uefau17.com

WHO Tak Deteksi Varian Baru COVID-19 di China, BF.7 dan BA.5.2 Dominan - Global

, Beijing - WHO merilis laporan terbaru terkait kondisi pandemi COVID-19 di China yang masih terus meroket. Sejauh ini, WHO belum mencatat adanya varian baru. 

Berdasarkan laporan WHO pada 4 Januari 2023, dua varian Virus Corona COVID-19 yang paling dominan adalah BA.5.2 and BF.7. Total infeksi keduanya mencapai 95 persen di China. 

"Varian-varian tersebut sudah diketahui dan telah menyebar di beberapa negara lain, dan saat ini tidak ada varian baru yang dilaporkan oleh CDC China," tulis pernyataan WHO di situs resminya, dikutip Kamis (5/1/2023).

Varian BF.7. tersebut juga sudah masuk ke Indonesia.

Tim WHO yang memantau China adalah Technical Advisory Group on Virus Evolution (TAG-VE). Mereka menyebut ada beberapa sub-keturunan Omicron yang terdeteksi meski persentasenya rendah. Namun, varian Omicron tersebut juga bukan hal baru.

WHO berkata akan terus memonitor situasi di China dan semua negara. Turut diminta juga agar semua negara waspada dan memantau sekuensi sub-keturunan varian Omicron, serta meneliti keparahan yang disebabkan.

Berbagi data juga ditegaskan WHO sebagai hal penting untuk menyiapkan pencegahan. 

"Ini dapat dicapai dengan baik melalui pengiriman data secara cepat dan reguler melalui database-database yang bisa diakses secara publik," jelas pihak WHO.

Selain masalah di China, TAG-VE juga memantau varian XBB.1.5 yang sedang menyebar di Amerika Serikat. 

Menurut laporan CDC Amerika Serikat, varian XBB.1.5 kemungkinan menular ketimbang varian-varian sebelumnya di AS. CDC AS masih memantau varian tersebut yang berpotensi menjadi 40,5 persen kasus secara nasional. 

Sejumlah rekomendasi yang diberikan CDC adalah vaksin booster, memakai masker di keramaian, dan tes COVID-19 sebelum acara kumpul-kumpul.

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

RI Tidak Pakai Syarat Tes COVID-19

Sebelumnya dilaporkan, varian baru COVID-19 sebenarnya masih bermunculan di Indonesia. Seperti varian Omicron BA.2.75 dan Omicron BF.7, yang mana telah menyebabkan terjadinya lonjakan kasus di beberapa negara lainnya.

Lantas, kenapa pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) masih tak harus menunjukkan hasil tes COVID-19 saat sampai ke Indonesia? Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr Mohammad Syahril pun membeberkan alasannya.

Syahril mengungkapkan bahwa varian seperti Omicron BA.2.75 dan Omicron BF.7 sebenarnya juga telah terdeteksi di Indonesia. Namun hingga saat ini, kondisi masih baik-baik saja dan tidak terjadi peningkatan kasus yang signifikan.

"Omicron BA.2.75 dan BF.7 itu sudah ada di Indonesia. Tapi, baik-baik saja. Artinya, tidak terjadi lonjakan yang signifikan. Kedua, tidak menyebabkan hospitalisasi maupun kematian," ujar Syahril dalam acara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ditulis Selasa, (3/1).

"Nah dengan dasar itu, apalagi herd immunity kita sampai 98,5 (persen), maka kita tidak memberlakukan (aturan tes COVID-19) secara khusus seperti dulu lagi," tambahnya.

Syahril menjelaskan, yang berlaku saat ini hanyalah aturan yang tertera dalam keputusan Satuan Tugas (Satgas) COVID-19 yakni menunjukkan bukti vaksinasi.

"Kita tetap memberikan persyaratan sebagaimana didalam keputusan satgas bagaimana PPLN itu diberlakukan khususnya untuk vaksinasi. Jadi kita tidak perlu lagi dia harus negatif, untuk saat ini lho ya," kata Syahril.

3 dari 5 halaman

Herd Immunity

Dalam kesempatan yang sama, Syahril mengungkapkan bahwa faktor herd immunity tadi itulah yang juga menjadi salah satu faktor penyebab pencabutan PPKM di Indonesia.

Syahril menjelaskan, parameter pencabutan PPKM yang pertama berkaitan dengan jumlah kasus COVID-19 di Indonesia yang saat ini terus berada dibawah seribu setiap harinya.

"Jumlah kasus sudah dibawah seribu, bahkan 10 bulan ini tidak ada lonjakan-lonjakan yang sangat signifikan," kata Syahril.

Kedua, angka hospitalisasi rendah. Ketiga, angka kematian yang juga terbilang rendah. Serta keempat, antibodi masyarakat Indonesia melalui serosurvey sudah mencapai 98,5 persen. Dalam artian, herd immunity telah terbentuk.

"Terakhir yang membanggakan kita adalah antibodi kita melalui serosurvey sudah 98,5 persen. Menunjukkan bahwasanya bangsa kita mempunyai kekebalan baik itu yang melalui infeksi, maupun vaksinasi. Sudah sangat membanggakan dan ini bagian dari PPKM dicabut oleh Bapak Presiden," kata Syahril.

4 dari 5 halaman

Pakai Masker

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mulai hari ini, Jumat 30 Desember 2022. Meski PPKM dicabut, ia meminta masyarakat tetap hati-hati dan waspada terhadap COVID-19.

"Masyarakat harus meningkatkan kesadaran dan meningkatkan kewaspadaan menghadapi risiko COVID-19," kata Jokowi dalam konferensi pers di Istana Negara Jakarta pada akhir Desember lalu.

Maka dari itu, penting bagi masyarakat untuk tetap menerapkan penggunaan masker terutama di keramaian dan ruang tertutup.

"Pemakaian masker di keramaian dan ruang tertutup harus dilanjutkan," tegasnya.

Masyarakat juga diminta untuk bisa semakin mandiri dalam mendeteksi gejala dan mencari pengobatan bila terpapar COVID-19.

Tak cuma masker, Jokowi juga meminta vaksinasi COVID-19 tetap dilanjutkan. Bagi yang belum mendapatkan COVID-19 harus segera mendapatkan suntikan untuk meningkatkan imunitas terhadap virus SARS-CoV-2.

"Semangat untuk vaksinasi harus kita gelorakan lagi agar masyarakat mau vaksinasi baik lengkap maupun booster," kata Jokowi.

Hadir di kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin meminta masyarakat terutama yang sudah lanjut usia untuk mendapatkan booster COVID-19. Data memperlihatkan banyak yang masuk rumah sakit itu karena belum mendapatkan booster vaksinasi.

"Kita amati yang masuk rumah sakit dan meninggal lebih dari 50 persen belum divaksin dan lebih dari 70 persen belum dibooster," tutur Budi.

"Kita bisa bantu para lansia tolong diyakinkan untuk dibooster," pesan Budi.

5 dari 5 halaman

Infografis COVID-19:

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat