, Jakarta - Melalui sosial media, pemerintah dan sejumlah media aktif melakukan semacam pencerahan dengan membandingkan data makroekonomi 1998, 2008 dan 2018.
Edukasi semacam ini perlu terutama mengingat begitu banyak anggota masyarakat yang hanya membandingkan angka nominal kurs rupiah tahun 1998 dan 2018 tanpa memahami dinamika yang melatarinya.
Melalui tulisan ini, saya ingin menekankan bagian yang paling penting yang perlu diangkat untuk lebih menegaskan, Insya Allah, perkembangannya tidak mengarah kepada krisis ekonomi ala 1998.
Advertisement
Baca Juga
Saya sendiri menapaki karier sebagai ekonom professional di Bahana Securities mulai tahun 1997 atau menjelang krisis. Selama lebih dari 20 tahun saya mempelajari mengapa krisis ekonomi terjadi, berapa ongkos dan dampaknya, serta - terpenting - menduga krisis ekonomi yang bakal mendera Indonesia.
Pada akhirnya, saya menyakini inspirasi inklusif kisah Nabi Yusuf yang secara paralel diabadikan melalui Perjanjian Lama dan Al Quran memberikan panduan untuk mencegah krisis.
Memang betul faktor internal defisit neraca berjalan kita dan penguatan dolar Amerika Serikat eksternal saat ini menjadi pra-kondisi fundamental yang mengawali krisis moneter 1998, seperti terlihat pada peraga di bawah ini.
Walaupun tidak dapat dipungkiri situasi sekarang menuntut kesigapan dan ketepatan pemerintah untuk menurunkan defisit agar badai krisis dapat dilalui.
Krisis moneter 1998 bermula dari currency crisis pelemahan tajam rupiah yang dengan menjalar menjadi krisis perbankan yang melemahkan fungsi intermediasi keuangan.
Tidak bekerjanya fungsi intermediasi keuangan, tidak hanya memperlambat pertumbuhan ekonomi, tetapi juga berisiko memicu kehancuran aset keuangan yang menjadi penopang kemakmuran bangsa.
Krisis nilai tukar rupiah saat itu dilandasi oleh rupiah overvalued yang dipertahankan melalui sistem nilai tukar tetap yang secara struktural tidak sepadan dengan tren penguatan dolar Amerika Serikat.
Risiko depresiasi rupiah yang dikendalikan pemerintah kemudian memicu aksi moral hazard sektor korporasi dan perbankan yang turut mengakumulasi utang luar negeri.
Indonesia saat itu belum ada ada tata kelola utang negara khususnya luar negeri, selain penguatan sistem administrasi untuk pemungutan pajak. Apalagi mobilisasi pembiayaan bisnis dalam negeri non-perbankan melalui pasar modal juga terbatas.
Pada masa itu, pengawasan perbankan sangat lemah sehingga bank menyalurkan kredit terlalu pesat dan ceroboh. Ada dua ketidaksepadanan (mismatch) yang berbahaya yakni meminjam valas dalam jangka pendek untuk membiayai proyek investasi rupiah jangka panjang.
Ketika kurs rupiah akhirnya melemah mengikuti mata uang regional, kondisi keuangan perusahaan dan perbankan dengan cepa tmemburuk. Beban utang naik dan nilai aset turun.
Bagi dunia bank saat itu berlaku peribahasa nothing right in the left and nothing left in the right. Sebelah kiri jadi aset bodong. Sebelah kanan deposan narik dananya. Sebagai akibatnya modal tergerus yang harus dibenahi melalui kebijakan rekapitalisasi perbankan yang secara sosial sangat mahal biayanya.
Kini pengawasan perbankan jauh lebih baik dengan kecukupan modal yang melebihi standar internasional. Negara sudah memiliki manajemen berutang yang lebih transparan dan cermat dengan maksimum defisit hanya 3 persen PDB. Sistem nilai tukar juga sudah mengambang yang menyadarkan perusahaan akan bahaya currency risk bila berutang.
* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
New Normal Picu Refinancing Risk
Memburuknya sentimen terhadap negara berkembang menyusul kejatuhan mata uang Argentina, Turki dan Brasil berimbas kepada nilai tukar rupiah. Kendati mengalami defisit neraca berjalan yang lebih rendah ketimbang Argentina dan Turki, mata uang rupiah turut tertekan hingga melewati angka 15 ribuan.
Penyebab pelemahan adalah akibat keluarnya aliran modal asing yang selama ini sangat dibutuhkan untuk membiayai defisit neraca berjalan (refinancing risk).
Hal ini sangat terkait erat menyusul kenaikan pesat suku bunga luar negeri jangka pendek yang dilatari kekhawatiran the Fed akan terus mengetatkan likuiditas. Aksi the Fed ini sejalan dengan membaiknya prospek pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat. Berakhirnya suku bunga rendah adalah kenyataan “new normal” yang harus dihadapi.
Walaupun demikian, likuiditas global terbilang tetap melimpah seperti ditunjukkan oleh yield obligasi di sejumlah negara maju yang rendah (Untuk tenor 10 tahun di Jepang 0,14 persen dan di Jerman 0,4 persen). Yang sesungguhnya terjadi adalah kenyataan negara berkembang harus membayar lebih mahal untuk membiayai defisit neraca berjalan.
Beragam upaya stabilisasi yang tengah dilakukan pemerintah sangat terkait upaya untuk menurunkan refinancing risk dalam jangka panjang. Sebab pemerintah menghadapi tiga tantangan yang membutuhkan penanganan yang seimbang.
Tantangan pertama bersifat pro-growth yang diraih dengan penguatan infrastruktur terutama untuk memacu ekspor. Sayangnya upaya pembenahan infrastruktur ini disertai peningkatan defisit neraca perdagangan mengingat banyak barang modal yang harus diimpor.
Tantangan kedua terkait dengan pro-poor mengingat kita menghadapi ketimpangan kemakmuran yang melebar paska era Reformasi. Untuk ini pemerintah mengalokasikan dana yang lebih banyak untuk bantuan sosial, dana pendidikan, kesehatan dan pertahanan.
Tantangan yang ketiga adalah fiscal substainability terkait mahalnya biaya berutang keluar negeri yang mengurangi keleluasaan pemanfaatan anggaran untuk dalam negeri. Cukup beralasan mengingat dalam APBN 2018 sekitar 12,5 persen pengeluaran merupakan alokasi untuk pembayaran bunga dan cicilan pokok.
Budi Hikmat, Director for Investment Strategy
PT Bahana TCW Investment Management
Terkini Lainnya
OPINI: Menyikapi Risiko Krisis Ekonomi Turki ke RI
Spekulan Diingatkan Tak Manfaatkan Pelemahan Rupiah
Rupiah Menguat, Sri Mulyani Pastikan Pemerintah Tetap Jaga
New Normal Picu Refinancing Risk
rupiah
Opini
Nilai Tukar Rupiah
Rekomendasi
Rupiah Selasa Sore Ditutup KO dari Dolar AS, Ini Penyebabnya
Rupiah Loyo Lawan Dolar AS Dipicu Kenaikan Imbal Hasil Obligasi AS
Menunggu Data Inflasi, Rupiah Menguat Tipis
2 Sektor Saham Ini Topang IHSG pada 24-28 Juni 2024
IHSG Melambung ke Posisi 7.000, Kapitalisasi Pasar Sentuh Rp 12.092 Triliun pada 24-28 Juni 2024
Aprindo Prediksi Rupiah Melemah Dongkrak Harga Barang di Ritel
Rupiah Tertekan, Bagaimana Dampaknya terhadap Garuda Maintenance Facility Aero Asia?
Biaya Pengadaan Makin Tinggi Imbas Rupiah Melemah, Harga BBM Bakal Naik?
Rupiah Ambruk Lagi, Hari Ini Hampir Sentuh 16.500 per Dolar AS
Copa America 2024
Link Live Streaming Copa America 2024 Brasil vs Kolombia, Sesaat Lagi Tanding di Vidio
Link Live Streaming Copa America 2024 Brasil vs Kolombia, Rabu 3 Juli Pukul 08.00 WIB di Indosiar dan Vidio
Jadwal Lengkap Copa America 2024, Hasil, Klasemen Grup A, B, C, D Cek di Sini
Prediksi Copa America 2024 Brasil vs Kolombia: Misi Hindari Uruguay
Hasil Copa America 2024: Uruguay Singkirkan Amerika Serikat, Panama Melenggang ke Perempat Final
Bermain Imbang Lawan Meksiko, Ekuador Lolos ke Perempat Final Copa America 2024
Timnas Indonesia U-16
Prediksi Piala AFF U-16 2024 Vietnam vs Indonesia: Penghiburan Medali Perunggu
Jadwal Lengkap, Hasil, dan Klasemen Piala AFF U-16 2024: Timnas Indonesia Bidik Gelar Ketiga
Link Siaran Langsung Vietnam vs Indonesia di Vidio: Perebutan Peringkat 3 AFF U-16 2024
Ini Penyebab Kekalahan Lawan Australia Menurut Pelatih
Timnas Indonesia Gagal Pertahankan Gelar Piala AFF U-16, Nova Arianto Tetap Beri Apresiasi
Hasil Piala AFF U-16 2024 Indonesia vs Australia: Dapat Kartu Merah dan Kebobolan 5 Gol, Garuda Nusantara Gagal ke Final
Judi Online
Sidak Ponsel Personel Polisi di Ponorogo Antisipasi Judi Online, Apa Hasilnya?
5 Ciri Jika Kamu Sudah Kecanduan Judi Online, Segera Tangani
Pimpinan MPR Sayangkan PPATK Belum Serahkan Nama Anggota DPR Terlibat Judi Online
Gawat! 82 Persen Pengguna Internet Terpapar Iklan Judi Online
Menko PMK Pastikan Pelaku Judi Online Dihukum Berat dan Tak Dapat Bansos
Puan Minta MKD Buka Daftar Anggota DPR yang Diduga Terlibat Judi Online
Pilkada 2024
PKB Serahkan 4 Rekomendasi ke Bakal Calon di Pilkada 2024, Simak Daftarnya
Menanti Langkah PDIP Menentukan Pilihan Sosok untuk Maju di Pilkada Jakarta
Survei: Elektabilitas Helldy Agustian Tertinggi di Pilwalkot Cilegon
KPU RI Resmi Terbitkan Peraturan Anyar soal Batasan Usia Kepala Daerah, Ini Isinya
Puan Sebut PDIP Pertimbangkan Kaesang Maju Pilkada Jateng
Hasto PDIP: Coklit Ini Penting Dalam Menjamin Hak Konstitusional Warga
TOPIK POPULER
Live Streaming
Pencadangan Data Pasca Serangan Ransomeware, Kesiapan atau Keterlambatan?
Euro 2024
Di Istanbul, Suporter Sambut Meriah Kemenangan Turki atas Austria
Dua Gol Merih Demiral Antar Turki Melaju ke Perempat Final Euro 2024
Bungkam Rumania 0-3, Belanda Raih Tiket Perempat Final Euro 2024
Jadwal Lengkap Euro 2024 dan Hasil Babak 16 Besar, 8 Besar, Semifinal, Final
Jadwal Lengkap Euro 2024, Hasil, Klasemen Grup A, B, C, D, E, F Cek di Sini
Waspada Belanda, Turki Bikin Pelatih Austria Ralf Rangnick Menyesal Tak Bisa Lanjut di Euro 2024
Berita Terkini
Peristiwa Kebakaran Rumah Wartawan di Karo, Polda Sumut Bentuk Posko Pengaduan
KPK Sebut Korupsi Asuransi Fiktif di PT Pelni Rugikan Negara Rp9 Miliar
Rincian Biaya Admin BRI 2024 per Bulan, Simak Pula Bank Lainnya
IHSG Dibuka Perkasa, Sektor Saham Transportasi Menjulang Tinggi
Ribuan Buruh Mau Kepung Istana Negara, Minta PHK Sektor Tekstil hingga logistik Dihentikan
Haji Thoriq Jadi Meme di Mana-Mana, Thariq Halilintar Siapkan Umrah Gratis bagi Orang Terkreatif
Pekerja Tekstil yang Dipecat Tak Dapat Jaminan Kehilangan Pekerjaan, DPR Minta BPJS Telusuri
7 Khasiat Torpedo Sapi yang Jarang Diketahui, Tak Kalah dari Torpedo Kambing
3 Doa Pembuka Pintu Rezeki Secepat Kilat dan Pelunas Utang dari Imam Nawawi
iPhone 16 Pro Max akan Dilengkapi Baterai Berkapasitas Besar, Fans Apple Antusias!
Rekomendasi Set Top Box untuk TV Tabung Bersertifikat Kominfo, Simak Cara Memasangnya
Harga Emas Antam Turun Tipis Hari Ini, Cek Rinciannya
Zonasi Penjualan Rokok di RPP Kesehatan, Paguyuban Pedagang Madura: Bukti Pemerintah Tak Peka
Sempat Dikira Kambing, Korban Tewas Kebakaran SPBU di Pati Ternyata Sopir Espass