uefau17.com

Istilah Hustle Culture: Baik atau Buruk? - Citizen6

, Jakarta Pernahkah kalian merasa bekerja terlalu keras hingga lupa waktu bahkan tidak istirahat? Itulah yang disebut dengan ‘hustle culture’.

Budaya yang sedang terjadi di kalangan milenial ini dapat didefinisikan sebagai gaya hidup seseorang yang rela bekerja terus menerus hingga melewati batas kemampuan untuk mencapai tujuan.

Dilansir Oxford Learner's Dictionary, hustle culture dikatakan budaya kerja yang mana mendorong seseorang untuk bergerak lebih cepat secara agresif.

Didefinisikan sebagai budaya yang pekerja untuk bekerja lebih dari jam normal. Mereka bahkan memikirkan pekerjaan ketika mereka memiliki waktu luang, seperti hari weekend (akhir pekan).

Budaya ini menuntut mereka untuk menyelesaikan pekerjaan dengan tepat sasaran dan dengan ritme yang lebih cepat dari biasanya. Tak heran banyak generasi muda berbagi momen bekerjanya tanpa mengenal waktu melalui unggahan di media sosial.

Pasalnya, fenomena ini berbahaya yang mana sering kali didukung dan diperkuat melalui media sosial dengan menunjukkan burnout atau kelelahan yang kita rasakan, dan itu dapat menyebabkan penurunan kesehatan mental secara keseluruhan.

Budaya hustle culture ini sebetulnya bukanlah hal baru, namun lebih menggila dari sebelumnya karena pengaruh media sosial. 

Diketahui, budaya ini lahir sejak sekitar tahun 1970-an, yang mana era internet sudah merajalela hingga kebanyakan perusahaan difasilitasi dengan adanya email dan sistem administrasi digital.

Budaya ini seolah-olah diagungkan dan dianggap sebagai manifestasi kerja yang sehat. Nah, sebenarnya budaya kerja seperti ini selalu dikatakan ‘positif’ atau malah berdampak negatif?

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pengaruh Media Sosial

Bagi orang-orang yang terjebak dalam budaya ini, hampir tidak pernah istirahat dan ketika mereka punya waktu untuk istirahat biasanya yang mereka pikirkan hanyalah pekerjaan.

Budaya hustle culture ini bukanlah hal baru, namun lebih menggila dari sebelumnya karena pengaruh media sosial.

Diketahui, budaya ini lahir sejak sekitar tahun 1970-an, yang mana era internet sudah merajalela hingga kebanyakan perusahaan difasilitasi dengan adanya email dan sistem administrasi digital.

Dilansir Psychology Today, masalah utama dalam hustle culture adalah media sosial. Hal tersebut  dapat mengisolasi banyak dari kita, karena kita terus-menerus dibanjiri dengan momen "terbaik" orang lain dan membandingkan diri kita dengan mereka.

Mengapa demikian? Karena kita hanya melihat apa yang terjadi di media sosial, sementara itu tidak melihat cakupan penuh dari kehidupan sehari-hari masyarakat di sekitar.

3 dari 4 halaman

Dampak Hustle Culture

Dilansir Forbes, adapun dampak yang terjadi jika terlalu keras dalam bekerja, antara lain:

  • Meningkatkan risiko penyakit

Penelitian tahun 2018 menemukan bahwa orang yang bekerja lebih dari 50 jam per minggu memiliki peningkatan risiko penyakit serangan jantung dan penyakit jantung koroner yang mematikan.

Jam kerja yang panjang menyebabkan tekanan darah dan detak jantung meningkat, karena aktivasi psikologis yang berlebihan dan stres.

  • Gangguan kesehatan mental

Risiko gangguan kesehatan mental, beberapa masalah yang dialami adalah gejala depresi, kecemasan, hingga pikiran untuk bunuh diri.

Hustle culture membuat pekerja mengalami burnout dan berdampak negatif bagi kesehatan. Burnout syndrome menyebabkan pekerja akhirnya merasa pesimis dengan hasil yang dikerjakannya, sehingga membuat pekerja kurang memiliki motivasi dan energi untuk kembali bekerja.

  • Kehilangan Work Life Balance

Work Life Balance merupakan suatu kondisi yang seimbang antara karir dan kehidupan pribadi. Misalnya, stres yang timbul karena pekerjaan dapat langsung hilang jika seseorang melakukan aktivitas yang disukainya.

Pada intinya, sosialisasi sangat berpengaruh terhadap kebahagiaan dan keseimbangan dengan pekerjaan. Apalagi di masa pandemi ini, upaya produktif di rumah berisiko meningkatkan tren hustle culture karena bekerja dari rumah justru membuat batasan jam kerja hilang dibandingkan di kantor.

4 dari 4 halaman

Cara Mengatasinya

Beberapa cara yang dapat kalian lakukan jika ingin mengatasi fenomena hustle culture ini, antara lain:

  • Hindari membandingkan diri sendiri dengan orang lain

Media sosial merupakan salah satu sumber tekanan yang menciptakan budaya kerja tanpa henti, dimana setiap orang ingin terlihat sukses dan mapan dalam pekerjaannya.

Dengan demikian, cobalah untuk tidak membandingkan diri kalian dengan mereka yang memamerkannya di media sosial.

  • Temukan hobi di luar pekerjaan

Temukan waktu santai untuk melakukan hobi dan hal yang disukai untuk membuat hidup lebih seimbang. Setidaknya jangan sampai waktu yang kalian punya hanya dihabisi oleh pekerjaan.

  • Ketahui batasan

Cara menghindari hustle culture yang tepat adalah dengan mengetahui dan membuat batasan yang jelas. Pahami dan ketahui kapan harus berkata ‘tidak’ untuk suatu hal yang memang bukan tanggung jawab kalian. Intinya, jangan terlalu memaksa hanya sekedar ingin memenuhi standar yang tidak manusiawi.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat