, Jakarta - Menentukan apa yang membuat dinosaurus punah 66 juta tahun yang lalu pada akhir Periode Kapur telah lama menjadi topik perdebatan, seperti yang dilakukan para ilmuwan untuk menentukan apa yang menyebabkan terjadinya lima peristiwa kepunahan massal yang membentuk kembali kehidupan di planet Bumi dalam sekejap secara geologis.
Dikutip dari The Brighter Side, Minggu (25/9/2022), beberapa ilmuwan berpendapat bahwa komet atau asteroid yang menabrak Bumi adalah faktor yang paling mungkin menjadi pemicu kepunahan massal, sementara ilmuwan lain berpendapat bahwa letusan gunung berapi besar adalah penyebabnya.
Baca Juga
VIDEO: Spesies Baru Dinosaurus Ditemukan, Mirip Kepala Dewa Loki
6 Fakta Menarik T-rex Si Raja Kadal
Hewan Mungil Ini Disebut Nenek Moyang Sapi, Babi, dan Rusa
Sebuah studi baru yang dipimpin Dartmouth yang diterbitkan dalam Prosiding National Academy of Sciences (PNAS) melaporkan bahwa aktivitas vulkanik tampaknya telah menjadi pemicu utama kepunahan massal.
Advertisement
Temuan ini menunjukkan bukti kuantitatif yang paling meyakinkan bahwa sejauh ini hubungan antara letusan gunung berapi besar dan kepunahan massal spesies bukan hanya masalah kebetulan.
Empat dari lima kepunahan massal tersebut terjadi bersamaan dengan jenis letusan gunung berapi yang disebut banjir basal, kata para peneliti. Letusan ini membanjiri wilayah yang luas-bahkan seluruh benua-dengan lava dalam sekejap mata secara geologis, hanya dalam hitungan juta tahun. Letusan-letusan ini meninggalkan sidik jari raksasa sebagai bukti-daerah yang luas seperti anak tangga, batuan beku (dipadatkan dari lava yang meletus) yang oleh para ahli geologi disebut sebagai "large igneous provinces."
Untuk dihitung sebagai "besar," "igneous provinces" harus mengandung setidaknya 100.000 kilometer kubik magma. Sebagai gambaran, letusan Gunung St Helens pada tahun 1980 melibatkan kurang dari satu kilometer kubik magma. Para peneliti mengatakan bahwa sebagian besar gunung berapi yang termasuk dalam penelitian ini meletus dengan urutan satu juta kali lebih banyak dari itu.
Tim peneliti menggunakan tiga kumpulan data yang sudah mapan pada skala waktu geologi, paleobiologi, dan large igneous space untuk mempelajari hubungan temporal antara kepunahan massal dan large igneous area.
"Area batuan beku besar sepeti baku dari letusan gunung berapi ini tampaknya memiliki kesamaan waktu dengan kepunahan massal dan peristiwa iklim dan lingkungan yang signifikan lainnya," kata penulis utama Theodore Green '21, yang melakukan penelitian ini sebagai bagian dari program Senior Fellowship di Dartmouth dan sekarang menjadi mahasiswa pascasarjana di Princeton.
Faktanya, serangkaian letusan di Siberia saat itu memicu kepunahan massal yang paling merusak sekitar 252 juta tahun yang lalu, melepaskan karbon dioksida dalam jumlah besar ke atmosfer dan hampir membunuh semua kehidupan. Yang menjadi saksi adalah Siberian Traps, sebuah wilayah besar batuan vulkanik yang kira-kira seukuran Australia.
Letusan gunung berapi juga menggoncangkan anak benua India bersamaan dengan kematian dinosaurus yang besar, sehingga terbentuklah apa yang sekarang dikenal sebagai dataran tinggi Deccan. Hal ini, seperti halnya serangan asteroid, memiliki efek global yang besar, membuat atmosfer diselimuti debu dan asap beracun, membuat sesak napas dinosaurus dan kehidupan lainnya, serta mengubah iklim dalam skala waktu yang panjang.
Sebuah studi baru yang meneliti embrio dari fosil telur dinosaurus memberikan bukti lebih lanjut dalam mendukung gagasan bahwa burung modern berevolusi dari dinosaurus.
* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Hubungan Antar-Peristiwa
![Gunung Fagradalsfjall di Islandia Kembali Erupsi](https://cdn0-production-images-kly.akamaized.net/Uy7zOOiJ9MoVmhSE3z4SAdCkJ0k=/0x409:5975x3777/640x360/filters:quality(75):strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4112433/original/069833700_1659579141-Gunung_Fagradalsfjall_di_Islandia_Kembali_Erupsi-IG_4.jpg)
Di samping beberapa temuan yang ditemukan kali ini, menurut para peneliti, teori-teori yang mendukung pemusnahan oleh tumbukan asteroid didasarkan pada tumbukan Chicxulub, sebuah batu luar angkasa yang menabrak Semenanjung Yucatan di Meksiko sekitar waktu yang sama ketika dinosaurus punah.
"Semua teori lain yang berusaha menjelaskan apa yang membunuh dinosaurus, termasuk vulkanisme, menjadi kacau ketika kawah tumbukan Chicxulub ditemukan," kata rekan penulis Brenhin Keller, asisten profesor ilmu bumi di Dartmouth. Tapi hanya ada sedikit bukti peristiwa tumbukan serupa yang bertepatan dengan kepunahan massal lainnya meskipun telah dilakukan eksplorasi selama beberapa dekade, jelasnya.
Di Dartmouth, Green mulai menemukan cara untuk mengetahui hubungan yang jelas antara letusan dan kepunahan dan menguji apakah kebetulan itu hanya kebetulan atau apakah ada bukti hubungan sebab akibat di antara keduanya.
Bekerja sama dengan Keller dan rekan penulis Paul Renne, profesor di bidang ilmu bumi dan planet di University of California, Berkeley dan direktur Berkeley Geochronology Center, Green merekrut para superkomputer di Dartmouth Discovery Cluster untuk menghitung angka-angkanya.
Para peneliti membandingkan perhitungan terbaik yang tersedia dari letusan basal banjir dengan periode pembunuhan spesies secara drastis dalam skala waktu geologi, tetapi tidak terbatas pada lima kepunahan massal yang tentunya kelimanya termausk dalam perhitungan ini.
Advertisement
Letusan Besar
![Ilustrasi Asteroid](https://cdn1-production-images-kly.akamaized.net/MEKozrVmU01J9vCEakn9QDXFYnE=/640x360/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/2797334/original/093692500_1557127224-asteroid.jpg)
Untuk membuktikan bahwa waktunya lebih dari sekadar kebetulan belaka,para peneliti memeriksa apakah letusan-letusan tersebut polanya juga akan cocok dengan pola yang dihasilkan secara acak dan mengulangi percobaan tersebut dengan 100 juta pola seperti itu. Mereka menemukan bahwa kesesuaian dengan periode kepunahan jauh lebih besar daripada sekadar kebetulan belaka.
"Meskipun sulit untuk menentukan apakah ledakan gunung berapi tertentu menyebabkan kepunahan massal tertentu, temuan kami menunjukkan bahwa sulit untuk mengabaikan peran vulkanisme dalam kepunahan," kata Keller.
Jika ditemukan hubungan sebab akibat antara banjir vulkanik basal dan kepunahan massal, para ilmuwan memperkirakan bahwa letusan yang lebih besar yang menyebabkan kepunahan yang lebih parah, tetapi hal tersebut belum diteliti lebih lanjut.
Alih-alih mempertimbangkan besarnya letusan secara absolut, tim peneliti mengurutkan peristiwa vulkanik berdasarkan frekuensi mereka memuntahkan lava. Mereka menemukan bahwa peristiwa gunung berapi dengan tingkat letusan tertinggi memang menyebabkan kerusakan paling parah, menghasilkan kepunahan yang lebih parah hingga kepunahan massal.
“Hasil penelitian kami mengindikasikan bahwa di setiap kepunahan masal di zaman kapur kemungkinan memiliki kekuatan yang signifikan, terlepas dari hal tersebut memiliki dampak atau tidak, yang sekarang dapat ditunjukkan secara kuantitatif,” kata Renne.
Tumbukan Memperburuk Situasi
![Proses Efek Rumah Kaca](https://cdn0-production-images-kly.akamaized.net/lN0CglFktwe17SeCjSprczz6Shg=/640x360/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/3421227/original/072945300_1617703079-photo-1554396077-f236be15052c.jpg)
Disamping adanya letusan vulkanik, Renne juga mengatakan: “Fakta bahwa ada tumbukan yang membuat segalanya menjadi lebih buruk juga kini tida dapat diragukan lagi.”
Para peneliti juga menghitung angka-angka asteroid. Kebetulan dari dampak yang dihasilkan dengan periode pergantian spesies secara signifikan lebih lemah, dan secara dramatis malah memburuk ketika tumbukan Chixculub tidak masuk pertimbangan. Hal ini menunjukkan bahwa tumbukan lain yang lebih kecil tidak menyebabkan kepunahan yang signifikan.
Tingkat letusan Deccan Traps di India menunjukkan bahwa kondisi ini telah memicu kepunahan yang meluas bahkan tanpa asteroid, kata Green. Dampaknya adalah bencana ganda yang dengan keras mendorong kematian dinosaurus, tambahnya.
Letusan banjir basal tidak umum dalam catatan geologi, kata Green. Letusan terakhir yang sebanding tetapi skalanya jauh lebih kecil terjadi sekitar 16 juta tahun yang lalu di Pacific Northwest.
"Sementara jumlah total karbon dioksida yang dilepaskan ke atmosfer dalam perubahan iklim modern masih sangat jauh lebih kecil daripada jumlah yang dipancarkan oleh large igneous province, untungnya," kata Keller, "kita melepaskannya dengan sangat cepat, dan ini menjadi alasan untuk dikhawatirkan." Green mengatakan bahwa emisi karbon dioksida sangat mirip dengan laju basal banjir yang berdampak lingkungan yang mereka pelajari. Hal ini menempatkan perubahan iklim dalam kerangka periode sejarah kehancuran lingkungan, katanya.
![Infografis Asteroid-Asteroid Pengancam Bumi. (/Trieyasni)](https://cdn1-production-images-kly.akamaized.net/jNZ0KbaU-jgDJ6LZbLQUZJc9nJE=/640x640/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/3644378/original/059229000_1637842533-Infografis_IG_Asteroid-Asteroid_Pengancam_Bumi.jpg)
Terkini Lainnya
VIDEO: Spesies Baru Dinosaurus Ditemukan, Mirip Kepala Dewa Loki
6 Fakta Menarik T-rex Si Raja Kadal
Hewan Mungil Ini Disebut Nenek Moyang Sapi, Babi, dan Rusa
Hubungan Antar-Peristiwa
Letusan Besar
Tumbukan Memperburuk Situasi
Asteroid
Dinosaurus
kepunahan
Letusan Gunung Berapi
Vulkanik
Berita Terkini
Sains
Rekomendasi
6 Fakta Menarik T-rex Si Raja Kadal
Hewan Mungil Ini Disebut Nenek Moyang Sapi, Babi, dan Rusa
Ahli Paleontologi Temukan Jejak Dinosaurus di China, Diduga Raptor Terbesar di Dunia
Copa America 2024
Jadwal Lengkap Copa America 2024, Hasil, Klasemen Grup A, B, C, D Cek di Sini
Copa America 2024: Laga Brasil Melawan Kolombia Berakhir Tanpa Pemenang
Hasil Copa America 2024: Kolombia Jadi Juara Grup Usai Tahan Imbang Brasil, Kosta Rika Tekuk Paraguay
Link Live Streaming Copa America 2024 Brasil vs Kolombia, Sesaat Lagi Tanding di Vidio
Link Live Streaming Copa America 2024 Brasil vs Kolombia, Rabu 3 Juli Pukul 08.00 WIB di Indosiar dan Vidio
Prediksi Copa America 2024 Brasil vs Kolombia: Misi Hindari Uruguay
Timnas Indonesia U-16
Hasil Piala AFF U-16 Vietnam vs Indonesia: Cetak 5 Gol Tanpa Balas, Garuda Nusantara Amankan Peringkat 3
Jadwal Lengkap, Hasil, dan Klasemen Piala AFF U-16 2024: Timnas Indonesia Bidik Gelar Ketiga
Hasil Piala AFF U-16 Vietnam vs Indonesia: Cetak Gol Telat, Garuda Nusantara Unggul 2-0 di Babak Pertama
Link Live Streaming Piala AFF U-16 2024 Vietnam vs Indonesia, Sebentar Lagi Mulai di Vidio
Timnas U-16 Indonesia Vs Vietnam: Nova Arianto Yakin Garuda Muda Bisa Bangkit
Link Live Streaming Piala AFF U-16 2024 Vietnam vs Indonesia, Rabu 3 Juli Pukul 15.00 WIB di Indosiar dan Vidio
Judi Online
Muhammadiyah: Judi Online Harus Diberantas
Sidak Ponsel Personel Polisi di Ponorogo Antisipasi Judi Online, Apa Hasilnya?
5 Ciri Jika Kamu Sudah Kecanduan Judi Online, Segera Tangani
Pimpinan MPR Sayangkan PPATK Belum Serahkan Nama Anggota DPR Terlibat Judi Online
Gawat! 82 Persen Pengguna Internet Terpapar Iklan Judi Online
Pilkada 2024
Bawaslu Ungkap Potensi Kerawanan Pilkada Jakarta, Heru Budi: Akan Dianalisis
PDIP: Mantan Panglima TNI Andika Perkasa Lebih Cocok Jadi Bakal Cagub daripada Wagub di Pilkada Jakarta 2024
Pilkada 2024, Burhanuddin Didukung Maju Jadi Cabup Bombana
PKPU soal Syarat Eks Napi Koruptor Maju Pilkada Harus dengan Catatan
PKB Serahkan 4 Rekomendasi ke Bakal Calon di Pilkada 2024, Simak Daftarnya
Menanti Langkah PDIP Menentukan Pilihan Sosok untuk Maju di Pilkada Jakarta
TOPIK POPULER
TODAY IN HISTORY
3 Juli 2022: Tragedi Longsor Gletser Gunung Marmolada di Pegunungan Alpen Italia, 10 Pendaki Tewas
Populer
5 Komet Paling Terang hingga Saat Ini
Rusia Klaim Hancurkan 5 Jet Militer Ukraina di Pangkalan Udara, Kemampuan Kyiv Jaga Pesawat Bantuan Diragukan
Hizbullah Serang Israel Utara dengan Puluhan Roket Katyusha, Balas Kematian Warga Sipil
Kekurangan Pasukan, Ukraina Berikan Narapidana Pembebasan Bersyarat untuk Ikut Berperang
Tak Tampil Maksimal di Debat Perdana Capres 2024, Joe Biden Ngaku Jet Lag
Mengenal Omega Centauri, Gugus Bintang Paling Terang dan Padat
Wayang Alien di Lokasi Crop Circle Jadi Penanda Indonesia UFO Festival 2024
Istri Presiden Pertama RI Ratna Sari Dewi Sukarno ke Lokasi Gempa Hualien Taiwan, Beri Donasi Rp1 Miliar
Hujan Badai di China Picu 242.000 Orang Dievakuasi, Ketinggian Air Sungai Yangtze Kian Mengkhawatirkan
Euro 2024
Manchester United Naksir Bintang Turki di Euro 2024, Harganya Masih Murah Meriah
Daftar Tim 8 Besar Euro 2024 Beserta Ranking Masing-masing, Cek di Sini
Di Istanbul, Suporter Sambut Meriah Kemenangan Turki atas Austria
Dua Gol Merih Demiral Antar Turki Melaju ke Perempat Final Euro 2024
Berita Terkini
Australia, Selandia Baru, dan China Berebut Pengaruh di Pasifik
Erick Thohir Rombak Susunan Direksi Perhutani, Ini Daftar Terbarunya
Prambanan Jazz Festival 2024 Hadirkan Beragam Kolaborasi dan Program Berkelanjutan
DKPP Berhentikan Ketua KPU Hasyim Asy'ari Terkait Tindak Asusila
Bawaslu Ungkap Potensi Kerawanan Pilkada Jakarta, Heru Budi: Akan Dianalisis
Mobil Terbakar di Dekat Pospol Cut Meutia Jakpus
Minimal Saldo Mandiri Cukup Rendah dan Bervariasi, Mulai dari 5 Ribu Rupiah
Proyek Jalan Trans Papua Hubungkan Mamberamo-Elelim Dimulai, Cita-Cita Pemerintah Era Soeharto Terwujud
Dealer Ini Sumbang 30 Persen Penjualan MG di Indonesia
Studi: Pola Makan Nabati Bisa Perlambat Perkembangan Kanker Prostat
6.947 Warga Situbondo Terancam Buta Akibat Katarak, Pengobatan Terkendala Jumlah Dokter yang Terbatas
4 Resep Bumbu Bali Rumahan yang Kaya Rempah dan Mudah Dibuat
Geser China dan Indonesia, Filipina jadi Negara Paling Ketergantungan Batu Bara
Jurus Citra Tubindo Kerek Pendapatan dan Laba pada 2024
Perubahan Strategi, Apple Bakal Pakai Chip yang Sama untuk 4 Model iPhone 16