uefau17.com

Kasus COVID-19 Naik Lagi di Beijing, Bakal Ada Vaksin Baru dari China? - Global

, Beijing - Kasus COVID-19 di ibu kota China dilaporkan meningkat sejak awal Mei 2023. Jumlah kasus COVID-19 terpantau mengalahkan kasus influenza yang sempat naik di Beijing.

Menurut laporan media pemerintah Global Times, Kamis (18/5/2023), ada 10.508 kasus baru COVID-19 di Beijing pada periode 1 hingga 7 Mei 2023. Angka itu naik 4.070 kasus ketimbang sepekan sebelumnya.

Influenza lantas turun jadi peringkat dia di antara penyakit-penyakit menular yang muncul di Beijing.

The Health Times di China melaporkan bahwa kasus-kasus influenza di Beijing sempat menjadi kasus yang lebih parah sejak 6 Februari 2023. Namun, COVID-19 kembali menjadi kasus yang dominan per 24 April 2023.

Peningkatan COVID-19 juga kembali dirasakan para netizen China.

Infeksi COVID-19 terjadi pada lebih dari 20 persen yang dites di klinik demam sekitar Guangzhou, Provinsi Guangdong.

Pakar penyakit respirasi di China, Zhong Nanshan, menjelaskan bahwa nyaris 85 persen total populasi di China, atau sekitar 1,1 hingga 1,2 miliar orang, sudah pernah terpapar COVID-19.

Zhong berkata langkah selanjutnya untuk melawan COVID-19 adalah mengembangkan vaksin baru yang bisa melawan varian-varian XBB, misalnya vaksin mRNA dan vaksin protein rekombinan.

Pada hari Minggu lalu, vaksin mRNA buatan dalam negeri China mulai digunakan di Shijiazhuang, Provinsi Hebei.

Central Leading Group for Novel Coronavirus Prevention and Control merekomendasikan vaksin mRNA yang dikembangkan oleh CSPC Pharmaceutical Group dan vaksin subunit protein yang disebut SCTV01E, yang dikembangkan oleh Sino Cell Tech, untuk digunakan sebagai suntikan bosster karena kedua vaksin tersebut mencakup varian Omicron.

Kasus COVID-19 pertama kali muncul di Wuhan pada akhir Desember 2019. Saat itu, pemerintah daerah menegur dokter yang menemukan infeksi tersebut karena dianggap membuat gaduh. Beberapa bulan kemudian, pandemi COVID-19 menjadi pandemi global.

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Soal Pencabutan Status Kedaruratan COVID-19 di RI, Kemenkes: Masih Dibahas

Sementara itu dari dalam negeri, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Siti Nadia Tarmizi menjelaskan soal status kedaruratan COVID-19 di Indonesia. Menurutnya, hal ini masih dalam tahap pembahasan.

“Kan masih dibahas," kata Nadia. 

"Rekomendasi itu sudah ada pembahasan dari para epidemiologi, sedang dilaporkan ke Menko PMK (Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) dan Menko Perekonomian, juga Menko Marves (Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi) yang bergerak di bidang penanganan COVID-19,” kata Nadia saat ditemui usai acara Launching Kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Berbahan Pangan Lokal untuk Ibu Hamil dan Balita di Jakarta, Rabu (17/5).

Nadia mengatakan untuk menunggu hasil pembahasan dari ketiga menteri koordinator tersebut. 

“Ya kita tunggu saja kesimpulan karena ini masih marathon pembahasan ketiga Menko ini,” tambahnya.

Sementara terkait targetnya, Nadia mengatakan pencabutan status kedaruratan ini dilakukan secepatnya.

“Indonesia sebenarnya jauh sebelum WHO mengumumkan pandemi COVID-19 terakhir kita itu sudah mengusulkan kepada WHO bagaimana atau langkah-langkah apa yang harus disiapkan Indonesia untuk bisa mencabut status kedaruratan kesehatan.”

3 dari 3 halaman

Penanganan Pandemi di Indonesia Dinilai Baik

Nadia juga menyampaikan bahwa WHO menilai bahwa penanganan pandemi di Indonesia terbilang baik atau good shape in pandemic control.

"Artinya kita sudah bisa (cabut status kedaruratan) tapi mereka meminta kita merujuk pada strategi kesiapsiagaan dan respons 2022-2025. Kita diminta meng-asses diri kita sendiri apakah itu sudah siap atau enggak."

"Sekarang kan AS sudah mencabut (status kedarurayan) ya. Sambil kita berkomunikasi tentunya antar negara ASEAN dan juga di ASEAN juga sama-sama dibahas walaupun tidak secara formal, pada pertemuan informal ya. Itu adalah kewenangan negara masing-masing," kata Nadia.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat