, Juneau - Sejak beberapa tahun terakhir, miliaran kepiting salju di sekitar perairan Alaska dikabarkan telah menghilang.
Fenomena ini lantas menarik perhatian para ilmuwan. Mereka mengatakan bahwa perubahan iklim yang membuat suhu laut lebih hangat kemungkinan besar menyebabkan mereka mati kelaparan.
Kabar ini mengemuka setelah Departemen Perikanan Alaska mengumumkan pembatalan musim panen kepiting salju untuk tahun kedua berturut-turut, karena begitu banyak kepiting yang hilang dari perairan Laut Bering.
Advertisement
Dilansir CNN, Selasa (24/10/2023), penelitian yang dipublikasikan oleh para ilmuwan di National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) pada Kamis 19 Oktober ini menemukan keterkaitan yang signifikan antara gelombang panas laut di Laut Bering bagian timur baru-baru ini dengan hilangnya populasi snow crab (kepiting salju) yang terjadi dalam survei tahun 2021.
Cody Szuwalski, penulis utama studi tersebut dan ahli biologi perikanan di NOAA, menyatakan keterkejutannya saat menerima data survei tahun 2021.
"Ketika saya pertama kali menerima data survei tahun 2021, pikiran saya tercengang," ujarnya. "Semua orang hanya berharap dan berdoa bahwa ini adalah kesalahan dalam survei dan tahun depan akan ada lebih banyak kepiting."
"Dan kemudian pada tahun 2022, ini lebih dari sebuah penerimaan bahwa ini akan menjadi jalan yang panjang," kata Szuwalski kepada CNN.
Ini bukan hanya tentang penangkapan ikan yang berlebihan di wilayah Alaska, seperti yang dianggap sebelumnya oleh para penangkap ikan di wilayah tersebut.
Tahun 2022 adalah tahun pertama penangkaran kepiting salju AS ditutup di Alaska. Para penangkap ikan mengaitkan penurunan populasi ini dengan penangkapan ikan yang berlebihan, namun "penangkapan ikan yang berlebihan" adalah definisi teknis yang memicu tindakan konservasi, kata para ahli kepada CNN – hal ini tidak benar-benar menjelaskan penurunan populasi tersebut.
* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Kematian Kepiting Menjadi Penyebab Utama
![Kepiting](https://cdn1-production-images-kly.akamaized.net/eQVKhYhp7SIJcisd_6XaA5_UhQQ=/640x360/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4621051/original/057526100_1698059458-the-pacific-ocean-3211404_1280.jpg)
Penulis utama studi Cody Szuwalski menegaskan bahwa perubahan iklim berdampak secara signifikan pada perikanan khususnya yang ia kelola.
"Hal yang dapat saya ambil dari makalah ini, dan keseluruhan pengalaman secara umum, adalah bahwa secara historis, para ilmuwan perikanan sangat khawatir akan penangkapan ikan yang berlebihan – hal ini telah terjadi pada paus putih kita, dan di banyak tempat kita benar-benar menyelesaikannya dengan manajemen," kata Szuwalski. "Tetapi perubahan iklim benar-benar berdampak buruk pada rencana, model, dan sistem manajemen kami."
Studi dari para ilmuwan kemudian membagi penyebab hilangnya kepiting salju dalam konteks ini menjadi dua kategori yakni kepiting yang berpindah atau mati.
Dalam dua kategori tersebut, Szuwalski berpendapat setelah memperhatikan kondisi Laut Bering, perairan Rusia, hingga perairan yang lebih dalam bahwa sangat kecil kemungkinan kepiting tersebut berpindah habitat. Ia menegaskan bahwa penyebab utamanya kemungkinan adalah kematian kepiting tersebut.
Advertisement
Kepiting Kesulitan Mencari Makan dan Dimangsa Ikan Lain
![Ilustrasi Temperatur Suhu Tinggi](https://cdn0-production-images-kly.akamaized.net/740U5P_s9tWCweLx63cDMBtzEoU=/640x360/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4621052/original/069788800_1698059458-thermometer-106380_1280.jpg)
Hasil penelitian kemudian juga menunjukkan bahwa suhu yang lebih hangat dan kepadatan populasi berkontribusi pada tingkat kematian yang tinggi pada kepiting dewasa.
Alasan di balik peristiwa kematian ini: kepiting yang lebih lapar.
Kepiting salju adalah spesies yang biasanya ditemukan di perairan dan banyak ditemukan di daerah dengan suhu di bawah 2 derajat Celsius, meskipun menurut penelitian mereka juga dapat hidup di perairan dengan suhu hingga 12 derajat Celcius.
Air laut yang lebih hangat kemungkinan besar akan merusak metabolisme kepiting dan meningkatkan kebutuhan kalori mereka.
Jumlah energi yang dibutuhkan kepiting dari makanan pada tahun 2018 – tahun pertama dari dua tahun gelombang panas laut di wilayah tersebut – mungkin meningkat empat kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya, demikian temuan para peneliti. Namun karena panas yang mengganggu sebagian besar rantai makanan di Laut Bering, kepiting salju kesulitan mencari makanan dan tidak mampu memenuhi kebutuhan kalori.
Kerim Aydin, ahli biologi penelitian perikanan di Alaska Fisheries Science Center NOAA, juga menjelaskan rantai makanan yang berubah di lingkungan perairan tersebut. Saat gelombang panas terjadi, spesies lain seperti ikan kod Pasifik kini mampu menjangkau habitat kepiting salju yang dingin.
Spesies lain mengambil keuntungan dari situasi yang mengerikan ini, kata Kerim Aydin.
Ikan kod Pasifik kemudian menambah daftar pemangsa kepiting salju akibat suhu yang menghangat sehingga menyebabkan populasi kepiting menjadi semakin berkurang.
"Ini adalah efek gelombang panas yang sangat besar," tutur Aydin kepada CNN. "Ketika gelombang panas datang, hal itu menciptakan kelaparan dalam jumlah besar. Spesies lain mungkin telah pindah untuk memanfaatkannya, dan kemudian ketika gelombang panas berlalu, segalanya mungkin akan kembali normal — meskipun kepiting masih harus menempuh jalan panjang untuk melewatinya bahkan dalam waktu normal."
Biasanya, sambung Aydin, ada penghalang suhu di lautan yang mencegah spesies seperti ikan kod Pasifik mencapai habitat kepiting yang sangat dingin. Namun selama gelombang panas terjadi, ikan kod Pasifik bisa pergi ke perairan yang lebih hangat dari biasanya dan memakan sebagian dari sisa populasi kepiting.
Krisis Iklim Jadi Penyebab
![Gletser Es di Alaska](https://cdn1-production-images-kly.akamaized.net/ZI7rCCX_SlhGErYJcyQH1GrdiPo=/640x360/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4621053/original/081089700_1698059458-alaska-566722_1280.jpg)
Ilmuwan juga melaporkan bahwa perubahan iklim di sekitar Arktik terjadi empat kali lebih cepat dibandingkan wilayah lain di dunia, memberikan sejumlah dampak nyata pada ekosistem laut. Salah satunya adalah memicu hilangnya es laut dengan cepat di kawasan Arktik khususnya wilayah Laut Bering di Alaska yang pada gilirannya memperburuk pemanasan global.
"Tahun 2018 dan 2019 merupakan anomali ekstrem pada lautan es di Laut Bering, sesuatu yang belum pernah kami lihat sebelumnya," kata Szuwalski. "Mungkin ada 4% lapisan es yang pernah kita lihat dalam sejarah, dan sulit untuk mengetahui apakah hal ini akan terus berlanjut atau tidak."
Dalam pandangan Cody Szuwalski, apa yang terjadi pada hilangnya kepiting Alaska ini adalah akibat krisis iklim yang terjadi secara cepat dan berdampak nyata pada mata pencaharian. Meski menyadari bahwa kondisi seperti ini akan terjadi, tetapi ia mengaku tetap tak menyangka akan terjadi secepat ini.
"Ini merupakan perubahan yang tidak terduga dan terjadi secara tiba-tiba pada populasi mereka," katanya. "Tetapi menurut saya dalam jangka panjang, populasi kepiting salju diperkirakan akan berpindah ke utara seiring dengan surutnya es dan di bagian timur Laut Bering, kita mungkin tidak akan melihat banyak kepiting salju lagi."
![Infografis Journal](https://cdn1-production-images-kly.akamaized.net/LlXdW4Mqi-N2ZwUflsVTdE09VNw=/640x640/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4528031/original/088621300_1691337070-Infografis_jurnal2.jpg)
Terkini Lainnya
Kematian Kepiting Menjadi Penyebab Utama
Kepiting Kesulitan Mencari Makan dan Dimangsa Ikan Lain
Krisis Iklim Jadi Penyebab
Kepiting Salju
alaska
Perubahan Iklim
Climate Change
Kepiting
Gelombang panas
Berita Terkini
Sains
Copa America 2024
Copa America 2024: Laga Brasil Melawan Kolombia Berakhir Tanpa Pemenang
Hasil Copa America 2024: Kolombia Jadi Juara Grup Usai Tahan Imbang Brasil, Kosta Rika Tekuk Paraguay
Link Live Streaming Copa America 2024 Brasil vs Kolombia, Sesaat Lagi Tanding di Vidio
Link Live Streaming Copa America 2024 Brasil vs Kolombia, Rabu 3 Juli Pukul 08.00 WIB di Indosiar dan Vidio
Jadwal Lengkap Copa America 2024, Hasil, Klasemen Grup A, B, C, D Cek di Sini
Prediksi Copa America 2024 Brasil vs Kolombia: Misi Hindari Uruguay
Timnas Indonesia U-16
Link Live Streaming Piala AFF U-16 2024 Vietnam vs Indonesia, Rabu 3 Juli Pukul 03.00 WIB di Indosiar dan Vidio
Rekor Pertemuan Indonesia vs Vietnam di Piala AFF U-16, Kembali Adu Penalti?
Prediksi Piala AFF U-16 2024 Vietnam vs Indonesia: Penghiburan Medali Perunggu
Jadwal Lengkap, Hasil, dan Klasemen Piala AFF U-16 2024: Timnas Indonesia Bidik Gelar Ketiga
Link Siaran Langsung Vietnam vs Indonesia di Vidio: Perebutan Peringkat 3 AFF U-16 2024
Ini Penyebab Kekalahan Lawan Australia Menurut Pelatih
Judi Online
Sidak Ponsel Personel Polisi di Ponorogo Antisipasi Judi Online, Apa Hasilnya?
5 Ciri Jika Kamu Sudah Kecanduan Judi Online, Segera Tangani
Pimpinan MPR Sayangkan PPATK Belum Serahkan Nama Anggota DPR Terlibat Judi Online
Gawat! 82 Persen Pengguna Internet Terpapar Iklan Judi Online
Menko PMK Pastikan Pelaku Judi Online Dihukum Berat dan Tak Dapat Bansos
Puan Minta MKD Buka Daftar Anggota DPR yang Diduga Terlibat Judi Online
Pilkada 2024
Pilkada 2024, Burhanuddin Didukung Maju Jadi Cabup Bombana
PKB Serahkan 4 Rekomendasi ke Bakal Calon di Pilkada 2024, Simak Daftarnya
Menanti Langkah PDIP Menentukan Pilihan Sosok untuk Maju di Pilkada Jakarta
Survei: Elektabilitas Helldy Agustian Tertinggi di Pilwalkot Cilegon
KPU RI Resmi Terbitkan Peraturan Anyar soal Batasan Usia Kepala Daerah, Ini Isinya
Puan Sebut PDIP Pertimbangkan Kaesang Maju Pilkada Jateng
TOPIK POPULER
TODAY IN HISTORY
2 Juli 1881: Penembakan Tragis Presiden ke-20 Amerika Serikat James A. Garfield di Hadapan Anaknya
Populer
Rusia Klaim Hancurkan 5 Jet Militer Ukraina di Pangkalan Udara, Kemampuan Kyiv Jaga Pesawat Bantuan Diragukan
Korban Tewas Insiden Terinjak-injak di Acara Keagamaan India Bertambah Jadi 116 Orang
7 Fenomena Astronomi Juli 2024, Ada 2 Hujan Meteor
3 Juli 2022: Tragedi Longsor Gletser Gunung Marmolada di Pegunungan Alpen Italia, 10 Pendaki Tewas
5 Komet Paling Terang hingga Saat Ini
Istri Presiden Pertama RI Ratna Sari Dewi Sukarno ke Lokasi Gempa Hualien Taiwan, Beri Donasi Rp1 Miliar
Polisi Australia Tangkap Remaja 14 Tahun Pelaku Penusukan di Universitas Sydney
Swedia Sahkan UU yang Izinkan Kakek-Nenek Dapat Cuti Berbayar untuk Merawat Cucu
Indonesia Diskusi Bareng Taliban di Pertemuan Doha III, Cari Solusi Akhiri Krisis Multidimensi Rakyat Afghanistan
Euro 2024
Di Istanbul, Suporter Sambut Meriah Kemenangan Turki atas Austria
Dua Gol Merih Demiral Antar Turki Melaju ke Perempat Final Euro 2024
Bungkam Rumania 0-3, Belanda Raih Tiket Perempat Final Euro 2024
Jadwal Lengkap Euro 2024 dan Hasil Babak 16 Besar, 8 Besar, Semifinal, Final
Jadwal Lengkap Euro 2024, Hasil, Klasemen Grup A, B, C, D, E, F Cek di Sini
Berita Terkini
9 Alat Komunikasi Modern yang Ubah Cara Manusia Berinteraksi
Sri Mulyani Nawar ke DPR Minta PMN untuk LPEI Tetap Rp 10 Triliun
Copa America 2024: Laga Brasil Melawan Kolombia Berakhir Tanpa Pemenang
Eks Dirut JJC Bantah Tudingan Arahkan Waskita-Acset Sebagai Pemenang Lelang Tol MBZ
Menkominfo Didesak Mundur Usai PDN Diretas, Jokowi: Sudah Dievaluasi
Viral! Naufal Hafidz Clash of Champions Raih IPK Sempurna 4.0 Berkat Pecel Lele GKPN
8 Potret Tulisan Spanduk Peringatan di Jalan Ini Nyeleneh Banget
Rusia Klaim Hancurkan 5 Jet Militer Ukraina di Pangkalan Udara, Kemampuan Kyiv Jaga Pesawat Bantuan Diragukan
Gibran: Tanya Kaesang Maju Pilkada Jakarta atau Jawa Tengah
Tiga Menteri dan Tiga Bupati Masuk Bursa Cagub Jatim 2024 dari PDIP, Siapa Mereka?
7 Makanan dan Minuman yang Tak Boleh Dikonsumsi Selama Penerbangan
Komisi XI DPR Setuju PMN BUMN dan Bank Tanah Tahun Anggaran 2024 Senilai Rp 28 Triliun, Simak Rinciannya
Link Live Streaming Piala AFF U-16 2024 Vietnam vs Indonesia, Rabu 3 Juli Pukul 03.00 WIB di Indosiar dan Vidio
Peneliti Jepang Temukan Obat Penyakit Ginjal untuk Kucing, Bisa Perpanjang Umur Anabul hingga 30 Tahun
Kitabisa Dukung Gerakan Tanam 3.000 Lamun untuk Maksimalkan Penyerapan Karbon