uefau17.com

Long COVID pada Penyintas Omicron Diprediksi Lebih Sedikit dari Delta - Health

, Jakarta - Ketua Pokja Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr Erlina Burhan mengatakan bahwa Long COVID atau gejala yang dialami setelah terinfeksi Corona COVID-19 kebanyakan ditemukan saat kasus Delta. Sedangkan, pada kasus Omicron, belum ada data.

Long COVID banyak ditemukan saat Delta, untuk Omicron belum banyak dan belum bisa disimpulkan. Jadi, kita belum bisa melihat data-data pada Omicron,” kata Erlina dalam konferensi pers daring bersama Kemenkes RI pada Jumat, 25 Februari 2022.

Erlina berasumsi bahwa long COVID pada penyintas COVID-19 varian Omicron akan sedikit ditemukan lantaran mayoritas pasien Omicron bergejala ringan atau tanpa gejala.

“Menurut saya sih, asumsi saya akan sangat sedikit karena memang kejadian long COVID biasanya pada orang yang derajat penyakitnya sedang hingga berat atau kritis.”

“Kita tahu kan untuk Omicron ini umumnya gejalanya ringan, itulah yang menyebabkan kenapa gejala long COVID-nya saat ini tidak banyak yang melaporkan.”

Simak Video Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Saat Dominasi Delta

Pada saat varian Delta mendominasi, banyak negara melaporkan bahwa kejadian Long COVID pada penyintas mencapai 30-70 persen. Data PDPI juga menunjukkan, 30 persen penyintas di Indonesia mengalami Long COVID.

“Yang terbanyak gejalanya adalah kelelahan dan gejala ini merata di seluruh negara, rata-rata 60-70 persen. Diikuti batuk, sesak, gejala kognitif seperti pelupa, susah konsentrasi, susah tidur.”

Ia menambahkan, gejala long COVID sangat bervariasi dari orang ke orang. Gejala-gejala pasca COVID-19 juga dapat terjadi dengan durasi yang beragam. Ada yang satu hingga tiga bulan tidak sembuh. Bahkan, gejala ini dapat berlangsung hingga satu tahun atau lebih.

3 dari 4 halaman

Tatalaksana Multidisiplin

Sejauh ini para ahli sudah memiliki pedoman untuk tatalaksana long COVID yang melibatkan pendekatan multidisiplin.

“Bukan hanya dokter paru, kita juga banyak melibatkan dokter jantung karena banyak juga yang mengalami deg-degan, kecemasan. Ada juga teman-teman dari neuro, psikiater, rehabilitasi medik dan biasanya di rumah sakit besar punya tim long COVID.”

Maka dari itu, pengobatan long COVID sangat dibutuhkan, lanjutnya. Terutama latihan rehabilitasi medis dan latihan napas.

4 dari 4 halaman

Infografis Ayo Jadikan 2022 Tahun Terakhir Indonesia dalam Masa Pandemi COVID-19

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat