, Jakarta - Perubahan iklim bukan lagi sekadar isu global yang dapat dipandang sebelah mata. Peristiwa cuaca ekstrem dan kepunahan massal adalah beberapa dampak paling serius dari perubahan iklim, tetapi dunia yang semakin panas ini juga memiliki dampak lain yang tidak kalah signifikan untuk Bumi kita.
Dunia tengah menyaksikan pergeseran dramatis akibat perubahan iklim yang semakin nyata. Di tengah guncangan dampak perubahan iklim di seluruh dunia, Indonesia, sebagai salah satu produsen kopi terbesar di dunia, tidak luput dari imbasnya.
Baca Juga
Selain dari ancaman langsung terhadap lingkungan dan keanekaragaman hayati, perubahan iklim juga membawa konsekuensi tak terduga terhadap industri kopi di Indonesia.
Advertisement
Sebagai salah satu penghasil kopi terbesar di dunia, negeri ini tidak hanya menyumbang bagi pasar global, tetapi juga menjadi penopang ekonomi lokal. Namun, apakah kita benar-benar mengerti sejauh mana kerentanan produksi kopi di Indonesia ketika menghadapi dampak perubahan iklim?
Mulai dari fenomena perubahan jenis kelamin pada kadal hingga penurunan produksi kopi di Indonesia, berikut adalah 15 dampak paling tak terduga dari pemanasan global. Merangkum dari Live Science, Sabtu (16/9/2023):
* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Meningkatnya Home Run Bisbol hingga Banyaknya Kasus Gigitan Anjing
1. Home run bisbol meningkat
Kenaikan suhu tampaknya berdampak pada peningkatan home run dalam Major League Baseball.
Dalam sebuah riset yang dipublikasikan pada tanggal 7 April dalam jurnal Bulletin of the American Meteorological Society, para peneliti menyimpulkan bahwa karena udara yang lebih hangat memiliki kepadatan yang lebih rendah, bola bisbol dapat terbang lebih jauh setelah dipukul.
Mereka menemukan bahwa selama periode 2010 hingga 2019, lebih dari 500 home run, yang mewakili 1% dari total home run, dapat disebabkan oleh suhu panas yang luar biasa akibat pemanasan global. Mereka juga memprediksi bahwa home run dapat menjadi 10% lebih wajar pada tahun 2100 jika dibandingkan dengan rata-rata antara tahun 2010 dan 2019.
Para ilmuwan mengatakan bahwa memainkan lebih banyak permainan di malam hari ketika suhu lebih dingin dapat membantu mengurangi dampaknya terhadap olahraga ini.
2. Katak yang menyusut bersuara dengan nada yang lebih tinggi
Dengan bertambahnya suhu di Bumi, katak coquí jantan (Eleutherodactylus coqui) di Puerto Rico kini menghasilkan suara parau dengan nada yang lebih tinggi.
Dalam sebuah penelitian yang dipresentasikan pada 8 Mei dalam 84th Meeting of the Acoustical Society of America, para peneliti mengungkapkan bagaimana peningkatan suhu menyebabkan amfibi ini mengalami penyusutan, sehingga menaikkan nada dari suara parau mereka.
Katak coquí jantan bersuara untuk menandai wilayah dan mengusir saingan. Para ilmuwan menemukan bahwa katak-katak yang tinggal dekat dengan dasar gunung, tempat suhu lebih hangat, mengeluarkan suara parau dengan nada yang lebih tinggi dibandingkan dengan katak yang lebih besar yang hidup di ketinggian lebih tinggi dan lebih dingin.
Ketika para peneliti kembali ke lereng yang sama dua puluh tahun kemudian, ketika suhu global telah meningkat, mereka menemukan bahwa katak-katak tersebut bersuara dengan nada yang lebih tinggi, tak peduli di mana mereka berada di gunung.
3. Turbulensi pesawat akan semakin parah
Perubahan iklim mengakibatkan guncangan dalam penerbangan menjadi lebih besar karena pergeseran aliran udara.
Dalam penelitian yang dipublikasikan pada 8 Juni dalam jurnal Geophysical Research Letters, ilmuwan membandingkan data iklim dari tahun 1979 hingga 2020 dengan data turbulensi udara di wilayah Atlantik Utara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat turbulensi parah yang disebabkan oleh tabrakan aliran udara dengan kecepatan berbeda, telah meningkat sebanyak 55% dari 17,7 jam pada tahun 1979 menjadi 27,4 jam pada tahun 2020.
Sementara tingkat turbulensi sedang juga mengalami kenaikan sebesar 37% selama periode yang sama. Para peneliti menyimpulkan bahwa perubahan iklim kemungkinan besar menjadi penyebab dari peningkatan ini karena udara yang lebih panas mengakibatkan kecepatan serta arah angin berubah menjadi lebih kuat.
4. Kehilangan jam tidur
Hingga tahun 2010, manusia sudah mengalami kekurangan tidur sekitar 44 jam setiap tahun akibat suhu panas di malam hari terkait dengan pemanasan global. Menurut penelitian, diperkirakan jumlah ini dapat meningkat menjadi 58 jam kehilangan tidur setiap tahun pada tahun 2100 dalam skenario emisi karbon tinggi.
Dalam penelitian yang diterbitkan pada Mei 2022 dalam jurnal One Earth, ilmuwan membandingkan data tidur yang tercatat menggunakan gelang pelacak tidur dari 48.000 orang di 68 negara, dan hasilnya menunjukkan bahwa orang-orang tidur lebih larut dan bangun lebih awal saat malam lebih panas.
5. Kasus gigitan anjing meningkat
Selain manusia yang cenderung melakukan tindak kejahatan kekerasan saat cuaca memanas, sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan pada 15 Juni dalam jurnal Scientific Reports mengungkapkan bahwa tingkat agresi anjing juga meningkat seiring dengan kenaikan suhu.
Tim peneliti menganalisis data mengenai 69.525 kasus gigitan anjing di delapan kota Amerika Serikat, termasuk Dallas, Houston, Baltimore, Baton Rouge, Chicago, Louisville, Los Angeles, dan Kota New York. Hasilnya menunjukkan adanya peningkatan sebanyak 11% dalam jumlah gigitan anjing pada hari-hari dengan radiasi UV tinggi dan peningkatan sebesar 4% ketika suhu tinggi.
Advertisement
Banyaknya Petir Api hingga Redupnya Bumi
6. Lebih banyak petir api
Dampak dari pemanasan global akan mempengaruhi pola petir di seluruh dunia, dengan potensi peningkatan risiko kebakaran hutan.
Peneliti dalam sebuah penelitian yang dipublikasikan pada 10 Februari dalam jurnal Nature Communications mengkaji "petir arus berkelanjutan panjang,” jenis petir yang dikenal sebagai penyebab utama kebakaran akibat petir.
Mereka memperkirakan bahwa insiden petir semacam ini dapat meningkat sekitar 10% setiap kali suhu naik sebesar 1,8 derajat Fahrenheit atau 1 derajat Celsius. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan sebanyak 40% dalam lonjakan petir menjelang akhir abad di bawah proyeksi perubahan iklim dalam skenario terburuk.
7. Penurunan tingkat kelahiran
Peningkatan suhu udara terkait dengan penurunan tingkat kelahiran.
Peneliti menemukan dalam studi yang diterbitkan tahun 2018 di jurnal Demography bahwa ketika suhu rata-rata melebihi 80 derajat Fahrenheit (26,7 derajat Celsius), terjadi penurunan sekitar 0,4% dalam tingkat kelahiran, dibandingkan dengan hari-hari dengan suhu antara 60 derajat Fahrenheit (15,6 derajat Celsius) dan 70 derajat Fahrenheit (21,1 derajat Celsius).
Para ilmuwan tidak berpendapat bahwa ini disebabkan oleh menurunnya dorongan seksual, melainkan mereka percaya bahwa suhu tinggi dapat mempengaruhi fertilitas. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa kondisi panas dapat mempengaruhi kemampuan bergerak sperma.
8. Perubahan jenis kelamin pada kadal
Kenaikan suhu menyebabkan jenis kadal central bearded dragons (Pogona vitticeps) di Australia mengalami perubahan jenis kelamin.
Pada beberapa reptil, jenis kelamin dipengaruhi oleh suhu di mana telur mereka terpapar selama proses perkembangan. Suhu yang lebih tinggi terkait dengan jumlah betina yang lebih banyak.
Sebuah studi pada tahun 2015 yang dipublikasikan di jurnal Nature menggambarkan bagaimana dari 131 ekor kadal yang ditangkap di alam liar, 11 di antaranya memiliki kromosom jenis kelamin jantan tetapi kondisi inkubasi dengan suhu yang lebih tinggi menyebabkan mereka mengembangkan anatomi betina, sehingga kadal yang mengalami inversi jenis kelamin dan mampu bertelur.
9. Alergi yang memburuk karena musim semi
Kenaikan suhu menyebabkan musim semi muncul lebih awal dan berlangsung lebih lama. Hal ini mengakibatkan peningkatan jumlah serbuk sari di udara, yang membuat hidup sedikit lebih sulit bagi penderita alergi.
Dalam penelitian yang diterbitkan tahun 2021 di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, para ilmuwan menemukan bahwa musim bersin-bersin menjadi lebih panjang di Amerika Utara, meningkat sekitar 20 hari antara tahun 1990 dan 2018.
Mereka juga menemukan bahwa tingkat serbuk sari meningkat sekitar 21% dalam periode yang sama. Tim peneliti menyatakan bahwa perubahan ini kemungkinan disebabkan oleh pemanasan global dan telah memperburuk masalah alergi.
10. Redupnya Bumi, dampak pemanasan laut terhadap pantulan cahaya matahari
Dalam sebuah riset yang dipublikasikan dalam jurnal Geophysical Research Letters pada tahun 2021, ilmuwan melakukan analisis terhadap jumlah sinar matahari yang dipantulkan dari Bumi ke bulan antara tahun 1998 hingga 2017.
Hasil temuan menunjukkan bahwa terjadi penurunan kecerahan di Bumi. Hal ini disebabkan oleh pemanasan laut yang telah mengurangi jumlah awan rendah di atas Samudra Pasifik timur yang dapat memantulkan cahaya, sehingga mengakibatkan berkurangnya pantulan sinar matahari dari Bumi.
Konsekuensinya, terjadi penangkapan energi cahaya yang lebih banyak di Bumi, yang berpotensi meningkatkan pemanasan global lebih lanjut.
Meletusnya Gunung Berapi hingga Cepatnya Pertumbuhan Pohon
11. Potensi meletusnya gunung berapi akibat pemanasan global
Sebagian besar gunung berapi di Bumi terlindungi oleh lapisan es. Namun, seiring dengan lebih banyak mencairnya es akibat pemanasan global, air yang dilepaskan dapat tercampur dengan batuan panas dan magma di bawahnya, yang kemudian akan menyebabkan intensitas ledakan.
Pelelehan es mengurangi tekanan pada magma, memungkinkan pembentukan gelembung lebih banyak di dalamnya. Magma yang bergelembung kemudian memberikan tekanan lebih besar pada kerak Bumi di atasnya, hingga cairan leleh meledak melalui retakan di kerak.
Temuan ini diperkuat oleh penelitian yang diterbitkan pada tahun 2017 dalam jurnal Geology, di mana para peneliti menemukan bahwa antara sekitar 4.500 hingga 5.500 tahun yang lalu, jumlah letusan gunung berapi di Islandia turun secara signifikan ketika iklim menjadi lebih dingin, dibandingkan dengan periode-periode yang lebih panas.
12. Produksi kopi menurun, salah satunya di Indonesia
Menurut penelitian yang diterbitkan pada 26 Januari dalam jurnal PLOS One, diperkirakan bahwa pada tahun 2050, perubahan iklim berpotensi mengurangi setengah dari lahan yang dapat digunakan untuk perkebunan kopi.
Dengan melakukan pemodelan terhadap tiga skenario iklim berbeda yang membatasi pemanasan global pada 2.7 derajat Fahrenheit (1.5 derajat Celsius), 4.3 derajat Fahrenheit (2.4 derajat Celsius), atau 7.2 derajat Fahrenheit (4 derajat Celsius), para ilmuwan menemukan bahwa jumlah wilayah yang sangat cocok untuk perkebunan kopi, seperti wilayah di Brasil, Vietnam, Indonesia, dan Kolombia, dapat mengalami penurunan hingga 50%.
13. Kambing yang mengecil
Kambing-kambing di Alpen Italia mengalami pengecilan ukuran seiring dengan meningkatnya suhu di Bumi ini.
Dalam sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Frontiers in Zoology pada tahun 2014, para peneliti menganalisis massa tubuh dari anak chamois Alpen (Rupicapra rupicapra) yang tinggal di pegunungan antara tahun 1979 dan 2010, dan menemukan bahwa mereka mengalami penyusutan sekitar 25%.
Selama masa penelitian, suhu di wilayah tersebut meningkat sekitar 5.4 derajat Fahrenheit hingga 7.2 derajat Fahrenheit (3 derajat Celsius hingga 4 derajat Celsius). Para ilmuwan menyimpulkan bahwa ukuran tubuh hewan-hewan ini tampaknya mengalami penurunan karena chamois menghabiskan lebih banyak waktu untuk beristirahat dan lebih sedikit waktu untuk makan selama suhu memanas.
14. Tantangan pelestarian mumi yang rusak akibat perubahan iklim
Setelah bertahan dengan baik selama lebih dari 7.000 tahun di Gurun Atacama, beberapa mumi tertua di dunia mulai mengalami degradasi ketika disimpan di sebuah museum.
Mumi-mumi ini disiapkan oleh kelompok pemburu pengumpul yang dikenal sebagai Chinchirro. Menurut laporan oleh Harvard John A. Paulson School for Engineering and Applied Sciences, meningkatnya tingkat kelembaban akibat perubahan iklim diduga memicu pertumbuhan bakteri yang mencerna mumi-mumi tersebut, sehingga beberapa di antaranya berubah menjadi semacam lendir hitam.
Dengan melakukan pengujian pada sampel mumi di laboratorium, para ilmuwan dapat mengidentifikasi tingkat kelembaban di museum yang akan paling efektif dalam menjaga kelestarian benda-benda sejarah tersebut.
15. Pertumbuhan pohon menjadi lebih cepat
Tingkat karbon dioksida yang meningkat di atmosfer telah merangsang pertumbuhan pohon menjadi lebih cepat di Eropa Tengah.
Dalam penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Communications pada tahun 2014, disebutkan bahwa pohon cemara Norwegia (Picea abies) dan pohon beech Eropa (Fagus sylvatica) tumbuh lebih dari dua kali lipat lebih cepat pada tahun 2010 jika dibandingkan dengan tahun 1960, seiring dengan meningkatnya kadar karbon dioksida.
Gas rumah kaca ini merupakan elemen kunci dalam fotosintesis, yaitu proses di mana tanaman menggunakan energi cahaya untuk menghasilkan gula dan oksigen. Gula ini selanjutnya dapat digabungkan dengan oksigen dalam proses respirasi untuk melepaskan energi guna melakukan pertumbuhan.
Terkini Lainnya
Bersama Musisi, IKLIM Terus Tingkatkan Kesadaran Masyarakat soal Krisis Iklim
OJK Ungkap Perubahan Iklim Jadi Ancaman Terbesar Stabilitas Keuangan
Menteri LHK Bongkar 5 Kunci Penanganan Deforestasi Indonesia
Meningkatnya Home Run Bisbol hingga Banyaknya Kasus Gigitan Anjing
1. Home run bisbol meningkat
2. Katak yang menyusut bersuara dengan nada yang lebih tinggi
3. Turbulensi pesawat akan semakin parah
4. Kehilangan jam tidur
5. Kasus gigitan anjing meningkat
Banyaknya Petir Api hingga Redupnya Bumi
6. Lebih banyak petir api
7. Penurunan tingkat kelahiran
8. Perubahan jenis kelamin pada kadal
9. Alergi yang memburuk karena musim semi
10. Redupnya Bumi, dampak pemanasan laut terhadap pantulan cahaya matahari
Meletusnya Gunung Berapi hingga Cepatnya Pertumbuhan Pohon
11. Potensi meletusnya gunung berapi akibat pemanasan global
12. Produksi kopi menurun, salah satunya di Indonesia
13. Kambing yang mengecil
14. Tantangan pelestarian mumi yang rusak akibat perubahan iklim
15. Pertumbuhan pohon menjadi lebih cepat
Indonesia
Cuaca Ekstrem
Iklim
Dampak Perubahan Iklim
kopi
Pasar Global
Pemanasan Global
Produksi Kopi
Climate Change
Perubahan Iklim
Rekomendasi
OJK Ungkap Perubahan Iklim Jadi Ancaman Terbesar Stabilitas Keuangan
Menteri LHK Bongkar 5 Kunci Penanganan Deforestasi Indonesia
Bill Gates Sebut Indonesia Ikut Berkontribusi pada Perubahan Iklim, Pakar: Tidak Bisa Asal Tunjuk
Ada Program Pertanian Cerdas Iklim, Produktivitas Petani Melejit
Langkah Dekarbonisasi untuk Wujudkan Masa Depan Berkelanjutan Indonesia
Jokowi Wanti-wanti Dunia Menuju Neraka Iklim, Bisa Sebabkan Kelaparan dan Kekeringan
Jokowi Sebut Bakal Terjadi Neraka Iklim, Apa Itu?
3 Kota di Indonesia Masuk Daftar Suhu Terpanas Tidak Biasa di Dunia akibat Perubahan Iklim
Perubahan Iklim Bikin Kelahiran Prematur Meningkat, Juga Banyak Lansia Berisiko Alami Serangan Jantung
Copa America 2024
Link Live Streaming Copa America 2024 Brasil vs Kolombia, Sesaat Lagi Tanding di Vidio
Link Live Streaming Copa America 2024 Brasil vs Kolombia, Rabu 3 Juli Pukul 08.00 WIB di Indosiar dan Vidio
Jadwal Lengkap Copa America 2024, Hasil, Klasemen Grup A, B, C, D Cek di Sini
Prediksi Copa America 2024 Brasil vs Kolombia: Misi Hindari Uruguay
Hasil Copa America 2024: Uruguay Singkirkan Amerika Serikat, Panama Melenggang ke Perempat Final
Bermain Imbang Lawan Meksiko, Ekuador Lolos ke Perempat Final Copa America 2024
Timnas Indonesia U-16
Prediksi Piala AFF U-16 2024 Vietnam vs Indonesia: Penghiburan Medali Perunggu
Jadwal Lengkap, Hasil, dan Klasemen Piala AFF U-16 2024: Timnas Indonesia Bidik Gelar Ketiga
Link Siaran Langsung Vietnam vs Indonesia di Vidio: Perebutan Peringkat 3 AFF U-16 2024
Ini Penyebab Kekalahan Lawan Australia Menurut Pelatih
Timnas Indonesia Gagal Pertahankan Gelar Piala AFF U-16, Nova Arianto Tetap Beri Apresiasi
Hasil Piala AFF U-16 2024 Indonesia vs Australia: Dapat Kartu Merah dan Kebobolan 5 Gol, Garuda Nusantara Gagal ke Final
Judi Online
5 Ciri Jika Kamu Sudah Kecanduan Judi Online, Segera Tangani
Pimpinan MPR Sayangkan PPATK Belum Serahkan Nama Anggota DPR Terlibat Judi Online
Gawat! 82 Persen Pengguna Internet Terpapar Iklan Judi Online
Menko PMK Pastikan Pelaku Judi Online Dihukum Berat dan Tak Dapat Bansos
Puan Minta MKD Buka Daftar Anggota DPR yang Diduga Terlibat Judi Online
Dewan Pers Minta Kapolri-Kapolda Usut Kebakaran Rumah Wartawan di Karo
Pilkada 2024
PKB Serahkan 4 Rekomendasi ke Bakal Calon di Pilkada 2024, Simak Daftarnya
Menanti Langkah PDIP Menentukan Pilihan Sosok untuk Maju di Pilkada Jakarta
Survei: Elektabilitas Helldy Agustian Tertinggi di Pilwalkot Cilegon
KPU RI Resmi Terbitkan Peraturan Anyar soal Batasan Usia Kepala Daerah, Ini Isinya
Puan Sebut PDIP Pertimbangkan Kaesang Maju Pilkada Jateng
Hasto PDIP: Coklit Ini Penting Dalam Menjamin Hak Konstitusional Warga
TOPIK POPULER
TODAY IN HISTORY
2 Juli 1881: Penembakan Tragis Presiden ke-20 Amerika Serikat James A. Garfield di Hadapan Anaknya
Populer
Istri Presiden Pertama RI Ratna Sari Dewi Sukarno ke Lokasi Gempa Hualien Taiwan, Beri Donasi Rp1 Miliar
Jutaan Nyamuk Wolbachia Dilepas di Hawaii, Demi Selamatkan Spesies Burung dari Kepunahan
Korban Tewas Insiden Terinjak-injak di Acara Keagamaan India Bertambah Jadi 116 Orang
Ratusan Pendemo Turun ke Jalanan Kota Mexico City, Advokasikan Hak-hak Hewan
Mengenal Omega Centauri, Gugus Bintang Paling Terang dan Padat
Kekurangan Pasukan, Ukraina Berikan Narapidana Pembebasan Bersyarat untuk Ikut Berperang
Kisah Izumo Kotanya Para Jagoan IT di Jepang, Mayoritas dari Eropa Timur
Indonesia Diskusi Bareng Taliban di Pertemuan Doha III, Cari Solusi Akhiri Krisis Multidimensi Rakyat Afghanistan
Warga Korea Utara Mulai Wajib Kenakan Pin Kim Jong Un
Euro 2024
Dua Gol Merih Demiral Antar Turki Melaju ke Perempat Final Euro 2024
Bungkam Rumania 0-3, Belanda Raih Tiket Perempat Final Euro 2024
Jadwal Lengkap Euro 2024 dan Hasil Babak 16 Besar, 8 Besar, Semifinal, Final
Jadwal Lengkap Euro 2024, Hasil, Klasemen Grup A, B, C, D, E, F Cek di Sini
Waspada Belanda, Turki Bikin Pelatih Austria Ralf Rangnick Menyesal Tak Bisa Lanjut di Euro 2024
Euro 2024: Sukses Hancurkan Rumania 3-0, Ronald Koeman Masih Punya Satu Penyesalan soal Permainan Belanda
Berita Terkini
Lawan Merek China, Ford Siapkan Mobil Listrik Rp 400 Jutaan
Harga Minyak Mentah Lengser dari Puncak Meski Perang Israel dan Hizbullah Memanas
4 Zodiak yang Suka Ragu dengan Hubungan Cintanya
Hizbullah: Kami Akan Berhenti Menyerang Israel Bila Gencatan Senjata Tercapai di Gaza
Jakarta Urutan Ketiga Destinasi Paling Bikin Stres di Dunia, Sandiaga Uno: Jangan Baper
Prediksi Piala AFF U-16 2024 Vietnam vs Indonesia: Penghiburan Medali Perunggu
IHSG Berpeluang Rawan Koreksi, Cermati Rekomendasi Saham Hari Ini 3 Juli 2024
Simak, Tips Agar Cat Rumah Tidak Cepat Pudar
Cara Menghitung Zakat Mal Menurut Islam, Simak Pula Syarat dan Ketentuannya
Aditya Zoni Akan Perjuangkan Hak Asuh Anak dalam Sidang Cerai dengan Yasmine Ow
Akun Facebook Saya Diretas, Ini Cara Memulihkan Akun yang Dihack
Dua Gol Merih Demiral Antar Turki Melaju ke Perempat Final Euro 2024
PKB Sebut PDIP Oke dengan Anies di Pilgub Jakarta, Tapi Masih Pertimbangkan Cawagub
Sarana Menara Nusantara Rampungkan Akuisisi 90 % Saham IBST
10 Smartphone Paling Ngebut di Bulan Juni 2024, Apa Saja?