, Bangkok - Komisi HAM PBB meminta Thailand untuk mengamendemen undang-undang yang mengatur tentang lèse-majesté. Komisi itu menilai bahwa hukum yang melarang penistaan terhadap keluarga kerajaan tersebut memicu tingginya angka dakwaan dan memiliki bobot hukuman yang tidak manusiawi.
Berdasarkan pengamatan Komisi HAM PBB, sejak kudeta militer 2014 lalu, jumlah individu yang diinvestigasi terkait dugaan pelanggaran lèse-majesté di Thailand meningkat dua kali lipat jika dibandingkan dengan kuantitas 12 tahun yang lalu. Demikian seperti yang diwartakan dari BBC, Senin (19/6/2017).
Advertisement
Baca Juga
Bahkan, pada 12 tahun yang lalu, hanya 4 persen kasus yang dijatuhi vonis oleh pengadilan.
Namun kini, penanganan sistem peradilan pidana Thailand atas kasus lèse-majesté dinilai terlampau keras.
Ada sejumlah faktor, seperti ancaman hukuman maksimal untuk tindakan lèse-majesté di Thailand yang berupa eksekusi.
Pihak lain menilai, penyebab brutalnya praktik penegakan hukum lèse-majesté di Negeri Gajah Putih disebabkan oleh rezim militer yang berkuasa. Banyak persidangan terhadap kasus tersebut dilakukan dalam sesi yang tertutup atau di dalam pengadilan militer, dan tak jarang hak-hak terdakwa dibatasi.
Saksikan video tentang satu tahun meninggalnya Raja Bhumibol Adulyadej:
* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Kasus Terdahulu
Awal bulan Juni 2017 lalu, seorang pria divonis 35 tahun penjara setelah mengunggah sebuah tulisan bermuatan penistaan terhadap keluarga kerajaan lewat akun Facebook-nya.
Dua tahun yang lalu, pada 7 Agustus 2015, Pongsak Sriboonsong 28 tahun didakwa 60 tahun penjara atas kasus serupa. Pria itu mengaku bersalah di hadapan pengadilan dan hukumannya dikurangi menjadi 30 tahun.
Menurut pengakuan Pongsak, dirinya memposting sebuah tulisan bermuatan penistaan terhadap keluarga monarki Thailand. Ia menulis tulisan itu sebagai bentuk opini pribadinya atas situasi politik yang berujung kudeta militer 2014 di Negeri Gajah Putih.
Kasus kedua yang menunjukkan brutalnya praktik penegakan hukum lèse-majesté di Thailand adalah yang dialami oleh Sasiwimon, 29 tahun, dari Chiang Mai. Ia merupakan seorang orang tua tunggal dengan dua bocah perempuan yang juga turut merawat ibunya yang telah lansia.
Kasusnya serupa seperti Pongsak, dan pengadilan memvonis Sasiwimon dengan hukuman 56 tahun penjara. Ia mengaku bersalah dan hukumannya dikurangi setengah.
Setelah vonisnya dikurangi, perempuan 29 tahun itu kembali meminta keringanan hukuman mengingat statusnya sebagai ibu tunggal. Namun, pengadilan tidak mengabulkan permohonan keringanan yang diajukan oleh ibu dua anak itu, dan ia harus mendekam selama 28 tahun di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Chiang Mai.
Meski ibu dan dua anaknya dibolehkan untuk berkunjung selama seminggu atau dua minggu sekali, rasa rindu kerap menyeruak dari relung hati Sasiwimon ketika keluarganya berkunjung ke Lapas Chiang Mai.
Perempuan 29 tahun itu bercerita kepada BBC, bahwa kasus yang ia alami nampak seperti jebakan. Suatu hari, seorang teman menggunakan akun Facebook-nya untuk menulis sebuah komentar yang mungkin bernada lèse-majesté. Sejak itu Sasiwimon terjerat UU penistaan keluarga kerajaan, dan teman yang menggunakan akun Facebook-nya beberapa hari lalu, menghilang.
Advertisement
Aktivis Ultra Pro-Monarki
Di spektrum yang berlawanan, ada sejumlah orang, salah satunya seperti Krit Yeammaethakorn yang memimpin kelompok ultra pro-monarki di Chiang Mai Thailand. Kelompok Krit menjadi social media watchdog, memburu akun yang memposting konten bermuatan lèse-majesté.
"Saya marah. (Konten mereka) Bukan tentang politik. Maka kami berdiskusi dan bertindak untuk merespons hal-hal itu," jelas Krit.
Ia bersama Cs-nya merupakan sekelompok orang di Thailand yang menaruh hati sedemikian besar terhadap Monarki Thailand. Bahkan, Krit mengaku sempat terisak tangis saat mendengar meninggalnya Raja Bhumibol Adulyadej pada 2016 lalu.
"Saya tahu bahwa Thailand merupakan salah satu negara yang masih memperlakukan raja layaknya dewa, atau anak dewa. Seperti itulah raja kami. Dan itu yang saya rasakan kepada sang raja. Saya percaya, dalam 5.000 tahun terakhir, tidak ada raja yang sehebat dia," tambahnya.
Dan tak dinyana, kelompok yang dipimpin Krit merupakan pihak yang melaporkan kasus lèse-majesté Sasiwimon ke kepolisian Chiang Mai. Kepolisian pun nampak melakukan persekusi kepada ibu dua anak itu, dengan memintanya menandatangani sebuah surat pernyataan yang isinya tak diketahui oleh Sasiwimon.
Ternyata surat itu merupakan keterangan pengakuan yang bermuatan hukum yang menyatakan bahwa Sasiwimon merupakan orang yang melakukan posting lèse-majesté di akun Facebook-nya.
Sasiwimon menolak keterangan dalam surat tersebut. Ia mengaku punya alibi kuat dan mengaku tidak menulis posting seperti yang dituduhkan kepadanya. Dan sejak itu, perempuan 29 tahun itu mendekam di sel tahanan kepolisian, menunggu persidangan.
Hukum Militer, Tanpa Banding
"Saya pikir dia hanya lapor diri dan kemudian kembali pulang. Saya tak tahu jika harus separah itu. Awalnya saya pikir hanya satu tahun hukuman, atau mungkin peringatan. Padahal kami tidak punya riwayat pelanggaran hukum sebelumnya. Kami baru mengetahui hukum (lèse-majesté) ini setelah terjadi kasus," kata ibu Sasiwimon, Suchin.
Selama ditahan menunggu sidang, Sasiwimon tidak diberikan hak untuk bebas bersyarat. Selain itu, selama proses penahanan menjelang sidang, pengacara terus membujuk agar perempuan 29 tahun itu mengaku bersalah agar hukumannya dapat berkurang.
Saat persidangan tiba, ibu dua anak itu mengaku terkejut dengan vonis yang diberikan oleh pengadilan.
"Saya pikir hanya 4 hingga 5 tahun. Bahkan saya tidak memikirkan hingga lebih dari 10 tahun. Ternyata vonis 56 tahun. Saat mendengar ketuk palu itu, telinga saya terasa berdengung. Sungguh terkejut," kata Sasiwimon.
Karena sidang tersebut dilaksanakan di pengadilan militer, Sasiwimon tidak diberikan hak untuk banding.
Pada akhirnya, ibu dua anak itu mengaku bersalah --meski hingga kini ia merasa tidak pernah melakukan lèse-majesté-- dan pengadilang mengurangi vonis menjadi setengahnya.
Advertisement
Berharap Ada Keringanan
Krit Yeammaethakorn, yang organisasinya melaporkan Sasiwimon ke peradilan Chiang Mai, mengaku tidak menyesal atas tindakannya. Meski jika mengetahui sang terlapor --yang kini terpidana-- pada saat itu adalah seorang ibu tunggal dengan dua orang anak.
"Tahu atau tidak, hal itu tidak akan membuat perbedaan. Saya tidak menyesal, yang lain pun tidak. Ini isu pelanggaran hukum terhadap institusi tertinggi, yakni kerajaan. Meski ia seorang ibu muda, punya dua anak, atau tidak paham hukum, yang terpenting adalah bahwa hukum akan tetap menindaknya. Pelanggar harus dihukum," kata Krit.
"Namun aku tetap berharap ia dapat keringanan," tambahnya, meski kini ia tidak begitu mendalami proses hukum Sasiwimon, yang ironisnya dilaporkan oleh pihak Krit.
Saat ini, Sasiwimon telah mendapatkan pengurangan hukuman, hingga kini menjadi 12 tahun penjara. Ia masih terus mengajukan remisi, meski merasa malu harus memohon kepada institusi yang membuatnya mengalami kondisi seperti kini.
Terkini Lainnya
Pasca-Ancaman Diblokir, Facebook di Thailand Masih Bisa Diakses
Sinetron Thailand Ini Bikin Rakyat Myanmar Murka, Mengapa?
Telan 915 Koin, Penyu di Thailand Ini Menjalani Operasi
Kasus Terdahulu
Aktivis Ultra Pro-Monarki
Hukum Militer, Tanpa Banding
Berharap Ada Keringanan
Thailand
Lese Majeste
Rekomendasi
Mantan PM Thailand Thaksin Shinawatra Didakwa Hina Kerajaan, Tak Ditahan Usai Bayar Jaminan Rp223 Juta
Akibat Hina Raja, Musisi dan Anggota Parlemen di Thailand Dijatuhi Hukuman Penjara
Copa America 2024
Jadwal Lengkap Copa America 2024, Hasil, Klasemen Grup A, B, C, D Cek di Sini
Bermain Imbang Lawan Meksiko, Ekuador Lolos ke Perempat Final Copa America 2024
Hasil Copa America 2024: Drama VAR, Ekuador Lolos ke Perempat Final Singkirkan Meksiko, Venezuela Hajar Jamaika
Hasil Copa America 2024 Argentina vs Peru dan Kanada vs Cile: La Albiceleste Juara Grup, Les Rouges Dampingi ke Perempat Final
Link Live Streaming Copa America 2024 Argentina vs Peru, Sebentar Lagi Mulai di Vidio
Link Live Streaming Copa America 2024 Argentina vs Peru, Minggu 30 Juni di Indosiar dan Vidio
Timnas Indonesia U-16
Hasil Piala AFF U-16 2024 Indonesia vs Australia: Dapat Kartu Merah, Garuda Nusantara Paksa Skor Imbang di Babak Pertama
Link Live Streaming Piala AFF U-16 2024 Indonesia vs Australia, Sebentar Lagi Mulai di Vidio
Jadwal Lengkap, Hasil, dan Klasemen Piala AFF U-16 2024: Timnas Indonesia Bidik Gelar Ketiga
Link Live Streaming Piala AFF U-16 2024 Indonesia vs Australia, Senin 1 Juli Pukul 19.30 di Indosiar dan Vidio
Prediksi Piala AFF U-16 2024 Indonesia vs Australia: Garuda Nusantara Dilarang Takut
Lupakan Euforia, Nova Arianto Minta Skuad Timnas U-16 Fokus di Semifinal Piala AFF U-16
Judi Online
MKD Akan Rapat Internal, Bahas Sanksi Tegas Bagi Anggota Dewan Terlibat Judi Online
Nama Jurnalis Dicatut untuk Hoaks Promosi Situs Judi, Simak Daftarnya
Heru Budi Telusuri Oknum ASN Pemprov Jakarta Terlibat Judi Online
Judi Online di Minahasa Selatan, 2 Wanita Ditangkap
Catatan IPW untuk Polri di HUT ke-78 Bhayangkara
Pilkada 2024
Kapolri Pastikan Pemetaan Potensi Kerawanan Pilkada 2024 di HUT ke-78 Bhayangkara
Jelang Pilkada 2024, Jokowi Minta Polri Jaga Netralitas dan Stabilitas
KPU Jakarta Tunggu PKPU soal Batas Usia Kepala Daerah
Santun dan Sederhana, Dukungan pada Eman Suherman Maju Cabup Disebut Terus Datang
Sandiaga Tunggu Penugasan PPP untuk Maju Pilkada 2024
Heru Budi Respons Peluang Maju Pilkada Jakarta 2024: Saya ASN, Tidak Pengalaman di Bidang Politik
TOPIK POPULER
TODAY IN HISTORY
1 Juli 2023: Bus Pariwisata Hangus Terbakar Usai Tabrak Pembatas Jalan di Maharashtra India, 25 Orang Tewas
Populer
Cerita Penyandang Disabilitas dan Lansia di Desa Besmarak NTT Bertahan Hidup dari Efek Perubahan Iklim
Pejabat Hamas: Tak Ada Kemajuan Soal Diskusi Gencatan Senjata
Zelenskyy Kembali Minta Dikirimkan Bantuan Pertahanan Udara
Ketegangan AS-Tiongkok Meningkat Akibat Masalah Kabel Bawah Laut, Beijing Dituduh Lakukan Spionase
Pria di Florida AS dalam Kondisi Kritis Usai Diserang Hiu
Miliarder di Inggris Bakar Rumah Mewahnya, Tak Rela Dimiliki oleh Mantan Istri
Dikira Alkohol, 4 Nelayan di Sri Lanka Tewas Usai Minum Air dari Botol yang Ditemukan di Laut
Rencana Israel Legalkan 5 Permukiman Yahudi di Tepi Barat Picu Kecaman Internasional
Korea Utara Tindak Tegas Pelaku Pelanggaran Budaya, Larang Pakai Gaun Pengantin hingga Bahasa Gaul
Euro 2024
Link Live Streaming 16 Besar Euro 2024 Portugal vs Slovenia, Selasa 2 Juli Pukul 02.00 WIB
Link Live Streaming Euro 2024 Prancis vs Belgia di Babak 16 Besar, Senin 1 Juli Pukul 23.00 WIB
Prediksi Euro 2024 Prancis vs Belgia: Les Bleus Jadi Ancaman Serius De Rode Duivels
Persiapan Portugal Jelang Hadapi Slovenia di Babak 16 Besar Euro 2024
Prediksi Euro 2024 Portugal vs Slovenia: Andalkan Pilar Utama
Berita Terkini
Hasil Piala AFF U-16 2024 Indonesia vs Australia: Dapat Kartu Merah dan Kebobolan 5 Gol, Garuda Nusantara Gagal ke Final
Wali Kota Cilegon Resmikan Sumber Air Bersih ke-9 di Kelurahan Gerem
Aturan Baru Gunung Fuji: Pendaki Dikenakan Tiket Masuk Rp202 Ribu
Ratusan Mahasiswa dan Akademisi Berbagai Kampus, Kumpul di Banyuwangi Perkuat Jejaring Geopark
Ayu Ting Ting Dipanggil Ayah Muhammad Fardhana Sebelum Putuskan Batal Nikah, Bahas Apa?
Pemerintah Indonesia Akan Kirim Bantuan untuk Korban Tanah Longsor di Papua Nugini
PDIP Usul MPR Kembali Berwenang Tetapkan GBHN Lewat Amandemen UUD 1945
Tren Kasus Uroginekologi pada Wanita Meningkat di Surabaya, Apa Penyebabnya?
7 dari 10 Ibu Alami Mom Shaming, Mayoritas Pelaku adalah Keluarga Inti
Link Live Streaming 16 Besar Euro 2024 Portugal vs Slovenia, Selasa 2 Juli Pukul 02.00 WIB
KPUD Garut Berpacu Kejar Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada Garut 2024, Kapan Selesai ?
Pesta Rakyat HUT ke-78 Bhayangkara, Ribuan Orang Padati Kawasan Monas Jakarta
6 Potret Surya Insomnia Jadi Vokalis Saat Manggung, Pose Rangkul Dikta Langsung Curi Perhatian
Kumpulan Hoaks Seputar Anies Baswedan Terbaru, Simak Faktanya
Ayah Muhammad Fardhana Beberkan Penyebab Putusnya Hubungan Ayu Ting Ting dengan Anaknya