uefau17.com

Jokowi Setujui Pemberian Santunan untuk 326 Anak Korban Gagal Ginjal Akut - Health

, Jakarta Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) menyetujui pemberiam bantuan atau santunan berupa uang tunai kepada para korban Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA). Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy.

Muhadjir menekankan, Jokowi telah memberikan arahan lanjutan mengenai besaran pemberian bantuan kepada korban gagal ginjal akut yang terdampak.

Mekanisme pemberian bantuan akan dilakukan melalui Kementerian Sosial (Kemensos), yang didukung oleh data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) serta koordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tentang alokasi anggaran yang dapat disalurkan.

“Presiden telah menyetujui pemberian bantuan kepada para korban yang terdampak,” ujar Muhadjir saat memimpin Rapat Koordinasi Tingkat Menteri yang membahas tentang “Tindak Lanjut Hasil Rapat Internal dengan Presiden terkait Penanganan Korban GGAPA” di Kantor Kemenko PMK Jakarta baru-baru ini.

Bentuk Duka Cita dan Prihatin

Pemberian bantuan atau santunan dari Pemerintah itu diberikan atas dasar kemanusiaan serta bentuk kehadiran dan kepedulian negara dalam kasus GGAPA.

“Presiden Joko Widodo berkenan memberikan santunan sebagai bentuk ikut berduka cita dan juga prihatin kepada para korban gagal ginjal yang masih dapat diselamatkan, Pemerintah turut berempati,” ucap Muhadjir.

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

326 Anak Jadi Korban GGAPA

Berdasarkan data dari Kemenkes RI tertanggal 26 September 2023, tercatat jumlah korban Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) secara keseluruhan mencapai 326 anak.

Jumlah itu merupakan angka kumulatif, baik yang telah dapat disembuhkan maupun yang telah meninggal dunia. Korban GGAPA ini tersebar di 27 Provinsi dengan kasus tertinggi berada di Provinsi DKI Jakarta.

Menurut hasil pemeriksaan yang dilakukan, penyebab kasus GGAPA diduga karena mengalami keracunan senyawa EG (Etilen glikol) dan DEG (Dietilen glikol) yang biasa dipakai sebagai pelarut dalam obat cair atau sirup.

3 dari 4 halaman

Penegakan Hukum Tetap Jalan

Muhadjir Effendy melanjutkan, bahwa keputusan class action tidak akan berpengaruh terhadap santunan yang akan diberikan oleh Pemerimtah. Sedangkan, proses hukum terhadap industri yang terlibat kasus Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) ini akan segera diselesaikan melalui pihak kepolisian.

“Penegakan hukum harus tetap jalan agar betul-betul bisa memberikan rasa keadilan karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak mengenai obat-obatan,” lanjutnya.

Pelanggaran HAM Kasus GGAPA

Komisioner Komnas HAM RI Putu Elvina pada Rabu (29/3/2023) menyampaikan sejumlah pelanggaran hak asasi manusia atas kasus GGAPA pada anak di Indonesia.

Beberapa hak yang tidak terpenuhi antara lain hak untuk hidup, hak atas kesehatan, hak anak, dan hak memeroleh keadilan. Hak lain yang dilanggar, yaitu hak atas pekerjaan dan hak atas jaminan sosial, hak atas informasi, hak konsumen, dan pelanggaran terhadap prinsip bisnis dan hak asasi manusia.

Salah satu perwakilan keluarga korban, Siti Suhadiyati meminta tanggung jawab Pemerintah atas penyelasaian masalah GGAPA.

"Jangankan santunan, berkunjung saja belum, saya sangat berharap ayo pemerintah lihat kami, jangan selalu bahas santunan coba temui kami, lihat bagaimana kondisinya," ungkapnya dalam diskusi publik dan media briefing "Perkembangan Terkini Obat Beracun" yang diselenggarakan Tim Advokasi Kemanusiaan.

"Ayo lihat kami, anak-anak yang masih berjuang, jangan selalu bilang tidak ada anggaran itu menyakiti hati kami."

4 dari 4 halaman

Dapatkan Akses Kesehatan Secara Optimal

Menyinggung pemulihan kesehatan bagi korban anak yang mengalami gagal ginjal, Putu Elvina mendorong jaminan terhadap akses untuk mendapatkan kesehatan secara optimal.

Dalam konteks pelindungan anak, ujarnya, negara harus mempersiapkan level tertinggi untuk warganya untuk mendapat hak mendapat jaminan pemenuhan kesehatan.

“Tapi saat level yang paling tinggi, yang diharapkan keluarga korban, namun tidak kunjung didapatkan itu yang kemudian dikatakan bahwa Negara dalam kasus ini melakukan pelanggaran negara karena pembiaran (by omission),” jelasnya.

Pemenuhan Jaminan untuk Korban

Terrkait hak memeroleh keadilan, menurut Putu, tidak hanya soal proses gugatan yang saat ini sedang berproses, namun juga termasuk keadilan sosial dalam hal ini pemenuhan jaminan untuk korban dan keluarga korban.

“Korban bukan semata-mata butuh santunan, tapi negara mencantumkan dalam regulasi, hak atas kesejahteraan termasuk hak atas jaminan sosial, kalau negara gagal memenuhi jaminan sosial, artinya pada saat pihak yang paling bertanggung jawab lepas tangan," tutup Putu.

"Bicara soal kesejahteraan, jaminan sosial, itu diatur dalam undang-undang, maka tidak ada alasan untuk mengingkari mandat tersebut."

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat