uefau17.com

Jerman Tuntut Warga Negara Baru dari Naturalisasi Akui Israel Tapi Punya Diaspora Palestina Terbesar di Eropa, Pelik! - Global

, Berlin - Orang-orang yang mengajukan permohonan naturalisasi di Jerman kini diharuskan untuk menegaskan hak keberadaan Israel, berdasarkan perubahan undang-undang kewarganegaraan negara tersebut.

Undang-undang tersebut, yang mulai berlaku pada hari Kamis (27/6/2024), seperti dikutip dari CNN Jumat (28/6), merupakan bagian dari perombakan kewarganegaraan yang lebih besar di Berlin ketika pemerintah bergulat dengan meningkatnya antisemitisme, meningkatnya popularitas kelompok sayap kanan, dan perdebatan sengit mengenai tanggapan mereka terhadap perang Israel vs Hamas di Gaza.

Ujian naturalisasi negara tersebut sekarang akan mencakup sejumlah pertanyaan baru, menurut pernyataan dari Kementerian Dalam Negeri Jerman.

"Menanggapi meningkatnya antisemitisme di Jerman, daftar pertanyaan dalam tes naturalisasi telah diperluas. Soal-soal ujian baru telah ditambahkan mengenai topik antisemitisme, hak negara Israel untuk hidup dan kehidupan Yahudi di Jerman," jelas Kementerian Dalam Negeri Jerman.

Perang Israel vs Hamas di Gaza, dan dukungan kuat Berlin terhadap Israel, telah memicu banyak diskusi di Jerman. Pasca serangan 7 Oktober 2024, anggota parlemen Jerman, termasuk Kanselir Olaf Scholz, menegaskan kembali bahwa keamanan Israel adalah "alasan negara" atau kepentingan nasional Jerman.

Namun suara-suara lain di negara tersebut menuduh pihak berwenang bertindak terlalu jauh, melanggar hak-hak warga pro-Palestina atas kebebasan berbicara dan kebebasan berkumpul.

Yang lebih rumit lagi mengenai aturan tersebut adalah Jerman memiliki diaspora Palestina terbesar di Eropa, yang diperkirakan mencapai 300.000 jiwa. Anggota parlemen Partai Hijau Jerman Lamya Kaddor sebelumnya mengatakan kepada CNN bahwa komunitas Muslim di Jerman merasa dikucilkan sehubungan dengan peristiwa di Timur Tengah.

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Aturan Diterapkan Secara Nasional Ikut Jejak Saxony-Anhalt

Undang-undang ini diperkenalkan secara nasional setelah negara bagian timur Saxony-Anhalt juga mewajibkan pemohon kewarganegaraan untuk mengakui hak keberadaan Israel pada Desember 2023.

Penerapan undang-undang tersebut di tingkat federal didukung oleh partai sayap kanan-tengah Christian Democratic Union (CDU) atau Persatuan Demokratik Kristen tahun 2023 lalu. Ide tersebut juga diterima dengan baik oleh partai lain di Bundestag.

Dengan perubahan ini, proses memperoleh kewarganegaraan juga dipercepat. Mereka yang bekerja di Jerman dan dianggap "terintegrasi dengan baik” kini dapat memperoleh kewarganegaraan hanya dalam waktu lima tahun, bukan delapan tahun.

Pemohon juga tidak perlu lagi melepaskan kewarganegaraan negara mereka sebelumnya – sesuatu yang dulunya merupakan persyaratan di Jerman bagi para migran generasi pertama.

 

3 dari 3 halaman

Dianggap Komitmen Jerman Modern

Menteri Dalam Negeri Jerman Nancy Faeser menyambut baik perubahan yang dilakukan pada hari Kamis (27/6) ini sebagai "komitmen terhadap Jerman modern."

"Siapa pun yang memiliki nilai-nilai yang sama dengan kami dan berupaya, kini bisa mendapatkan paspor Jerman lebih cepat dan tidak diharuskan melepaskan sebagian identitasnya dengan kewarganegaraan sebelumnya," lanjut Nancy Faeser.

"Kami juga telah memperjelasnya: Siapa pun yang tidak menganut nilai-nilai kami, tidak akan bisa mendapatkan paspor Jerman. Di sini kami telah menarik garis merah yang sangat jelas dan membuat undang-undang tersebut lebih kuat dari sebelumnya. Anti-Semitisme, rasisme, dan bentuk-bentuk penghinaan terhadap kemanusiaan lainnya mengesampingkan naturalisasi. Tidak ada toleransi untuk itu."

Reformasi ini muncul setelah laporan baru dari RIAS, sebuah organisasi yang memantau antisemitisme di Jerman, menemukan bahwa insiden antisemitisme di negara tersebut meningkat sekitar 83% tahun 2023 lalu, meningkat secara signifikan setelah serangan terhadap Israel pada tanggal 7 Oktober dan serangan militer Israel selama delapan bulan di Gaza.

Insiden-insiden ini mencakup segala hal mulai dari grafiti antisemit, ancaman, hingga serangan kekerasan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat