uefau17.com

Berburu Sektor Saham Energi, Masih Menarik? - Saham

, Jakarta - Harga batu bara 2023 cenderung lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Adapun kenaikan harga batu bara sebelumnya ditengarai kondisi geopolitik Rusia-Ukraina, yang berbuntut pada gangguan pasokan energi di beberapa negara hingga sebabkan krisis. Indonesia, sebagai salah satu eksportir batu bara mendapat durian runtuh kala itu.

Namun, seiring membaiknya hubungan Australia-China, sempat dikhawatirkan ekspor batu bara Indonesia ke negeri tirai bambu bambu itu susut, digantikan pasokan dari Australia.

Akan tetapi, analis masih optimistis sektor ini masih menarik dengan asumsi jika permintaan dari China masih tinggi, artinya Indonesia masih memiliki ruang untuk memenuhi permintaan dari China.

"Jadi sektor tambang, seperti Adaro itu underperform, harga batu bara saat ini sudah lewat bottom. Dari sisi tekanan harga energi sudah berkurang. Mungkin ada upside karena di beberapa negara restock gas. Jadi ada support di market," jelas Analyst CGS-CIMB Sekuritas Indonesia, Peter Sutedja dalam Money Buzz, Selasa (18/4/2023).

"Adaro menarik di harga saat ini. ITMG, harga agak netral setelah sempat di-sell off habis ex dividen. PTBA masih agak tinggi karena investor masih tunggu dividen. Kita suka Adaro Energy (ADRO) dan Adaro Minerals (ADMR)," imbuh Peter.

Sebagai gambaran, harga saham ADRO ditutup naik 4,9 persen ke posisi 3.000 pada perdagangan sesi I hari ini, Selasa 18 April 2023. Dalam sepekan, harga saham ADRO terkoreksi 1,64 persen. Sedangkan dalam satu tahun terakhir, harga saham ADRO masih naik 8,3 persen. Saham ADMR naik 2,8 persen ke posisi 1.100.

Dalam sepekan, harga saham ADMR turun 4,76 persen. Sedangkan dalam satu tahun terakhir, harga saham ADMR turun 45,81 persen. ITMG ditutup naik 4,73 perseke posisi 33.775. Dalam sepekan, harga saham ITMG turun 11,18 persen. Namun dalam satu tahun terakhir, harga saham ITMG masih tumbuh 16,57 persen. PTBA naik 2,78 persen ke posisi 4.060. Dalam sepekan, harga PTBA naik 2,01 persen, sedangkan dalam satu tahun terakhir harga saham PTBA naik 20,47 persen.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Prediksi IHSG hingga Akhir 2023

Sebelumnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan mencapai level 7.550 hingga akhir tahun. Analyst CGS-CIMB Sekuritas Indonesia, Peter Sutedja menjelaskan, proyeksi tersebut merujuk pada data ekonomi dalam dan luar negeri yang relatif stabil setelah sempat bergejolak karena inflasi.

Meski diakui, sempat terjadi aksi jual oleh investor asing lantara terjadi perpindahan dari ekuitas ke obligasi (bonds), namun belakangan Peter mencermati investor mulai kembali ke pasar ekuitas. Untuk sementara, Peter mengatakan investor masih memburu saham-saham dengan kapitalisasi besar (big cap).

"Fundamental kita baik. Pelemahan harga komoditas sudah diekspektasi pemerintah dan market. Tahun ini fundamental kita tidak ada yang berubah. Kalau kondisi eksternal stabil, flownya bisa balik lagi ke kita," kata dia dalam Money Buzz, Selasa (18/4/2023).

The Fed sendiri masih memiliki agenda rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pada Mei mendatang, yang diperkirakan akan kembali menaikkan suku bunga 25 bps. Di sisi lain, langkah tersebut dinilai mencerminkan keyakinan The Fed bahwa inflasi AS mulai terkendali.

"Target IHSG sejak awal 7.550. Kita suka perbankan seperti Bank Mandiri Tbk (BMRI), Bank Central Asia Tbk (BBCA), dan Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI). Konsumer ada Mayora Indah Tbk (MYOR) dan Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI)," sebut Peter.

Untuk waktu dekat, Peter mengatakan sentimen dalam negeri lebih terkait kinerja kuartalan. Setelah rilis kinerja kuartalan dirilis, investor bisa mencoba melakukan sector rotation ke sektor saham yang memiliki kinerja bagus pada awal tahun ini. "Jadi bisa rotate ke sektor lain yang hasilnya bagus seperti BFI Finance Tbk (BFIN) dan Adaro Minerals Tbk (ADMR)," pungkas dia.

3 dari 4 halaman

Membedah Instrumen Investasi yang Berpotensi Cuan pada 2023

Sebelumnya, kondisi ekonomi global yang dilanda ketidakpastian menimbulkan kekhawatiran pasar. Meski begitu, investor tampaknya sudah cukup antisipatif, merujuk pada sinyal bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (the Fed) yang diperkirakan tidak akan agresif menaikkan suku bunga, seiring inflasi yang mulai terkendali.

Vice President of Sales and Distribution PT Ashmore Asset Management Indonesia Tbk (AMOR), Felicia Iskandar menilai, tahun ini menjadi kesempatan untuk investasi pada aset-aset di pasar modal, baik obligasi maupun di pasar saham.  

"Pada semester I, karena kondisi suku bunga kelihatan cenderung akan stay atau terjadi pemangkasan dan inflasi cenderung lebih terkendali dibanding tahun lalu, akan berikan peluang dari sisi kenaikan aset interest rate sensitive seperti obligasi,” kata dia dalam Money Buzz, ditulis Rabu (29/3/2023).

Menurut dia, pada paruh pertama 2023 lebih banyak katalis positif untuk obligasi. Salah satunya mengacu pada perkiraan kapan suku bunga akan mengalami perubahan. Menurut dia, waktu terbaik untuk masuk obligasi adalah sekitar 3 bulan sebelum momentum itu.

"Momentum ideal based on historical untuk beli obligasi dengan kondisi most likely tidak ada kenaikan suku bunga, biasanya 3 bulan sebelum interest rate pick,” ujar Felicia.

Misalnya, Bank Indonesia (BI) sudah memberi sinyal tidak ada kenaikan suku bunga pada April atau Mei, maka waktu terbaik untuk masuk pasar obligasi yakni sekitar Februari agar mendapat imbal hasil maksimal.

Atau, misalnya jika BI memutuskan untuk menaikan suku bunga sekali lagi mengikuti kebijakan The Fed pada Juni atau Juli, maka waktu terbaik untuk masuk pasar saham adalah sekarang, atau sekitar Maret.

"Secara historis, kalau kita masuk di momen 3 bulan sebelum pick rate, biasanya 1 tahun kinerja obligasi bisa naik 13-15 persen return-nya,” mbuh Felicia.

4 dari 4 halaman

Katalis Positif Obligasi

Obligasi memang akan mengalami katalis positif saat suku bunga acuan mulai stabil, atau tidak lagi ada kenaikan. Sebagai contoh, felicia menjelaskan obligasi AS atau US treasury 10 tahun yang imbal hasilnya sudah turun 0,5 bps atau dari sekitar 3,8—3,9 persen menjadi 3,3–3,4 persen.

"Kalau imbal hasil turun, harga obligasi naik. Begitu juga yang terjadi dengan obligasi pemerintah RI denominasi dolar Amerika Serikat. Ini relatif diuntungkan dengan kondisi global dan suku bunga saat ini, juga untuk obligasi di rupiah,” jelas Felicia.

Sedangkan untuk paruh kedua tahun ini, Felicia mengatakan pasar saham yang akan lebih banyak mendapat sentimen positif. Hal itu merujuk pada mulai bangkitnya konsumsi jelang pemilu 2024. Sehingga pertumbuhan itu turut mengerek kinerja emiten di pasar saham.

“Semester II kita klan lihat katalis lebih ke pasar saham karena equity akan dipicu dari sisi growth karena adanya pemilu di 2024,” pungkas dia.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat