uefau17.com

Menanti Keadilan Bagi Disabilitas Musi Banyuasin, Sulitnya Salurkan Hak Pilih Saat Pemilu (2) - Regional

, Palembang - Kisah pilu dirasakan Isra (28), penyandang tunadaksa di Musi Banyuasin Sumsel. Tahun 2017 lalu, saat membongkar besi tenda di salah satu hajatan, dia tersengat aliran listrik bertegangan tinggi dari besi tenda yang tersangkut kabel PLN. Isra terjatuh di ketinggian 4 meter dan kedua tangannya terbakar.

Dia lalu dilarikan ke rumah sakit terdekat dan hampir 1 bulan lamanya dirawat. Berbagai usaha dilakukan, tetapi kedua tangannya harus diamputasi. Saat itulah, dia menjadi penyandang disabilitas tunadaksa.

Pemilu 2019 tak pernah bisa dilupakan warga Jalan Lintas Kayu Sukarame Kecamatan Sekayu Musi Banyuasin ini. Karena untuk pertama kalinya, dia mencoblos surat suara sebagai penyandang disabilitas.

Namun, proses pencoblosan yang dilakukannya, sama seperti saat kedua tangannya masih ada. Tidak ada pendamping atau orang yang membantunya mencoblos.

"Tidak ada sosialisasi bagaimana penyandang disabilitas seperti saya untuk mencoblos. Beruntungnya, saya masih bisa memegang paku untuk mencoblos memakai kedua ujung lengan saya," katanya.

Walau dia masih bisa menggunakan kedua ujung tangannya untuk mencoblos, tetapi tidak dengan penyandang tunadaksa lainnya yang kesulitan untuk bergerak. Karena di TPS tempat dia mencoblos, tidak terlihat adanya fasilitas bagi penyandang disabilitas, baik tongkat, kursi roda, dan lainnya.

Dia merasa beruntung hanya kehilangan kedua tangannya saja, tapi organ tubuh lainnya bisa digunakan, sehingga dia dengan mudah bisa ke TPS dan melakukan pencoblosan saat Pemilu 2019 lalu.

“Tapi banyak tunadaksa lainnya yang membutuhkan pertolongan. Ada yang kesulitan berjalan,sehingga tidak bisa menyalurkan hak suaranya. Padahal semua penyandang disabilitas, punya hak untuk mencoblos. Ada baiknya tim penyelenggara Pemilu 2024 datang ke rumah disabilitas, bukannya disabilitas yang datang ke TPS,” ucap bapak dua anak ini.

Jika penyandang disabilitas lainnya di Musi Banyuasin kesulitan saat menyalurkan hak pilihnya, berbeda dengan para penyandang tunarungu yang tergabung dalam Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Sekayu Musi Banyuasin Sumsel.

Terlahir sebagai tunarungu, Susanti (33), Onik (32), Adi Candra (30), dan Musyahril (30) tak pernah absen datang ke TPS untuk menyalurkan hak suaranya di setiap Pemilu di daerahnya.

Melalui komunikasi bahasa isyarat dari Silvia Damayanti, Guru Tuna Rungu SLB Negeri Sekayu Musi Banyuasin, keempat penyandang tunarungu tersebut menceritakan bagaimana mereka mencoblos dan menentukan pilihannya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Antusias Tuna Rungu

Keempat tunarungu yang kini bekerja di SLB Negeri Sekayu tersebut, mendapatkan sosialisasi tentang prosedur pencoblosan dari sekolahnya dan orangtuanya masing-masing, sehingga mereka tidak pernah golput.

“Ada yang datang sendiri ke TPS dan menyalurkan hak suaranya, ada juga yang didampingi orangtua atau pendampingnya. Selain di sekolah, mereka juga sering mendapatkan informasi dari komunitas tunarungu di sini,” ucap Silvia.

Kepala SLB Negeri Sekayu Amirigo berujar, pihak KPU Muba melakukan sosialisasi pencoblosan Pemilu di sekolahnya di Oktober 2023 lalu, yang disiarkan langsung oleh stasuin TVRI.

Sosialisasi yang dilakukan seperti pendampingan anak-anak disabilitas di SLB Negeri Sekayu yang sudah masuk usianya. Serta pendampingan bagi penyandang disabilitas yang bekerja di sekolahnya.

“Ada 10 orang pemilih pemula di sini, mulai dari tunagrahita dan tunadaksa. Para penyandang disabilitas kadang mengambil foto-foto calon yang akan dia pilih, sebagai panduan mereka saat mencoblos,” katanya.

 

Berita Sebelumnya: Menanti Keadilan Bagi Disabilitas Musi Banyuasin, Sulitnya Salurkan Hak Pilih Saat Pemilu (2)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat