uefau17.com

Australia Bakal Jadi Tuan Rumah Konferensi Akademis tentang Taylor Swift - Lifestyle

, Jakarta - Sulit rasanya untuk menepis pesona Taylor Swift terlebih dari talentanya dalam bermusik. Pengaruh besar Taylor Swift pun telah banyak merambah ke dunia akademis.

Dikutip dari CNN, Sabtu, 23 September 2023, University of Melbourne akan menjadi tuan rumah konferensi akademis mengenai fenomena Taylor Swift. Laman acara tersebut juga menyebut bahwa agenda tersebut termasuk dengan menganalisis lebih jauh dan terlibat dalam dialog kritis tentang dampak bintang pop itu terhadap segala hal mulai dari fandom dan budaya pop hingga sastra, perekonomian dan industri musik.

Konferensi akademis tentang Taylor Swift ini akan digelar di Melbourne mulai 11 Februari hingga 13 Februari 2024. Gelaran tersebut hanya beberapa hari sebelum tur "Eras" pelantun "You Belong With Me" tiba di Australia.

Konferensi ini didukung oleh tujuh universitas di Australia dan Selandia Baru. Pihak penyelenggara mengatakan bahwa "Swiftposium" menerima makalah dari para peneliti di kawasan Asia-Pasifik dari berbagai disiplin ilmu yang terkait dengan tema konferensi, termasuk sosiologi, ekonomi, pemasaran, dan studi gender.

Popularitas penyanyi pemilik nama lengkap Taylor Alison Swift ini yang bertahan lama telah memicu perbincangan tentang fandom "Swifties", posisinya dalam budaya pop, dan seluk-beluk kekayaan intelektual. Hal tersebut menyusul keputusannya untuk merekam ulang enam album studio pertamanya setelah mantan labelnya menjual rekaman masternya.

"Swiftposium" akan berkonsentrasi pada tema-tema menyerukan makalah yang mengkaji hubungan Swift dengan gerakan sosial seperti feminisme dan hak-hak LGBTQ+, pengaruhnya terhadap wacana politik, gender, ras dan identitas, dampak turnya terhadap perekonomian lokal dan identitas budaya kota, serta interpretasi sastra dari lirik lagu Taylor Swift. Pengaruh Swift telah terbukti sangat menggemparkan dunia.

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Bawa Dampak Ekonomi

Penggemar yang menghadiri konser tur "Eras" di Lumen Field pada bulan Juli 2023 menyebabkan aktivitas seismik yang setara dengan gempa berkekuatan 2,3 magnitudo, menurut seismolog Jackie Caplan-Auerbach. Tur Eras Swift bisa menghasilkan pendapatan kotor sebesar 2,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp33,7 triliun dalam penjualan tiket di Amerika Utara saja, menurut data survei Agustus 2023 dari perusahaan riset QuestionPro yang diberikan kepada CNN secara eksklusif.

Bahkan sebelum "Swiftposium" diluncurkan, universitas-universitas di seluruh dunia sudah mulai menawarkan kelas terkait Swift untuk mempelajari semua ini. Ghent University di Belgia meluncurkan kelas sastra baru pada musim gugur ini yang didedikasikan untuk manfaat sastra dari diskografinya.

"Literature: Taylor's Version", tajuk album yang direkam ulang Taylor Swift, akan tersedia untuk mahasiswa, dikurasi oleh asisten profesor Elly McCausland. Dikutip dari CNN, Rabu, 16 Agustus 2023, McCausland adalah penulis blog "Swifterature" yang membandingkan tema, gambar, dan penggunaan bahasa Taylor Swift dengan para penulis termasuk Sylvia Plath, Charles Dickens, dan William Shakespeare.

3 dari 4 halaman

Buka Kelas Analisis Lirik Lagu Taylor Swift

McCausland akan menggunakan karya, termasuk lirik lagu Taylor Swift untuk terlibat dengan sastra "dari periode Abad Pertengahan hingga zaman Victoria", termasuk "Troilus and Criseyde" karya Geoffrey Chaucer, "The Tempest" karya Shakespeare dan "Villette" karya Charlotte Brontë, serta karya penulis kontemporer termasuk Margaret Atwood dan Simon Armitage.

"Sangat produktif dan otobiografi dalam penulisan lagunya, Swift sering menyinggung teks sastra kanonis dalam musiknya," demikian bunyi silabus kelas tersebut.

Silabus juga menjelaskan bahwa menggunakan lagu Swift sebagai batu loncatan. "Kami akan mengeksplorasi, di antara topik lainnya, feminisme sastra, ekokritik, studi penggemar, dan kiasan seperti anti-pahlawan. Popularitas Swift yang bertahan lama berasal, setidaknya sebagian, dari aspek yang sangat intertekstual dari karyanya, dan kursus ini akan menggali lebih dalam untuk mengeksplorasi akar sastranya," lanjut keterangan itu.

Pendaftaran kelas terbuka untuk semua mahasiswa, termasuk mereka yang tidak menganggap diri mereka penggemar Taylor Swift (atau mungkin belum pernah menemukan musiknya). "Tujuan dari kelas ini adalah untuk berpikir kritis tentang Swift sebagai seniman dan penulis, dan menggunakan popularitas musiknya sebagai 'jalan masuk' ke kumpulan sastra yang mungkin telah membentuk karyanya," jelas keterangan tersebut.

4 dari 4 halaman

Analisis Ilmiah

McCausland meraih gelar Sarjana dan Master dari University of Oxford, masing-masing dalam Sastra Inggris dan Sastra Inggris Abad Pertengahan, dan juga menerima gelar Ph.D dari University of York di Inggris. Ia sebelumnya mengajar di University of Oslo di Norwegia.

Penulisan lagu Swift telah ada di pikirannya sebagai subjek yang layak untuk analisis ilmiah untuk "sementara," katanya kepada CNN, tetapi "benar-benar mengkristal" dengan perilisan album terbaru Swift "Midnights" pada musim gugur yang lalu.

"Ada sebuah lagu di sana berjudul 'The Great War,' yang menggunakan Perang Dunia Pertama sebagai analogi untuk patah hati. Itu membuat saya berpikir tentang puisi Sylvia Plath 'Daddy,' di mana dia menggunakan Holocaust untuk mendiskusikan hubungannya yang bermasalah dengan ayahnya," jelas McCausland. "Apropriasi rasa sakit dan perang sejarah ini sebagai metafora (untuk cinta dan kehilangan) - saya mulai berpikir tentang kesejajaran sastra lainnya dan dari sanalah kursus itu berasal."

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat