uefau17.com

Survei Ini Kuak Warga Singapura Makan Makanan Kedaluwarsa - Global

, Singapura- Sebagian dari Anda mungkin tidak mementingkan seberapa baik kualitas nutrisi dari makanan yang dimakan, padahal itu merupakan hal penting untuk kesehatan.

Maka dari itu, mengutip Channel News Asia, Selasa (30/8/22), Etiqa, sebuah lembaga survei online mengadakan survei literasi gizi yang melibatkan individu yang berusia 18 dan 64 tahun. Hasilnya, secara umum, sekitar 74 persen responden sudah memiliki pemahaman literasi gizi yang baik

“Berdasarkan pengalaman saya yang telah bekerja dengan orang banyak untuk meningkatkan kesehatan mereka, sekitar 50 persen warga Singapura paham akan dasar-dasar nutrisi, tetapi 50 persen sisanya memiliki pemahaman yang sangat minim tentang makanan dan fungsi-fungsinya bagi tubuh kita," kata Fiona Chia, direktur pelaksana perusahaan konsultasi nutrisi, Health Can Be Fun.

Lalu, bagaimana Hasil survei Etiqa yang dilakukan pada Mei 2022 lalu? Berikut hasilnya:

1. Banyak Orang Menghiraukan Hal Buruk

Berikut ini 5 tempat makan Zi Char yang halal, rahasia warga lokal makan enak dengan harga terjangkau di Singapura. (dok/Singapore Tourism Board (STB) Indonesia)

Dari hasil survei didapati, sekitar 93 persen orang Singapura menyadari bahwa apa yang mereka makan sekarang dapat memengaruhi kesehatan mereka di masa depan, namun mereka tidak mengambil tindakan sesuai dengan pengetahuannya.

Shirley Tan, kepala pemasaran Etiqa menyebut bahwa hal tersebut dipengaruhi oleh kriteria-kriteria makanan sehat yang ada.

"Ada persepsi bahwa makanan yang lebih sehat harus memenuhi kriteria tertentu. Misalnya, harus organik, dan ini biasanya tersedia dengan harga yang lebih tinggi,” katanya.

Selain biaya, kebiasaan makan yang buruk yang telah dibudayakan sejak muda juga menjadi salah satu faktornya. Misalnya, ada banyak dari para responden yang sudah terbiasa untuk memakan makanan cepat saji dan memakan makanan manis sebagai hadiah.

Sementara itu, Singapura juga kaya akan makanan terjangkau dan enak, “mereka biasanya tinggi garam dan minyak yang menandakan tidak sehat jika dimakan secara teratur”, kata Tan.

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

2. Semakin Tua, Semakin Banyak Konsumsi Makanan Sehat

Menurut survei Eqika, 98 persen orang Singapura ‘suka ngemil’. Perbedaannya, hanya pada seberapa sering mereka ‘ngemil’.

Ternyata, satu dari dua orang di Singapura sering  mengemil dengan intensitas tiga kali atau lebih dalam seminggu.

Sepertiga di antaranya (28 persen) ngemil setiap satu atau dua kali dalam seminggu, sementara seperlima diantaranya (21 persen) melakukannya kurang dari sekali dalam seminggu.

Jenis-jenis makanan yang paling umum mereka konsumsi untuk ngemil ialah Keripik dan kerupuk (dengan 59 persen responden); cokelat, kue, dan makanan manis (51 persen responden); dan kacang-kacangan (45 persen responden).

Semakin muda responden, semakin tidak sehat pilihan camilan mereka. Menurut survei, 80 persen dari mereka yang berusia di antara 18 dan 24 tahun mengakui bahwa mereka ngemil makanan ringan yang tidak sehat (nilai gizi rendah dan tinggi lemak, gula, dan kalori) dibandingkan dengan 37 persen dari mereka yang berusia 55 tahun ke atas.

Kelompok yang lebih tua biasanya lebih sadar akan kesehatan karena mereka tahu efek samping dari memakan makanan yang tidak sehat. Selain itu, pencernaan mereka akan memburuk seiring bertambahnya usiia, yang memaksa kita untuk memakan makanan yang lebih sehat.

“Pencernaan kita cenderung melambat karena saluran pencernaan kita kehilangan elastisitas dan fungsinya seiring bertambahnya usia. Oleh karena itu, makanan berminyak, gorengan, tinggi sodium, dan tinggi gula dapat menyebabkan masalah seperti kembung, kram, dan masalah saat buang air besar.”

3 dari 4 halaman

3.Tidak Banyak Orang Membaca Informasi Nilai Gizi di Balik Kemasan

Hampir setengah responden mengaku bahwa mereka akan membaca informasi nilai gizi di balik kemasan lebih dulu saat berbelanja makanan—tetapi 30 persen diantaranya mengabaikannya.

Menurut survei, pada kelompok yang tidak membaca nilai gizi di balik kemasan, 42 persen di antaranya adalah Gen Z atau mereka yang berusia antara 18 hingga 24 tahun.

Menariknya, responden yang berusia 25 hingga 34 tahun akan mempelajari informasi nilai gizi di kemasan makanan yang akan mereka beli, dibandingkan dengan mereka yang berusia di atas 45 tahun. Hal ini disebabkan oleh peningkatan peminat kesehatan dan kebugaran di kelompok usia yang lebih muda, kata Tan.

Membaca informasi nilai gizi di balik kemasan merupakan satu tantangan jika kita tidak memiliki pemahaman terhadap hal tersebut, kata Chia.

“Mempelajari makanan dan sumber-sumbernya dapat membantu kita memperoleh manfaat yang lebih banyak dari makanan yang kita konsumsi.”

“Misalnya, dalam makanan kaya akan karbohidrat, kita harus memperhatikan serat makanan. Dalam minyak, kita harus memperhatikan lemak jenuh yang lebih rendah dan kandungan lemak tak jenuh yang lebih tinggi. Sedangkan untuk makanan ringan, kita harus memperhatikan kadar natrium dan gula total pada kemasan,” tambahnya.

Jika penglihatan yang buruk menghalangi anda untuk berbelanja makanan yang lebih sehat, anda dapat mencari label yang lebih jelas. Misalnya, dengan memilih makanan dengan label ‘rendah gula’ atau ‘rendah sodium’, yang umumnya memiliki gula dan sodium yang lebih rendah sekitar 25 persen.

4 dari 4 halaman

4. Warga Singapura Masih Memakan Makanan Kedaluwarsa

Survey tersebut menemukan bahwa lebih dari setengah warga singapura (59 persen) tidak masalah jika mereka memakan makanan kemasan yang sudah kedaluwarsa. Dari jumlah ini, 34 persen dapat melakukannya jika makanan tersebut hanya melewati 1-3 hari tanggal kedaluwarsa, sementara 14 persen responden masih akan makanan tersebut walaupun telah lewat tanggal kedaluwarsa selama satu minggu. Lalu, 11 persen sisanya akan memakan makanan yang sudah melewati lebih dari seminggu tanggal kedaluwarsa.

Menurut Tan, ada beberapa alasan mengapa warga Singapura tetap mengonsumsi makanan yang sudah kedaluwarsa itu.

Pertama, mereka mungkin tidak menyadari efek samping dari mengonsumsi makanan yang kedaluwarsa itu.

“Hanya sedikit yang menyadari implikasi kesehatan dari mengonsumsi makanan yang sudah kedaluwarsa. Seperti yang diperingatkan oleh para ahli kesehatan, memakan makanan kaleng yang kedaluwarsa membawa infeski dari Clostridium botulinum, yang merupakan bakteri yang dapat menyebabkan kelumpuhan dan kematian.”

Kedua, mereka mungkin menilai makanan yang mereka konsumsi dari penampilan luarnya saja.

Ketiga, mereka juga mungkin tidak mengetahui perbedaan antara tanggal ‘kedaluwarsa’ dengan ‘baik sebelum dan ‘digunakan sebelum’, tambahnya.

"Makanan yang telah melewati tanggal kedaluwarsa, tidak boleh dikonsumsi sama sekali.'

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat