uefau17.com

Kisah Warung Nasi Padang yang Eksis di Singapura Lebih dari 60 Tahun - Lifestyle

, Jakarta - Bagi Anda yang sedang berada di Singapura dan rindu masakan Padang, bolehlah mampir ke warung nasi yang satu ini. Dibuka sejak 1954, Rumah Makan Minang menyediakan lebih dari 40 hidangan Minang yang autentik.

Lokasi warung nasi Padang itu berada di Kampong Gelam. Tak jauh dari Masjid Sultan yang jadi salah satu destinasi wisata populer di Singapura.

"Di sini Rumah Makan Minang kami menyediakan Nasi Padang yang mempunyai 40 hingga 50 macam lauk, mulai dari sambal lada hijau, ikan bakar, dan ayam bakar Padang. Yang spesial, rendang, sudah menjadi famous," ujar Zulbaidah Binte Marlian, pemilik Rumah Makan Minang, dikutip dari kanal YouTube Our Grandfather Story, Jumat, 9 April 2021.

Harga yang ditawarkan beragam. Misalnya, ikan potong seharga Rp61.000, ayam Rp55.000, rendang Rp61.000, telur bulat Rp17.000, ikan bilis Rp29.000, telur dadar Rp39.000, dan ikan sepat Rp32.000. 

Rumah makan Padang itu kini sudah diestafetkan kepada generasi ketiga, Hazmi. Ia menuturkan sang nenek lah yang mendirikan warung nasi di pinggir jalan pada 1950. Neneknya yang asli Padang merantau ke Singapura dan bertahan hidup dengan menjual nasi padang.

Seiring waktu, pelanggan mereka semakin banyak. Mereka akhirnya membuka rumah makan. Pada 1980, usaha kuliner itu diteruskan oleh ibunya, Zulbaidah. 

Hazmi mengungkapkan bahwa Zulbaidah selalu memprioritaskan konsumen agar tetap merasa nyaman saat makan di Rumah Makan Minang ini. Dia akan membuat pelanggan merasa seperti di rumah sendiri.

"Saya menganggap pelanggan macam ada koneksi. Terkadang mereka datang ke sini untuk makan dan terkadang mereka datang ke sini untuk mengunjungi saya," ucap Zulbaidah.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Cara Tradisional

Zulbaidah mengatakan dia memiliki standar yang tinggi terhadap kualitas makanan agar tetap bermutu. Meski sudah tidak masak lagi, Zulbaidah tetap mengawasi dapur, agar semua orang dapat menikmati makanan yang enak.

"Walaupun saat ini sudah ada chef yang terlibat di restoran kami, tapi ibu saya tetap datang ke dapur untuk memastikan bahwa makanan tersebut dimasak dengan cara yang tradisional," imbuh Hazmi.

Hazmi mengaku awalnya tidak tertarik untuk bergabung dengan bisnis keluarga itu. Namun, rasa cintanya tumbuh seiring berjalannya waktu. "Saya tumbuh besar dengannya, jadi ketertarikan itu tidak dengan hati melainkan dengan paksaan," tutur Hazmi.

"Tapi, karena ibu saya selalu mengatakan [kamu harus membantu ayahmu karena ayahmu sudah tidak cukup kuat lagi] maka saya cobalah memulai bisnis ini," sambungnya.

Berkat ketekunan, Rumah Makan Minang telah memiliki dua gerai di Singapura, lengkap dengan dapur sentral untuk proses memasaknya. Semua hidangan Minang ini ikut disajikan di Shangri-La Hotel Singapura.

Zubaidah juga selalu mengingatkan kepada anak-anaknya untuk tetap menjaga warisan kuliner dari nenek mereka, serta menjalankan usaha keluarga ini sampai seterusnya. (Melia Setiawati)

3 dari 3 halaman

Diplomasi via Jalur Kuliner

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat