uefau17.com

Sejarah Busana Pengantin Dodotan Basahan Solo yang Dipakai Kaesang Pangarep dan Erina Gudono Saat Ngunduh Mantu - Lifestyle

, Jakarta - Pasangan pengantin baru Kaesang Pangarep dan Erina Gudono kembali melanjutkan prosesi pernikahan mereka pada Minggu (11/12/2022). Acara dimulai dengan prosesi ngunduh mantu yang berlangsung di Loji Gandrung.

Kaesang dan Erina kali ini tampil dengan busana pengantin adat Jawa, dodotan basahan Solo. Dikutip dari jurnal Kajian Estetika Busana Basahan Dodot Ageng Bangun Tulakdi Pernikahan Adat Pura Mangkunegaran yang ditulis Hanintia Elma Derista, dodot merupakan kain utama dari penggunaan busana basahan.

Bahannya terbuat dari kain mori yang di pinggiriannya diberi prada emas dan di tengah kain terdapat kain putih berbentuk jajaran genjang. Dikenal juga sebagai kampuh, dodot adalah sinjang yang lebarnya dua kali lebar kain jarik. Sementara, basahan dimaksudkan bahwa pengantin tidak memakai baju.

Menurut sejarah, terdapat benang merah antara busana basahan di Pura Mangkunegaran dan pakem yang ada di Keraton Kasunanan. Sri Susuhunan Pakubuwono II yang bertakhta di Kasunanan Surakarta Hadiningrat disebut yang merancang busana pengantin itu untuk menggantikan Paes Ageng yang dipakai di Keraton Yogyakarta.

Busana itu akhirnya digunakan sebagai pakaian adat resmi kerajaan dalam upacara pernikahan di Kasunanan Surakarta Hadiningrat, yang seterusnya digunakan di Kadipaten Mangkunegaran. Perbedaan itu merupakan jawaban dari tantangan sosial politik sebuah kerajaan yang berdiri sendiri dan memerlukan kekhasan budaya sebagai penunjuk jati dirinya.

Busana pengantin Dodotan Basahan di Pura Mangkunegaran terdiri dari kain dodot sampai seluruh aksesori yang dipakai dari ujung kepala sampai ujung kaki. Untuk pengantin laki-laki, busananya terdiri dari kuluk mathak, sumping, kalung ulur, keris, roncean melati, kolongan keris, gelang epek,timang, ukup, buntal, dodot alas-alasan, dan celana cinde.

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Detail Busana Pengantin Wanita

Sementara, busana pernikahan dodotan basahan Solo untuk pengantin wanita terdiri dari cunduk mentul, cunduk jungkat, centhung, riasan wajah (paes, alis menjangan ranggah, laler mencok), tiba dada, bokor mengkurep, suweng, kalung, bros, gelang, dodot alas-alasan, kain cinde, slepe, buntal, dan udet. Riasan wajah Erina Gudono untuk acara hari ini merupakan hasil kreasi makeup artist Bennu Sorumba.

Jenis dodot yang digunakan di pernikahan adat Mangkunegaran terdiri dari dua macam, yakni dodot bangun tulak yang berwarna biru tua dengan motis alas-alasan, serta dodot gadhung mlati yang berwarna hijau botol. Bangun tulak menurut keratabasa bangun berarti nganyara ketulak, yang bermakna memperbarui segala sesuatu untuk mempelai.

Sementara, motif pada alas-alasan menggambarkan alam seisinya yang melambangkan hidup yang baik dan buruk. Gambar hewan dalam alas-alasan merupakan lambang kesuburan dan kemakmuran, sekaligus juga gambaran dari berbagai halangan dan rintangan dalam kehidupan di dunia.

Secara keseluruhan, busana pernikahan basahan menggambarkan suatu rangkaian busana yang mengandung ajaran menjalani kehidupan, yakni dengan memakai tuntunan bertingkah laku sesuai pandangan hidup orang Jawa, baik dalam hubungan antar-sesama manusia, lingkungan, dan Tuhannya. Itu karena orang Jawa menganggap penting berpakaian yang dicerminkan dalam peribahasa ajining dhiri saka lathi, ajining ragasaka busana.

 

3 dari 4 halaman

Riasan Pengantin Erina

Riasan pengantin berperan tak kalah penting dalam menyempurnakan penampilan Erina sepanjang hari. Jika kemarin tampil dengan riasan paes ageng khas Yogyakarta, kali ini ia didandani dengan riasan solo basahan putri.

Dikutip dari tumpi.id, rias wajah yang berhasil biasanya akan mampu memunculkan aura baru pada pengantin wanita. Ciri khas dari rias pengantin putri model Solo Basahan terletak pada paes berwarna hijau yang merupakan harapan agar pengantin putri dapat selalu berpikir positif. Sementara, bentuk alis bercorak menjangan meranggah menyimbolkan semangat dan keceriaan.

Paes pada pengantin Solo Basahan terdiri dari empat bentuk, yakni gajahan atu panunggul yang terletak di tengah dahi yang bermaksud agar menjadi manusia yang berilmu. Selanjutnya, pangapit yang bermakna mampu membedakan baik dan buruk, panitis yang bermakna agar pengantin mampu memilih secara tepat, dan godheg yang merupakan harapan agar mampu memberikan keturunan yang dapat melanjutkan ilmu dan kehidupan.

Selain rias wajah, sanggul pengantin wanita gaya Solo Basahan juga memiliki makna sendiri. Pengantin menggunakan sanggul bokor mengkurep yang berarti pengantin wanita diharapkan dapat mandiri dan selalu nerima ing pandum (selalu bersyukur atas segala pemberian Tuhan).

4 dari 4 halaman

Aksesori Sanggul

Selanjutnya, dipasang sunggaran di samping kanan-kiri dekat telinga yang bermakna mau mendengarkan nasihat yang baik. Sanggul juga dihiasi sembilan cunduk mentul motif alas-alasan dengan harapan dapat menghadapi kehidupan secara bijaksana, hiasan Sempyok Garuda yang dipasang di belakang sanggul bermakna agar selalu waspada, hiasan cunduk jungkat dan centung bermakna kesucian wanita, dan sisir/keketan bermakna agar sebagai istri selalu setia pada suami.

Sanggul dibungkus roncean melati bulat kawungan dan roncean melati tiba dada wiji timun. Roncean melati ini berarti nasihat agar istri mampu menjaga keutuhan rumah tangga dengan berpegang teguh pada petunjuk Tuhan Yang Maha Esa.

Untuk menyempurnakan penampilan, pengantin wanita juga diberi berbagai perhiasan, seperti suweng/giwang krumpul, kalung, sepasang gelang tretes, cincin dan bros. Perhiasan ini selain melambangkan kekayaan maupun kejayaan dalam berumah tangga, menjadi seorang istri juga harus selalu menjaga kewaspadaan, tetap menjaga kesucian hati dan pikiran, menjaga penglihatan, pendengaran, dan ucapannya karena seorang ibu akan menjadi panutan utama bagi anak-anaknya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat