, Jakarta - Nilai tukar rupiah tengah menghadapi cobaan berat. Krisis mata uang Lira Turki, Argentina, Brazil dan Afrika Selatan memberikan sentimen negatif di tengah dolar Amerika Serikat (AS) yang menguat karena ekonomi AS yang tumbuh tinggi.
Di sisi lain, Indonesia juga mengalami defisit neraca berjalan dampak dari tingginya impor yang tidak dapat diimbangi kenaikan ekspor. Hal ini memunculkan lagi isu Indonesia sebagai bagian dari fragile five, negara rentan jatuh ke dalam krisis bersama dengan Turki, Brazil, India dan Afrika Selatan.
Direktur Strategi Investasi dan Kepala Makroekonomi PT Bahana TCW Investment Management (BTIM) Budi Hikmat menyatakan, defisit transaksi berjalan dan penguatan dolar AS yang signifikan merupakan dua pra-kondisi fundamental yang melandasi krisis moneter 1998.
Advertisement
Namun, Budi meyakini perkembangan saat ini tak mengarah ke krisis ekonomi destruktif, seperti yang terjadi pada krisis moneter 1998.
Baca Juga
Krisis 1998, menurut Budi, bermula dari krisis mata uang, dimana rupiah melemah secara tajam dan menjalar jadi krisis perbankan. Lumpuhnya fungsi intermediasi keuangan, tak hanya memperlambat pertumbuhan ekonomi, juga memicu kehancuran aset keuangan yang menjadi penopang kemakmuran bangsa.
Krisis nilai tukar rupiah saat itu dilandasi oleh rupiah overvalued yang dipertahankan melalui sistem nilai tukar tetap (fix exchange rate) atau dikendalikan pemerintah dan tak sejalan dengan tren penguatan dolar AS. Hal ini memicu aksi sektor korporasi dan perbankan untuk mengakumulasi utang luar negeri.
Saat itu, Indonesia belum ada tata kelola utang negara khususnya luar negeri, dan penguatan sistem administrasi untuk pemungutan pajak. Apalagi mobilisasi pembiayaan bisnis dalam negeri non-perbankan melalui pasar modal juga terbatas.
Kredit perbankan juga tinggi akibat lemahnya pengawasan perbankan. Kekeliruan perbankan dan berbahaya ketika itu adalah berutang valas jangka pendek untuk membiayai proyek investasi rupiah jangka panjang.
Saat nilai tukar rupiah melemah mengikuti mata uang regional, kondisi keuangan perusahaan dan perbankan memburuk drastis. Beban utang naik dan nilai aset turun.
“Perbankan saat itu ibarat peribahasa nothing right in the left and nothing left in the right. Sebelah kiri jadi aset bodong. Sebelah kanan deposan menarik dana. Akibatnya, modal tergerus dan harus dibenahi melalui kebijakan rekapitalisasi perbankan yang sangat mahal biayanya,“ jelas Budi dalam keterangan tertulis, Selasa (11/9/2018).
Sekarang kondisinya berbeda. Perbankan jauh lebih baik dengan rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) yang melebihi standar internasional.
Negara sudah memiliki manajemen berutang yang lebih transparan dan cermat, defisit maksimal 3 persen dari PDB.
Sistem nilai tukar fleksibel (flexible exchange rate) yang menyadarkan perusahaan akan bahaya risiko kurs mata uang bila berutang.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pelemahan Rupiah terhadap Dolar AS terus diperbincangkan publik. Sebagian bahkan membandingkannya dengan krisis ekonomi tahun 1998. Apa iya bakal kayak tahun 1998?
* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
New Normal Picu Risiko Refinancing
![Rupiah Tembus 14.600 per Dolar AS](https://cdn0-production-images-kly.akamaized.net/mqwdGfuIaMUea1WN4q-acfW2ADY=/640x360/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/2328214/original/028363700_1534149574-Uang-Dolar5.jpg)
Pelemahan mata uang negara berkembang terhadap dolar AS, termasuk rupiah dilatari oleh keluarnya aliran modal asing (capital outflow) yang selama ini sangat dibutuhkan untuk membiayai defisit neraca berjalan (refinancing risk).
Hal ini disebabkan oleh kenaikan suku bunga negara-negara maju dan pengetatan likuiditas oleh bank sentral Amerika The Federal Reserve (The Fed), seiring dengan membaiknya prospek pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat. Berakhirnya suku bunga rendah adalah kenyataan “new normal” yang harus dihadapi.
Akan tetapi, likuiditas global masih tetap melimpah. Hal ini terlihat dari yield atau imbal hasil obligasi di sejumlah negara maju yang rendah. Misalnya, obligasi 10 tahun di Jepang sebesar 0,14 persen dan Jerman 0,4 persen.
Sementara, negara berkembang harus menaikkan yield obligasi dan membayar lebih mahal untuk membiayai defisit neraca berjalan.
Advertisement
Antisipasi Krisis 2030
![Rupiah Tembus 14.600 per Dolar AS](https://cdn0-production-images-kly.akamaized.net/Ktb0AZknlixnYVqCRgKVQ5eTgUc=/640x853/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/2328210/original/084463900_1534149570-Uang-Dolar2.jpg)
Direktur Utama Bahana TCW Investment Management Edward Lubis mengapresiasi berbagai langkah pemerintah untuk menstabilkan rupiah agar momentum pertumbuhan ekonomi terus berlanjut.
“Langkah yang cepat untuk menjaga pertumbuhan ekonomi menjadi suatu krusial untuk mencegah risiko krisis pada tahun 2030, dimana ada ketakutan risiko krisis akibat growing old before growing rich pada tahun 2030 sesuai Laporan Bank Dunia tahun 2014,” ujar Edward.
Upaya pemerintah harus dilengkapi dengan peningkatan kecakapan finansial yang menjadi semacam sufficient condition agar memiliki kecukupan pembiayaan di masa tua.
Perbaikan defisit transaksi berjalan memang tepat untuk pengendalian rupiah melalui produktivitas sektor riil. Krisis 2030 dapat dicegah dengan peningkatan produktivitas aset warga negara.
Terkini Lainnya
RI Jauh dari Krisis
OPINI: Hanya Refinancing Risk, Bukan Menuju Krisis ala 1998
Pelemahan Rupiah 2018 Tak Separah Krisis 1998
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
New Normal Picu Risiko Refinancing
Antisipasi Krisis 2030
Krisis ekonomi
Krisis ekonomi dunia
krisis moneter
Rupiah Melemah
Nilai Tukar Rupiah
Bahana TCW Investment Management
Copa America 2024
Bermain Imbang Lawan Meksiko, Ekuador Lolos ke Perempat Final Copa America 2024
Hasil Copa America 2024: Drama VAR, Ekuador Lolos ke Perempat Final Singkirkan Meksiko, Venezuela Hajar Jamaika
Jadwal Lengkap Copa America 2024, Hasil, Klasemen Grup A, B, C, D Cek di Sini
Hasil Copa America 2024 Argentina vs Peru dan Kanada vs Cile: La Albiceleste Juara Grup, Les Rouges Dampingi ke Perempat Final
Link Live Streaming Copa America 2024 Argentina vs Peru, Sebentar Lagi Mulai di Vidio
Link Live Streaming Copa America 2024 Argentina vs Peru, Minggu 30 Juni di Indosiar dan Vidio
Timnas Indonesia U-16
Prediksi Piala AFF U-16 2024 Indonesia vs Australia: Garuda Nusantara Dilarang Takut
Jadwal Lengkap, Hasil, dan Klasemen Piala AFF U-16 2024: Timnas Indonesia Bidik Gelar Ketiga
Lupakan Euforia, Nova Arianto Minta Skuad Timnas U-16 Fokus di Semifinal Piala AFF U-16
Hasil Piala AFF U-16 2024 Indonesia vs Laos: Pesta Gol, Garuda Nusantara Lolos ke Semifinal
Hasil Piala AFF U-16 2024 Indonesia vs Laos: Sempat Tertinggal, Garuda Nusantara Unggul 4-1 di Babak Pertama
Dapatkan Link Live Streaming Piala AFF U-16 2024 Indonesia vs Laos, Sesaat Lagi Tayang di Indosiar dan Vidio
Judi Online
Judi Online di Minahasa Selatan, 2 Wanita Ditangkap
Catatan IPW untuk Polri di HUT ke-78 Bhayangkara
Kominfo: Telegram Sudah Respons Penghapusan Judi Online Usai Diberi Surat Peringatan
80 Ribu Pelajar Kecanduan Judi Online, Komnas PA Bandar Lampung Minta Cek Aktivitas Daring Anak
Promosikan Situs Judi Online, Belasan Selebgram Lampung Kena Batunya
Pilkada 2024
Tiga Menteri Jokowi Disiapkan PDIP Maju Pilkada 2024, Ini Daftarnya
Jokowi Effect Disebut Masih Ada di Pilkada 2024, PDIP Andalkan Ini
Pilkada 2024, PDIP Buka Peluang Kerja Sama dengan Gerindra sampai PKB
Bukan di Jakarta, Golkar Pastikan Ridwan Kamil Menang di Pilkada Jawa Barat
Ribuan Petani Kumpul di Semarang Minta Sudaryono Maju Gubernur Jawa Tengah
LSI Sebut Jokowi Effect Pengaruhi Pemilih di Pilgub Jateng 2024
TOPIK POPULER
INFO LOWONGAN KERJA
Lowongan Kerja Pegadaian Lulusan D3 dan S1, Simak Syaratnya
10 Provinsi dengan Jumlah Lowongan Kerja Terbanyak
Lowongan Kerja bagi Lulusan SMA/SMK, D3 hingga S1, Cek Syaratnya
Populer
Kementan Bidik 320 Ribu Petani Muda hingga 2025
Dongkrak Wisata, Sentul City Kini Punya Pusat Layanan Informasi
Harga Emas Antam Lebih Murah Rp 2.000 Hari Ini 1 Juli 2024, Tengok Daftar Lengkapnya
Pertamina Hulu Energi Selesaikan Survei Seismik 3D Offshore Bone & South East Seram
PHR Bakal Genjot Produksi Blok Rokan, Apa Strateginya?
Sukses Berdayakan Masyarakat, Pertamina Boyong 96 Penghargaan di ISRA 2024
Penuhi Kebutuhan LPG Indonesia, Terminal Tanjung Sekong Cilegon Pakai Teknologi Baru
Tenang, Harga BBM Solar dan Pertalite Tak Naik 1 Juli 2024
Erick Thohir: Proyek Persiapan Upacara HUT RI di IKN Sudah 77,9%
KAI Ubah Jadwal 27 Perjalanan Kereta Api Mulai 1 Juli 2024, Cek Daftarnya
Euro 2024
Persiapan Portugal Jelang Hadapi Slovenia di Babak 16 Besar Euro 2024
Prediksi Euro 2024 Portugal vs Slovenia: Andalkan Pilar Utama
Prancis Bersiap Hadapi Belgia di 16 Besar Euro 2024
Laga Dramatis, Inggris Berhasil Redam Slovakia 2-1
Bungkam Georgia, Spanyol Tantang Jerman di Perempat Final Euro 2024
Berita Terkini
Hacker Klaim Bobol Data Polri, Nama Personel hingga Dokumen Rahasia Polisi Bocor
Penambang Kripto Rusia Makin Tumbuh, Butuh Tambahan Listrik hingga 6,9 GigaWatt
8 Momen Kocak Orang Nembak Gebetan, Ada yang Berujung Patah Hati
1.487 Caleg Terpilih Belum Lapor LHKPN, KPK Akan Pampang Namanya ke Publik
Harga Beras Eceran di Juni 2024 Inflasi 11,8%, Padahal di Grosir Deflasi
Orang Rajin Sholat tapi Masih Gemar Maksiat, Ustadz Adi Hidayat Pastikan Ada 1 Kesalahan yang Terjadi
Hotman Paris dan Raffi Ahmad Ucap Syukur Kondisi Prabowo Sehat Setelah Operasi Kaki: Thanks God!
Delta Dunia (DOID) Resmi Akuisisi 4 Tambang Antrasit di AS, Nilainya Bikin Kaget
Kompor Hunian Vertikal dan Rumah Menteri IKN Pakai Jaringan Gas PGN, Siap Operasi Agustus
Tanggal Merah Bulan Juli 2024, Ada Berapa Hari Libur Nasional?
Suzuki Berhenti Jual Mobil Bensin di Inggris, Empat Model Dipensiunkan
Polri Kerahkan 2.959 Personel Amankan Pesta Rakyat HUT ke-78 Bhayangkara di Monas
Persiapan Portugal Jelang Hadapi Slovenia di Babak 16 Besar Euro 2024
Kisah Sedih Helma Yana, Berangkat Haji Berdua tapi Harus Pulang Sendiri Usai Suami Wafat di Tanah Suci