uefau17.com

Kisah Pelaut Muslim yang Jadi Legenda Dunia, Ibnu Majid dan Ibnu Batutah - Islami

, Jakarta - Dunia Islam memiliki sejarah yang kaya akan pelaut-pelaut handal yang berkontribusi besar dalam perjalanan penjelajahan dan perdagangan laut.

Sosok pelaut dalam tradisi Islam sering kali dipandang sebagai pahlawan yang berani dan petualang yang menavigasi lautan dengan keberanian dan keuletan.

Pelaut-pelaut Muslim terkenal dari masa lampau memiliki berbagai latar belakang dan keahlian, tetapi mereka semua memiliki kesamaan dalam keberanian, , dan ketekunan.

Mereka melakukan perjalanan jauh di lautan yang berbahaya untuk berdagang, menjelajahi, dan menyebarkan agama Islam, pelaut-pelaut Muslim juga berperan penting dalam perdagangan laut dan penyebaran Islam di seluruh dunia.

Mereka membuka rute perdagangan baru dan mendirikan pelabuhan-pelabuhan yang penting di sepanjang Jalur Sutra, memungkinkan perdagangan dan pertukaran budaya antara dunia Islam dan dunia lainnya.

Dengan demikian, sosok pelaut dalam tradisi Islam tidak hanya dianggap sebagai ahli navigasi yang ulung, tetapi juga sebagai duta perdamaian dan perdagangan yang membawa pesan-pesan perdamaian, pengetahuan, dan keberagaman budaya dari satu tempat ke tempat lain.

Keberanian dan ketekunan mereka dalam menavigasi lautan membantu membentuk dunia yang kita kenal hari ini.

 

Simak Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Berikut Kisah sang Singa Laut

Berikut ini sejumlah pelaut Muslim dunia, yang terbukti memiliki kontribusi yangluar biasa dalam perkembangan Islam.

Mengutip Hidayatullah.com, berikut beberapa nama pelaut Islam yang diakui kapasitasnya.

Ibnu Majid

Pelaut Muslim ini mendapat julukan ‘Sang Singa Laut’. Ibnu Majid lahir dari keluarga pelaut. Ayah dan kakeknya terkenal sebagai muallim (Master of Navigator) dan ahli tentang Laut Merah.

Pelaut ulung yang hidup pada pertengahan abad ke-9 H/ke-15 M ini oleh orang-orang Portugis dijuluki al-Malande atau al-Marante yang berarti “Raja Laut.”

Menurut catatan Vasco da Gama, kisah pelaut Arab ini memiliki pengaruh yang luar biasa sehingga dirinya bisa melakukan pelayaran dari Tanjung Harapan di Afrika Utara sampai ke India.

Di Institut Studi Ketimuran, Leningrad, terdapat manuskrip berbahasa Arab berupa tiga bait puisi yang ditulis oleh Ibnu Majid. Puisi itu isinya menjelaskan tentang cara melakukan pelayaran di berbagai kawasan yang berbeda seperti melintasi Laut Merah, Samudra Hindia.

Manuskrip tersebut merupakan petunjuk yang sangat penting untuk melakukan pelayaran. Orang-orang Portugis tidak akan bisa melintasi Samudra Hindia tanpa bantuan Ibnu Majid karena ombak dan anginnya yang kencang.

Ibnu Majid memberikan penjelasan dan informasi berharga tentang laut yang sangat dibutuhkan oleh para pelaut. Penjelasan itu terkait dengan petunjuk-petunjuk pelayaran, seperti pengetahuan tentang jarak tempuh antara satu tempat dengan tempat lainnya, tiupan angin, kondisi medan, serta kemudahan-kemudahan yang mungkin dapat diperoleh. Dalam hal ini, Ibnu Majid tampak sebagai seorang guru dalam pelayaran.

Selain itu, ia dikenal pula sebagai seorang berpengetahuan luas di bidang pemetaan, astronomi dan geografi. Karya–karyanya dalam bidang tersebut diterbitkan dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.

Karya inilah yang dikutip oleh para sarjana baik yang berasal dari kalangan bangsa Arab sendiri ataupun dunia Islam umumnya, dan sarjana–sarjana Barat.

 

3 dari 4 halaman

Kisah Singkat Ibnu Batutah

Ibnu Batutah

Ibnu Battuta, lahir pada tahun 1304 M di Tangier, sebuah kota di dekat Selat Gibraltar, Maroko. Sejak kecil ia tertarik pada petualangan pelayaran.

Ia dikenal sebagai penjelajah ulung. Ia pernah menempuh jarak sejauh 72 ribu mil melalui lautan dan daratan. Jarak ini jauh lebih panjang dari yang dilakukan Marco Polo dan penjelajah manapun sebelum datangnya teknologi mesin uap.

Ahli sejarah lainnya seperti Brockellman menyejajarkan namanya dengan Marcopolo, Hsien Tsieng, Drake dan Magellan.

Battuta memulai perjalanannya pada umur 21 tahun dengan tujuan menunaikan ibadah haji. Ia bersama jamaah Tangiers lainnya menempuh keringnya hawa laut Mediterania di tengah teriknya daratan berpasir Afrika Utara.

Semuanya dilakukan hanya dengan berjalan kaki, menyusuri pantai Utara Afrika melewati Aljazair, Tunisia, Tripoli, Alexandria, Kairo, Jerusalem, singgah di Damaskus, Madinah dan Makkah.

Tahun 1326, ia melanjutkan perjalanan ke wilayah Iran dan Irak sekarang. Setahun berikutnya kembali ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji yang kedua, dan tinggal selama setahun di kota suci tersebut.

Tahun 1328, Battuta melanjutkan perjalanan ketiganya ke pantai Timur Afrika hingga ke kota Kilwa, sekarang Tanzania. Penjelajahannya berlanjut menuju Somalia, pantai-pantai Afrika Timur, termasuk Zeila dan Mambasa.

Kembali ke Aden, lalu ke Oman, Hormuz di Persia dan Pulau Dahrain. Di negeri Persia, Ibnu Battuta berkesempatan bertamu di kota Baghdad.

Setelah itu, ia kembali ke kota Makkah pada tahun 1332. Kemudian ia berlayar ke kota Alaya di pantai selatan Asia Kecil dengan menaiki sebuah kapal Genoa.

Ia kemudian melanjutkan perjalanan ke wilayah Asia Tengah melalui Anatolia ke Turki Asia dan singgah di Konstantinopel sebelum berlayar menyeberangi Laut Hitam ke wilayah Asia Tengah.

Perjalanan dilanjutkan ke dekat wilayah Afghanistan sekarang. Dari wilayah Sungai Volga, pada tahun 1334 M, Battuta menerobos wilayah Afghanistan melalui Kabul hingga ke Delhi, India.

Pada tahun 1342, sultan di Delhi mengutus Battuta melakukan perjalanan ke China sebagai Duta Besar. Pada tahun 1346, Battuta memulai perjalanan pulang dari Beijing, selama empat tahun perjalanan darat dan pelayaran laut, ia kembali ke kota kelahirannya Tangier di Maroko.

Pergi berkelana pada umur 21 tahun dan kembali pada umur 44 tahun, sebuah perjalanan selama hampir 24 tahun yang mengesankan.

Pada tahun 1354, Battuta kembali ke tanah kelahirannya dan menetap di Kota Fez dan berteman baik dengan sultan. Sang Sultan kagum dengan perjalanan Battuta dan memintanya menuliskannya ke dalam sebuah buku, yang dikenal berjudul Rihla atau My Travel.

Buku ini dijadikan pegangan oleh para pelaut sebelum berlayar ke sebuah tempat.

4 dari 4 halaman

Kisah Pelaut Piri Reis

Piri Reis

Ia seorang laksamana yang gagah berani. Ia lahir pada 1465 M, di Gallipoli, Turki, yang merupakan wilayah pantai. Ayahnya bernama Haci Mehmet, sedangkan pamannya merupakan seorang laksamana terkenal kala itu, Kemal Reis.

Seperti anak-anak pada umumnya yang dipengaruhi lingkungan di mana ia hidup, sejak dini ia bergelut dengan pantai dan kebiasaan untuk berlayar. Tak heran ketika umurnya baru 12 tahun, ia telah bergabung bersama pamannya, Kemal Reis.

Meski masih belia, rupanya ia sarat pengetahuan. Dan masa itu menjadi awal karir baginya untuk mengarungi lautan bersama Kemal Reis.

Selama 14 tahun sang paman memberikan bimbingannya. Sepak terjang Kemal Reis di laut lepas, membuat Kesultanan Usmani (Ottoman) memberinya kedudukan di Angkatan Laut Kesultanan pada 1494 M.

Bergabungnya Kemal Reis di angkatan laut kesultanan, membuat Piri pun akhirnya bergabung pula. Ia tetap berada di bawah komando sang paman. Selain mumpuni mengarungi hamparan air yang luas.

Ia mampu pula menuangkan rekaman perjalanannya ke dalam sebuah karya monumental yang menjadi panduan penting dalam dunia geografi dan Ilmu Pelayaran.

Setiap jeda waktu, Piri seringkali pulang ke kampung halamannya dan menuangkan rekaman perjalanannya ke dalam sebuah karya. Terbukti, pada 1513 ia mampu menghasilkan sebuah peta dunia.

Dalam karyanya itu, ia memetakan Laut Atlantik serta pantai-pantai di Eropa. Karyanya diberi tajuk I-Bahriye yang merupakan karya monumental bagi dunia kelautan.

Pada 1516 M-1517 M, Piri mendapat perintah memimpin pasukan Usmaniyah (Ottoman) melawan Mesir. Dalam kesempatan ini, ia berlayar ke Kairo melalui Nil dan kemudian menggambarkan sebuah peta dan memberikan informasi yang detail tentang wilayah tersebut.

Setelah Mesir bergabung dengan Kesultanan Usmani, Piri memiliki kesempatan melakukan hubungan personal dengan pemegang tampuk kekuasaan di sana, Yavuz Selim.

Ia memperlihatkan peta yang telah ia gambar kepada sang Sultan. Hasil karyanya itu juga ditambahkan ke dalam I-Bahriye.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat