uefau17.com

Sempat Masuk Daftar Obat Sirup yang Tercemar EG dan DEG, Bos Perusahaan Ini Angkat Bicara - Health

, Jakarta Pada Oktober 2022 Indonesia dihadapkan dengan kasus gangguan ginjal akut pada anak (GGAPA) yang merenggut nyawa anak.

Kasus ini dikaitkan dengan obat sirup Praxion yang kini telah dinyatakan aman. Selain Praxion, obat sirup lainnya pun terkena dampak penghentian sementara untuk mencegah bertambahnya kasus.

Di masa-masa awal hebohnya kasus GGAPA, salah satu produk Konimex masuk dalam daftar obat sirup yang diduga tercemar etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). Daftar ini pun dirilis oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Terkait hal ini, CEO Konimex Group Rachmadi Joesoef menjelaskan, hasil tes BPOM menyatakan produk yang tercemar adalah di batch AUG22A06.

“Saya sendiri tidak tahu kenapa bisa seperti itu, karena batch yang sama itu kami lakukan uji mandiri di beberapa lab dan dinyatakan aman di lab-lab independen ini,” kata Rachmadi saat ditemui di Jakarta Selatan, Selasa 11 April 2023.

“Yang perlu diketahui juga dan sangat penting, bahwa batch tersebut itu didapatkan BPOM dari gudang kami. Batch itu tidak pernah keluar gudang, jadi seluruhnya yang ada di gudang ini belum diedarkan,” tambah Rachmadi.

Saat itu, BPOM mengambil sampel yang ada di pasaran dan yang di pabrik. Sampel dites, dan yang dinyatakan tercemar EG dan DEG hanya batch AUG22A06, batch lainnya aman. Batch AUG22A06 itu pun ketika dites di lab lain hasilnya aman, tidak seperti yang dinyatakan BPOM.

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Bahan Baku dan Standar Pembuatan Obat Sama di Semua Batch

Rachmadi juga bertanya-tanya ketika ada pernyataan bahwa selain batch AUG22A06, batch lainnya aman. Padahal dari semua batch, bahan baku dan standar pembuatan obatnya sama, tidak ada yang diubah.

“Jujur saya juga tidak tahu kenapa. Yang namanya EG DEG memang tidak boleh digunakan untuk pelarut. Kita juga tidak akan menggunakan EG DEG untuk pelarut karena tidak diperbolehkan.”

“Nah, kenapa EG DEG bisa masuk ke dalam ekosistem industri farmasi, itu adalah oknum yang melakukan pencampuran EG dan DEG dalam pelarut bernama polietilen glikol (PEG). Kalau PEG memang dibolehkan, tapi EG dan DEG tidak boleh,” jelas Rachmadi.

Perusahaannya memang menggunakan PEG sebagai pelarut obat, tapi bahan baku tersebut tidak dibeli dari oknum yang berkasus. Dengan kata lain, sumber bahan bakunya berbeda.

3 dari 4 halaman

Langkah Antisipasi agar Tak Terjadi Hal Serupa

Dengan kasus yang sempat terjadi kemarin, seluruh industri farmasi baik di Indonesia maupun di seluruh dunia mengambil pelajaran berharga.

Bagi pihak Rachmadi, kejadian ini menjadi awal untuk memperketat kualifikasi pemasok atau supplier.

“Dari dulu juga kita sudah memastikan bahwa supplier kita istilahnya tersertifikat sebagai supplier industri farmasi. Kita hanya beli bahan baku dari supplier tersertifikat dan tervalidasi sebagai supplier untuk industri farmasi. Jadi, kita tidak membeli bahan dari supplier di luar ekosistem kefarmasian.”

4 dari 4 halaman

Pembelajaran Berikutnya

Pembelajaran kedua bagi seluruh pemangku kepentingan farmasi termasuk pemerintah untuk memperketat uji bahan baku atau bahan pembantu.

“Peraturan sudah dikeluarkan bahwa semua uji quality control (QC) itu harus setiap satuan terkecil dari bahan baku. Misalnya, ada 100 atau 10gram atau 10 kontainer bahan baku, itu semuanya harus dicek lewat QC,” kata Rachmadi.

Setelah produk selesai pun harus dicek sekali lagi untuk memastikan tidak ada cemaran-cemaran berbahaya dalam produk obat.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat