uefau17.com

Viral Video Anak-Anak Gaza Ungkap Cita-Cita di Tengah Perang, Najwa Shihab Ikut Bereaksi - Lifestyle

, Jakarta - Penampakan sejumlah anak-anak di Gaza dengan segudang mimpi dan cita-cita baru-baru ini viral di media sosial. Meskipun tak ada kejelasan yang pasti kapan bisa kembali ke sekolah untuk mendapatkan pendidikan yang layak, anak-anak itu terlihat tetap semangat dan berharap suatu saat cita-citanya bisa terwujud.

Itu setidaknya terbukti dari beredarnya sebuah video yang dibagikan akun Instagram @filasteeni dan jadi viral pada Rabu, 5 Juni 2024. Dalam video terlihat sejumlah anak-anak Gaza dengan kondisi memprihatinkan karena terdampak perang dengan Israel mengungkapkan impian mereka jika kelak sudah beranjak dewasa.

Dalam video tersebut, anak-anak di Gaza itu diberi pertanyaan oleh salah seorang reporter. Terdengar reporter itu bertanya tentang keinginan mereka jika sudah besar nanti. "Kamu ingin jadi apa saat besar nanti?"

Diberikan pertanyaan tersebut, dengan polosnya anak-anak Gaza pun menjawab dengan penuh harapan seperti berikut ini.

"Namaku Najwa cita-citaku menjadi jurnalis." "Namaku Abdulah cita-citaku menjadi pilot." "Kami sepupu, kami mau menjadi polisi." "Namaku tala, cita-citaku menjadi fisioterapis."

"Namaku Siwar, cita-citaku menjadi guru." "Namaku Nora, cita-citaku menjadi jurnalis agar supaya bisa memberitahukan penderitaan kaumku."

Sontak saja unggahan video yang menampilkan anak-anak Gaza bicara soal mimpinya ini pun berhasil menuai beragam reaksi warganet, termasuk presenter Najwa Shihab. Dia turut menanggapi mimpi anak-anak Gaza yang satu di antaranya memiliki nama dan mimpi yang sama, yaitu menjadi jurnalis. Ia menanggapi dengan menuliskan nama Najwa dan memberikan emoji love berwarna merah.

 

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Dukungan Warganet untuk Anak-Anak di Gaza

"Anak-anak Gaza yang bermimpi untuk mengabdi pada rakyat dan kemanusiaannya. Kami melihatmu dan kami mencintaimu," tulis seorang warganet.

"Saya ingin Nora menjadi jurnalis dan menceritakan kepada kita semua tentang betapa indahnya negara dan rakyatnya. Betapa cantik, kuat, dan banyak akal," sahut warganet lain.

"Kami di sini untuk Anda dan semoga semua impian Anda menjadi kenyataan!" komentar warganet lainnya.

Sampai saat ini, serangan militer Israel semakin meningkat di Rafah, sebuah kota yang terletak di bagian paling selatan Jalur Gaza. Di tengah meningkatnya serangan tersebut, sebagian besar warga Gaza terpaksa mengungsi dari Rafah demi keselamatan mereka.

Melansir kanal Health Liputan6.,com, 9 Mei 2024, serangan yang terjadi di Rafah telah menarik perhatian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Menurut perkiraan WHO, sekitar 30 hingga 40 ribu orang telah meninggalkan Rafah menuju Khan Younis dan Deir al-Balah. Namun, lebih dari 1,4 juta orang masih berisiko tinggi menjadi korban serangan di Rafah, termasuk 600 ribu anak.

Dampak dari serangan tersebut juga terasa di sektor kesehatan. Salah salah satu dari tiga rumah sakit di Rafah, yaitu rumah sakit An-Najjar, terpaksa ditutup. Pasien-pasien telah dipindahkan ke tempat lain, dan staf rumah sakit telah mengeluarkan persediaan dan peralatan penting untuk melindungi mereka.

 

3 dari 4 halaman

Krisis Bahan Bakar di Gaza

Sementara itu, penyeberangan Rafah dari Mesir ke Gaza tetap ditutup, yang merupakan jalur akses utama untuk pasokan ke Gaza. Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyatakan dalam briefing media pada Rabu, 8 Mei 2024, bahwa bahan bakar yang diharapkan dapat masuk ke Gaza ternyata tidak diperbolehkan, menyebabkan krisis bahan bakar yang dapat mengancam layanan kesehatan di wilayah selatan hanya dalam waktu tiga hari.

WHO telah menempatkan sejumlah pasokan di gudang dan rumah sakit. Tapi tanpa bantuan tambahan yang signifikan, mereka tidak dapat mempertahankan upaya penyelamatan nyawa yang diperlukan untuk membantu warga Gaza yang terdampak serangan Israel.

Pengungsi Palestina di Gaza diberitakan harus menggunakan botol plastik kosong untuk mencoba membuang limbah dari tenda mereka setelah pipa di Khan Younis meledak. "Semua tenda dibanjiri air limbah. Ini bukan kehidupan," kata Abdullah Barbakh, dikutip dari TRT World, Selasa , 4 Juni 2024.

"Saya mohon pada seluruh negara Arab dan seluruh dunia untuk melihat apa yang terjadi pada kami. Kami hidup di tengah limbah," sambungnya. Para pengungsi dilaporkan memindahkan karpet yang basah kuyup dari tenda mereka saat memulai proses panjang membuang air limbah.

4 dari 4 halaman

Sungai Limbah di Tenda Pengungsian

Situasi itu membuat anak-anak mengarungi "sungai limbah" yang membelah jalan di antara tenda. Luapan air limbah membuat kota tersebut hampir mustahil ditinggali, di mana tumpukan puing dan lempengan beton besar dari bangunan yang terkena bom berjejer di jalanan, kata warga.

"Limbah membanjiri kami. Kami tidak bisa makan atau minum, dan kami tidak bisa tidur. Kami tidur di jalanan," kata Abdul Samad Barbakh. Khan Younis merupakan fokus pertempuran pada bulan-bulan awal perang Israel di Gaza.

Namun kini, kota tersebut telah jadi pusat pengungsian, banyak di antara mereka yang terpaksa pindah mengungsi berkali-kali selama serangan militer Israel. Sekitar 1,7 juta orang kini berlindung di Khan Younis dan wilayah tengah Gaza, menurut Badan Pengungsi Palestina PBB (UNRWA).

Puluhan ribu orang mencari perlindungan di sana setelah melarikan diri dari Rafah yang tidak luput dari serangan bom Israel. Mohammad Ahmad Abdul Majid, yang sekarang tinggal di Khan Younis, mengatakan pada AFP bahwa kondisi kehidupan sangat sulit, sehingga ia tidak bisa tidur.

 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat