice Up the World terus kita dorong dengan target 2 miliar dolar (AS) ekspor rempah kita dan 4.000 restoran yang berjejaring sampai 2024. Ini ada beberapa aktivasi, tapi kita perlu melandasi berbasis data dan evidence," kata Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno dalam "The Weekly Brief with Sandi Uno" yang digelar secara hybrid, Senin, 13 November 2023.

Terkait hal tersebut, Deputi Bidang Kebijakan Strategis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Dessy Ruhati mengatakan menurut kajian pihaknya, saat ini di dunia, restoran Indonesia paling banyak di Belanda sebanyak 295 restoran. Restoran Indonesia juga tersebar di Australia sebanyak 162 restoran, di Amerika Serikat ada 89, Malaysia ada 70, dan Jepang 66 restoran.

"Berdasarkan kajian yang kami lakukan bersama BRIN bahwa usaha restoran yang ada di luar negeri ini masing-masing mempunyai tipologi yang khas, yaitu pemilik restoran juga berperan sebagai pengelola restoran, kemudian usahanya berupa restoran itu sendiri, ada yang pop-up, all you can eat, food court, dan cloud kitchen," katanya.

Konsumennya pun berasal dari Warga Negara Indonesia (WNI) dan warga setempat. Pihaknya juga meneliti sebanyak 28 restoran Indonesia yang beroperasi di luar negeri sebagai responden.

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Bahan Baku Sulit Diperoleh

"Mayoritas restoran memiliki omzet sekitar kurang dari Rp300 juta sejumlah 43 persen, besaran pembiayaan yang dibutuhkan mereka berkisar dari Rp1 miliar sampai Rp5 miliar yang ingin digunakan membuka restoran baru dan untuk memperluas yang ada," tambahnya.

Tenor pembiayaan yang dikehendaki oleh masing-masing pemilik restoran yang juga merupakan pengelola restoran adalah 1--5 tahun dan bunga sebesar 1--3 persen. Di sisi lain, temuan penelitian ini juga mengungkap soal bahan baku rempah Indonesia.

"Terkait bahan baku, kualitas rempah dari Indonesia sangat baik, namun harganya masih mahal dan sangat sulit untuk diperoleh. Jadi, mereka membelinya dari pasar atau toko lokal maupun mengimpor langsung dari Indonesia," ungkap Dessy.

Penggunaan rempah Indonesia tentunya membuat cita rasa khas Indonesia tetap terjaga. Dari kondisi ini, pihaknya melihat peluang untuk program Indonesia Spice Up The World.

"Ini menjadi satu peluang untuk program SUTW (Spice Up The World) dalam meningkatkan ekspor rempah-rempah ke negara-negara yang memiliki banyak sekali jumlah restoran," lanjutnya.

3 dari 4 halaman

Upaya Sinergi

Dessy menambahkan, "Kami nanti akan bekerja sama dengan teman-teman Deputi V, khususnya yang memiliki pasar di Eropa, di dalam membantu pemasaran, khusus produk-produk herbal dan rempah-rempah yang tentunya ini akan membantu mengembangkan sumber daya dasar yang menjadi bahan pokok dalam membuat masakan-masakan Indonesia. Selain itu juga dengan Deputi IV, kita meminta untuk dapat melakukan pengembangan industri dalam restorasi ini sendiri."

Melalui sinergi tersebut, Dessy berharap dapat banyak melakukan model-model akses pembiayaan. "Juga memberikan bentuk skema pembiayaan apa yang sebenarnya paling tepat di dalam pelaksanaan pengembangan restoran yang kita harapkan di 2024 bisa mencapai 4.000 restoran," tuturnya.

Kepala Pusat Ekonomi Makro dan Keuangan BRIN Zamroni Salim menyampaikan bahwa dari hasil kajian yang telah dilakukan, khususnya untuk yang Penugasan Khusus Ekspor (PKE) itu sangat dibutuhkan oleh eksportir maupun distributor rempah Indonesia untuk bisa ke luar negeri. "PKE melalui LPEI ini sangat dibutuhkan oleh dunia usaha khususnya eksportir, distributor rempah, termasuk juga restoran di dunia," terangnya.

4 dari 4 halaman

Penguatan Industri Kuliner Nusantara

Sebagai orang Indonesia, sejarah rempah yang pesonanya pernah membuat para penjelajah Renaisans Eropa dan pedagang dunia rela berlayar jauh ke timur pada pertengahan abad ke-15 tentu sudah tidak lagi asing. Berbulan-bulan di atas kapal, perjumpaan dengan "Kepulauan Rempah-Rempah," sebutan Indonesia kala itu, kian dinanti.

Kendati catatan peristiwa setelah itu tidak selalu elok, satu yang tidak terbantah, Negeri Khatulistiwa merupakan salah satu rumah lusinan rempah. Mengambil "tongkat estafet" perpanjangan eksistensinya, pemerintah yang melibatkan lintas kementerian/lembaga merilis program "Indonesia Spice Up the World" (ISUTW).

Berdasarkan keterangan di situs web Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, yang dilansir Sabtu, 21 Agustus 2021, ini adalah salah satu upaya perluasan pemasaran produk bumbu atau pangan olahan dan rempah Indonesia. Di samping, menguatkan industri kuliner Indonesia dengan pengembangan restoran Indonesia di luar negeri atau sebagai bagian dari gastrodiplomasi restoran.

Sebelum berbicara tentang kampanye itu, Ketua Yayasan Negeri Rempah D. Kumoratih menjelaskan, 10 tahun terakhir, narasi "Jalur Rempah" memang sangat populer. Ini bertujuan membangkitkan lagi memori kolektif tentang Indonesia yang kaya, multikultur, dan jadi simpul pertukaran antarbudaya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat