uefau17.com

Di G20, Indonesia dan India Bersaing Jadi Negara dengan Pertumbuhan Ekonomi Terbaik - Bisnis

, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa Indonesia telah menjadi negara dengan ekonomi berkembang yang tengah dalam persaingan dengan India untuk memegang gelar performa terbaik.

Menkeu melihat,dari pergerakan global, Indonesia telah dianggap sebagai negara ekonomi yang sudah cukup besar, stabilitasnya yang baik, inflasi di bawah 5 persen, nilai tukar yang stabil, yield dari surat berharga yang cukup kompetitif.

"Indonesia dalam artikel majalah Economist minggu lalu disebutkan, antara India dengan Indonesia ini adalah dua negara yang sekarang berlomba untuk menjadi top performer di G20 atau bahkan di dunia," ungkap Sri Mulyani dalam acara Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat 2023 yang disiarkan di laman Youtube Bappenas pada Kamis (6/4/2023).

Menkeu menyerukan, gambaran itu harus menjadi hal positif yang dijaga bersama.

"Indonesia memang mengalami pemulihan ekonomi yang relatif merata dan kuat. Broad Based dalam artian seluruh sektor sekarang recover, yang dulu disebut sebagai scaring effect atau efek luka yang mendalam akibat pandemi secara perlahan sudah sembuh, bahkan kalau kita daerah seperti Bali juga mulai pulih setelah sempat terpukul cukup dalam," jelasnya.

Kemajuan ini salah satunya didukung oleh permintaan domestik yang relatif stabil. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terus terjaga.

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Momen Lebaran dan Pemilu Bakal Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mendapatkan berkah dari momen Lebaran dan pemilihan umum (Pemilu). Dengan dua momen tersebut diharapkan pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 5 persen pada akhir 2023.

Indonesia mendapatkan sejumlah katalis positif dari dalam negeri pada 2023. Vice President of Sales and Distribution PT Ashmore Asset Management Indonesia Tbk (AMOR), Felicia Iskandar menuturkan, semester I 2023 konsumsi akan naik seiring ada momen Lebaran.

Apalagi momen Lebaran tersebut tidak ada pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Pada semester II 2023, ada momen kampanye untuk menghadapi pemilu 2024. Dengan ada pemilu dapat meningkatkan perputaran uang.

“Semester 2 kampanye, sirkulasi uang naik biasanya di bawah Rp 100 triliun, pergerakan di atas Rp 150 triliun. Perputaran uang naik, konsumsi naik, daya beli naik, pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, jadi dua katalis konsumsi tahun ini jarang ditemukan,” ujar dia, kepada , ditulis Minggu (2/4/2023).

Ia menambahkan, saat ini pemilu paling akbar karena memilih presiden-wakil presiden, kepala daerah, dan DPR serentak. Selain itu, pemilih pada pemilu 2024 akan didominasi generasi muda sehingga berdampak terhadap konsumsi. Dengan momen tersebut, Felicia prediksi berdasarkan konsensus, pertumbuhan ekonomi di kisaran 5-5,3 persen pada 2023.

“Compact dan masif dalam periode pendek, konsumsi itu akan meningkat banyak, apalagi banyak yang pilih generasi milenial dan generasi Z suka shopping. Euforia pemilu dampak ke konsumsi akan lebih intens,” tutur dia.

 

3 dari 3 halaman

Sentimen Global

Sementara itu, sentimen global seperti krisis perbankan yang terjadi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Menurut Felicia tidak terlalu berdampak. Hal ini karena solusi sudah mulai jelas dengan koordinasi bank sentral menjaga agar tidak terjadi domino effect.

“So far aman, dalam arti apa yang dilakukan bank sentral, intinya bank regional di Amerika Serikat contoh tidak bisa bayar utang mereka akan dibeli obligasi oleh bank sentral di harga par, harga beli, jadi tidak rugi,” kata dia.

Felicia menambahkan, deposan dijamin uangnya sehingga tidak hilang. “Tadinya (dijamin-red) USD 250 ribu per bank, akhirnya bank sentral jamin 100 persen, akan terus dilakukan. Global financial crisis 2008 seperti terhindarkan,” ujar dia.

Namun, sisi lain, ia melihat bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) dilematis antara menaikkan suku bunga untuk menekan inflasi. Akan tetapi, hal itu berdampak terhadap likuiditas perbankan dan berpotensi berdampak terhadap ekonomi.

“Naikin pelan-pelan tapi ibaratnya inflasi tidak turun-turun, kelihatan inflasi 6-7 persen, suku bunga setop dulu (naik-red),” kata dia.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat