uefau17.com

Dokter Jelaskan Soal Anemia Aplastik Seperti yang Dialami Babe Cabita Sebelum Meninggal Dunia - Health

, Jakarta - Komedian Babe Cabita meninggal dunia sehari sebelum lebaran, tepatnya pada Selasa 9 April 2024.

Setengah tahun sebelum meninggal, pemilik nama lengkap Priya Prayogha Pratama Bin Irsyad Tanjung sempat mengalami anemia aplastik.

Terkait anemia aplastik, dokter spesialis penyakit dalam Eka Hospital Permata Hijau Muhammad Pranandi memberi penjelasan.

Menurutnya, anemia adalah salah satu gangguan darah yang sering dijumpai di seluruh dunia. Kondisi ini terjadi akibat adanya penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga dapat menyebabkan terganggunya penyaluran nutrisi dan oksigen ke seluruh sel tubuh. Anemia dapat menimbulkan beberapa gejala seperti cepat lelah, sakit kepala, pusing, berdebar-debar dan sesak napas.

Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri tetapi merupakan suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh berbagai macam penyebab. Pada dasarnya, anemia disebabkan karena adanya gangguan pembentukan sel darah merah oleh sumsum tulang, kehilangan darah akibat perdarahan dan terjadi proses penghancuran sel darah merah sebelum waktunya (hemolisis).

Salah satu jenis anemia adalah anemia aplastik. Anemia aplastik terjadi akibat kegagalan dari sumsum tulang untuk memproduksi komponen sel darah. Seperti sel darah merah atau seluruh komponen darah (sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit).

“Hal ini terjadi saat tubuh berhenti memproduksi cukup sel darah baru yang tentunya berdampak pada tubuh menjadi mudah serta rentan terhadap infeksi ataupun pendarahan yang tidak terkontrol,” kata Pranandi dalam keterangan pers dikutip Sabtu (13/4/2024).

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Angka Kejadian Anemia Aplastik

Pranandi menambahkan, angka kejadian anemia aplastik dapat bervariasi di seluruh dunia dan hanya berkisar antara dua sampai enam kasus per 1 juta penduduk per tahunnya.

Insiden pada laki-laki dan perempuan jumlahnya 1 berbanding 1. Meskipun anemia aplastik ini terjadi pada semua kelompok usia, tapi puncak kejadian ada pada usia 15 hingga 25 tahun dan usia di atas 60 tahun.

Anemia aplastik diklasifikasikan menjadi tiga yaitu anemia aplastik sangat berat, anemia apalstik berat dan anemia aplastik tidak berat. Sehingga beratnya gejala yang ditimbulkan tergantung pada derajat dari anemia tersebut.

“Anemia apalstik merupakan kondisi yang jarang terjadi dan membutuhkan penanganan medis yang serius.”

3 dari 4 halaman

Kondisi yang Picu Anemia Aplastik

Lebih lanjut Pranandi mengatakan, beberapa kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya anemia apalstik adalah:

Gangguan Autoimun

Sistem kekebalan tubuh bisa menyerang sendiri sel-sel sehat pada tubuh, termasuk sel induk pada sumsum tulang.

Kontak Dengan Bahan Kimia Beracun

Kontang dengan bahan kimia beracun seperti pestisida, kimia industri, atau radiasi tinggi dapat mengakibatkan penurunan jumlah produksi sel-sel dalam sumsum tulang.

Terpapar Virus

Paparan virus seperti Epstein-Barr, dengue, tuberkulosis (milier), HIV, dan  virus hepatitis dapat menekan produksi sel-sel darah di sumsum tulang.

4 dari 4 halaman

Gejala Anemia Aplastik

Keluhan yang sering dirasakan oleh penderita anemia aplastik sangat bervariasi. Beberapa gejala yang sering ditemukan berupa:

  • Cepat lelah/badan terasa lemah
  • Perdarahan
  • Sering pusing dan berkunang-kunang
  • Jantung berdebar-debar
  • Demam
  • Nafsu makan berkurang
  • Kulit pucat
  • Sesak napas.

Anemia aplastik bisa saja bersifat jangka pendek, tapi jika tidak segera ditangani bisa menjadi kronis, yang tentunya akan membahayakan jiwa.

“Maka segera lakukan konsultasi dengan dokter spesialis guna memastikan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.”

Sampai saat ini belum ada cara khusus untuk mencegah terjadinya anemia aplastik, lanjut Pranandi. Namun, menghindari paparan radiasi atau zat tertentu bisa menurunkan risiko terkena penyakit ini, misalnya logam berat, insektisida, herbisida, dan zat beracun lain.

“Serta apabila memiliki masalah autoimun selalu konsultasikan dengan dokter spesialis penyakit dalam,” tutup Pranandi.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat