uefau17.com

Rusia Suspensi Perjanjian Nuklir, Ini Reaksi Keras Parlemen Eropa - Global

, Jakarta - Pihak Uni Eropa merespons keras langkah Presiden Rusia Vladimir Putin yang melakukan suspensi terhadap Strategic Arms Reduction Treaty (START) yang mengatur soal pemakaian nuklir. Langkah penangguhan itu diumumkan Presiden Putin dalam pidato menjelang satu tahun invasi Rusia ke Ukraina. 

Anggota Komite Luar Negeri Parlemen Eropa, David McAllister, mengaku tidak kaget atas retorika Presiden Putin. Ia menyebut Putin memang ingin menakut-menakuti lawannya. 

"Pidato Putin kemarin bukanlah kejutan. Itu adalah retorikanya yang berlanjut, yang mencoba menakut-nakuti masyarakat Barat. Ia tidak akan sukses," ujar McAllister saat berkunjung ke Jakarta, Rabu (22/2/2023).

Lebih lanjut, McAllister berkata bahwa Vladimir Putin adalah "seorang diktator dan ia bertanggung jawab atas kejahatan-kejahatan perang yang mengerikan."

Vladimir Putin juga dianggap tak punya justifikasi dalam menyerang Ukraina, dan perang yang dilancarkan Rusia bersifat imperialistik.

Namun, McAllister berkata langkah Presiden Putin terkait START bisa membahayakan keamanan negara-negara dunia.

"Suspensi perjanjian nuklir, di sini reaksi di Uni Eropa sudah sangat jelas. Pengumuman ini akan melemahkan arsitektur keamanan Eropa, dan dunia pada umumnya, dan Uni Eropa terus menyerukan ke Kremlin agar memenuhi tanggung jawab internasionalnya," tegas McAllister.

Sementara, Presiden Amerika Serikat Joe Biden tidak membahas secara spesifik terkait masalah START ini ketika ia berpidato di Warsawa, Polandia, Selasa (21/2). Presiden Biden berkata invasi Rusia ke Ukraina merupakan "ujian bagi seluruh dunia". 

Namun, Presiden Biden berkata dunia telah membuktikan bahwa demokrasi kuat melawan aksi Rusia. 

"Ketika Presiden Putin memerintahkan tank-tank untuk bergulir ke Ukraina, ia pikir kita akan tergulingkan. Ia salah. Rakyat Ukraina terlalu berani. Amerika, Eropa, koalisi negara-negara Atlantik hingga Pasifik terlalu bersatu. Demokrasi terlalu tangguh," tegas Joe Biden.

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Rusia dan START

Sebelumnya dilaporkan, pidato kenegaraan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Selasa (21/2/2023), berlangsung cukup lama: satu jam 45 menit. Salah satu yang menjadi sorotan adalah pernyataannya soal menangguhkan partisipasi Rusia dalam Pakta New START, perjanjian antara Amerika Serikat (AS) dan Rusia yang membatasi jumlah hulu ledak nuklir jarak jauh dan rudal, pengebom berbasis darat, serta kapal selam pembawa senjata nuklir, yang dapat mereka kerahkan.

Menurut Putin, AS dan NATO telah gagal dalam bekerja sama.

"Saya harus mengumumkan bahwa Rusia menangguhkan partisipasinya dalam Pakta New START," ujar Putin seperti dikutip dari france24. "Tidak seorang pun boleh berada di bawah ilusi bahwa paritas strategis global dapat dilanggar."

Pakta New START ditandatangani pada tahun 2010. Kemudian pada tahun 2021, perjanjian tersebut diperpanjang selama lima tahun, yaitu hingga 2026.

Meski demikian, Putin menggarisbawahi bahwa Rusia belum sepenuhnya menarik diri dari New START.

Lebih lanjut, dalam pidatonya, Putin mengklaim bahwa rakyat Ukraina telah menjadi sandera dari "tuan Barat", yang menduduki negara itu dalam hal politik, ekonomi, dan militer. Rezim Ukraina, sebut Putin, tidak melayani kepentingan nasional, melainkan kepentingan kekuatan asing.

Putin menilai bahwa Barat berusaha mengubah konflik Ukraina menjadi konfrontasi global dengan Rusia dan keberadaan Rusia dipertaruhkan.

"Kami memahaminya seperti itu dan akan bereaksi dengan cara yang tepat," ungkap Putin di hadapan para anggota parlemen, pejabat, dan militer.

3 dari 4 halaman

Pesan China soal Rusia Vs Ukraina: Hentikan Menyirami Api dengan Bensin

Menteri Luar Negeri (Menlu) China Qin Gang mengatakan pada Selasa (22/2/2023), pihaknya ingin memainkan peran dalam mengakhiri perang Ukraina. Hal tersebut disampaikan Menlu Qin dalam konferensi keamanan di Beijing, di mana dia juga mengungkapkan kekhawatiran bahwa invasi Rusia ke Ukraina yang berlangsung hampir setahun dapat lepas kendali.

China, sebut Qin, akan terus mendesak pembicaraan damai untuk menghasilkan penyelesaian politik. 

"Pada saat yang sama, kami mendesak negara-negara terkait untuk segera berhenti menambahkan bahan bakar ke api, berhenti menyalahkan China, dan berhenti membesar-besarkan soal Ukraina hari ini, Taiwan besoknya," ungkap Menlu Qin merujuk kepada dukungan militer Barat terhadap Kyiv serta kekhawatiran bahwa China sedang bersiap untuk menegaskan klaimnya atas Taiwan. Demikian seperti dikutip dari AP, Rabu (22/2).

Sejak invasi Rusia ke Ukraina, China telah menolak mengutuk langkah tersebut dan mengecam keras sanksi ekonomi Barat terhadap Moskow. Sejauh ini, China juga tidak mendefinisikan apa yang terjadi di Ukraina sebagai invasi.

4 dari 4 halaman

China Tuduh Barat Provokasi

China dan Rusia memiliki kebijakan luar negeri yang selaras, di mana keduanya menentang Amerika Serikat. Beberapa pekan sebelum invasi Rusia ke Ukraina, para pemimpin kedua negara mengumumkan kemitraan tanpa batas.

Beijing meyakini bahwa Moskow terprovokasi untuk menggunakan kekuatan militer sebagai respons atas ekspansi NATO ke timur.

Meski demikian Menlu Qin menegaskan, pihaknya selalu mengambil sikap objektif dan tidak memihak.

"China sangat khawatir dengan eskalasi situasi dan kemungkinan itu di luar kendali," tutur Menlu Qin.

Menurutnya, Presiden Xi Jinping telah mengajukan proposal yang secara garis besar menegaskan peran China yang bertanggung jawab dan konstruktif dalam meredakan situasi dan mengurangi krisis.

"Kami akan terus mempromosikan pembicaraan damai, memberikan kebijaksanaan China untuk penyelesaian politik krisis Ukraian, dan bekerja dengan komunitas internasional untuk mempromosikan dialog dan konsultasi dalam mengatasi masalah," ujar Qin.

China menentang kritik terhadap Rusia di PBB, bersikeras bahwa kedaulatan dan integritas teritorial semua negara harus dihormati.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat