uefau17.com

Sri Mulyani Sebut Situasi Dunia Tak Baik-Baik Saja, Ada Apa? - Bisnis

, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut, situasi dunia saat ini tidak baik-baik saja. Dunia semakin terfragmentasi, menyebabkan aturan-aturan dunia yang lama tidak lagi berlaku.

Dengan tidak berlakunya aturan-aturan lama tersebut, maka akan memunculkan “The new economic order” yang membuat kita tidak tahu akan seperti apa ke depan.

Hal itu disampaikan Sri Mulyani saat mengisi acara seminar nasional Jesuit Indonesia, dengan tema 'Prospek Ekonomi Indonesia di era Pemerintahan Baru: Tantangan, peluang, dan catatan, di Jakarta, Kamis (30/5/2024).

"Pagi tadi saya menghadiri acara yang diselenggarakan @jesuitindonesia, berbicara mengenai tantangan dan prospek ekonomi Indonesia di tengah tantangan global yang dinamis dan masa transisi ke pemerintahan baru," ujar Sri Mulyani.

"Bicara soal tantangan, tentu kita tahu bahwa situasi dunia saat ini tidak baik-baik saja," tambahnya.

Meski di tengah situasi yang sangat kompleks, kata bendahara negara ini, Indonesia akan terus melihat berbagai peluang untuk tetap tumbuh.

Lantaran, Indonesia memanfaatkan teknologi digital, melanjutkan berbagai agenda pembangunan dengan tetap berkomitmen mengatasi climate change, membangun ekonomi hijau, hilirisasi SDA, membangun ekosistem sektor keuangan yang lebih baik, juga melakukan relokasi industri. "Tantangan bukanlah alasan untuk berhenti. Indonesia akan tetap melangkah maju," ujar dia.

Tantangan Global ke Ekonomi Indonesia

Sebelumnya, dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-17, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan tantangan global ekonomi Indonesia dalam 10-15 tahun terakhir. 

Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, Sri Mulyani mengatakan, Indonesia tidak terlepas dari dinamika dunia yang harus terus diwaspadai dan dikelola. 

"Beberapa guncangan global hebat yang mempengaruhi Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPF) dalam 10 tahun atau 15 tahun terakhir; seperti krisis keuangan global di Amerika Serikat dan Eropa yang terjadi pada tahun 2008-2009 yang nyaris melumpuhkan sistem keuangan dunia dan menyebabkan kontraksi ekonomi global sebesar 0,14%," papar Sri Mulyani dalam pidato di DPR, yang disiarkan pada Senin, 20 Mei 2024.

Ini merupakan kontraksi pertama kali sejak Great Dipression 1932. Pada Oktober 2008, Yield Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia  dengan tenor 10 tahun bahkan melonjak sangat tinggi- mencapai 21%. Sementara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun tajam sebesar 50%. Kepercayaan pasar merosot.

Indonesia kemudian melakukan penyesuaian kebijakan ekonomi makro dan fiskal, hingga dampak guncangan global ke ekonomi dapat diminimalkan dan ekonomi Indonesia tetap mampu tumbuh pada 4,6% pada tahun 2009. 

 

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Ekonomi Global Diramal Belum Membaik, Apa Dampaknya ke Indonesia?

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, menyebut Pemerintah Indonesia harus tetap waspada di tengah situasi ketidakpastian global, lantaran diproyeksikan perkembangan ekonomi global belum membaik.

"Di tingkat internasional perkiraan dan juga perkembangan yang terjadi nampaknya belum akan menjadi lebih menggembirakan di situasi ekonomi internasionalnya apalagi geopolitiknya," kata Mahendra dalam sambutannya di acara Puncak Harvesting Gernas BBI&BBWI 2024 Di Palembang, Minggu (26/5/2024).

Walaupun di tengah kondisi perekonomian global yang sedang sulit dan situasi geopolitik yang semakin beresiko tinggi. Namun, pertumbuhan perekonomian Indonesia tetap terjaga baik di atas 5%.

Kendati demikian kata Mahendra, Pemerintah Indonesia nampaknya harus kembali mengandalkan lebih banyak lagi motor-motor pertumbuhan di dalam negeri, yaitu pertumbuhan pusat-pusat perekonomian seluruh daerah dan provinsi di Indonesia harus terus ditingkatkan.

Adapun untuk menjaga momentum pertumbuhan konsumsi masyarakat, lembaga pemerintahan non departemen harus meningkatkan prestasi dan meningkatkan kegiatan yang menunjang sektor jasa termasuk didalamnya yang sangat penting adalah pariwisata dan ekonomi kreatif.

Lantaran pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif menjadi penentu apakah Indonesia mampu menjaga pertumbuhan ekonomi, atau bahkan meningkatkan lebih tinggi lagi. "Karena tanpa itu namanya momentum untuk menjaga pertumbuhan kita akan lebih sulit lagi ke depan," pungkasnya.

 

3 dari 4 halaman

IMF Soal Perang Dagang AS-China: Rugikan Ekonomi Global

Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) buka suara terkait ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China, menyusul langkah Presiden Joe Biden menaikkan tarif impor pada kendaraan listrik dan barang lainnya dari China.

Mengutip CNBC International, Senin (20/5/2024) juru bicara IMF Julie Kozack mengatakan, bahwa AS akan lebih terbantu dengan mempertahankan sistem perdagangan terbuka daripada menerapkan bea masuk baru terhadap barang-barang China.

Kozack menilai, pembatasan perdagangan yang diumumkan Biden dapat mendistorsi perdagangan dan investasi, serta memecah rantai pasokan dan memicu tindakan serupa.

"Fragmentasi seperti ini bisa sangat merugikan perekonomian global," ujar Kozack dalam sebuah konferensi pers.

Ia mengungkapkan, IMF mengidentifikasi sekitar 3.000 pembatasan perdagangan global pada tahun 2023, naik dari 1.000 pembatasan pada tahun 2019.

 

4 dari 4 halaman

Skenario Terburuk

Dalam skenario terburuk, ada risiko  fragmentasi blok-blok geopolitik sehingga mengurangi output ekonomi global sekitar 7% atau setara dengan menghilangkan PDB sebesar gabungan Jepang dan Jerman.

"Sehubungan dengan tarif, pandangan kami adalah bahwa AS akan lebih terlayani dengan mempertahankan kebijakan perdagangan terbuka yang penting bagi kinerja perekonomiannya," jelas Kozack.

"Kami juga mendorong AS dan China untuk bekerja sama menuju solusi yang mengatasi kekhawatiran mendasar yang memperburuk ketegangan perdagangan antara kedua negara," pungkasnya.

Selain itu, Kozack juga menyebut, Deputi Pertama Direktur Pelaksana IMF Gita Gopinath akan melakukan perjalanan ke Beijing dari 26 hingga 29 Mei mendatang untuk bertemu dengan pejabat pemerintah mengenai tinjauan tahunan Pasal IV IMF mengenai kebijakan ekonomi China.

Kenaikan tarif impor yang diumumkan AS pada China baru-baru ini juga mencakup produk tenaga surya, semikonduktor, hingga pasokan medis.

 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat