uefau17.com

Elon Musk Mau Hilangkan Headline Berita di X Alias Twitter - Tekno

, Jakarta - Elon Musk kembali mengutarakan rencananya untuk mengutak-atik X, atau yang sebelumnya bernama Twitter. Kebijakannya kali ini pun mungkin bakal berimbas pada outlet berita.

Dalam rencana terbarunya, Elon Musk mau menghilangkah headline berita dalam sebuah unggahan link berita, sehingga hanya menampilkan tautan serta gambar utama dari konten tersebut.

Saat ini, ketika artikel berita atau postingan blog diunggah ke Twitter, bakal terdapat judul dan teks ringkas (hanya di web), bersama dengan gambar header sebagai preview di platform itu.

Namun, jika Elon Musk jadi menerapkan perubahan itu, X hanya akan menampilkan gambar dan tautan dalam sebuah unggahan, tanpa judul berita atau ringkasan.

Dengan demikian, apabila penulis tidak menuliskan teks menyertai link yang ia bagikan, pengguna lain hanya akan melihat tautan dan gambar untuk artikel berita tersebut.

Kabar yang pertama kali dilaporkan oleh Fortune ini juga telah dikonfirmasi Elon Musk melalui akun X-nya. Ia menyebut, ide itu datang langsung dari dirinya.

"Ini datang dari saya secara langsung. Akan meningkatkan secara drastis estetika," kata Elon Musk di akun @elonmusk, dikutip Kamis (24/8/2023).

Tak cuma itu, Elon Musk bahkan mengajak para jurnalis untuk menulis secara langsung di Twitter X, agar mendapatkan keuntungan dari platform miliknya itu.

"Kalau Anda jurnalis yang menginginkan kebebasan lebih dalam menulis dan pendapatan yang lebih tinggi, maka publikasikanlah secara langsung di platform ini!" kata CEO Tesla itu.

Mengutip Tech Crunch, sumber Fortune menyebut, tujuan pembaruan ini adalah untuk mengurangi ukuran tinggi unggahan, yakni agar memuat lebih banyak unggahan dalam satu layar.

Selain itu, Elon Musk berpikir bahwa menghapus headline berita dari preview, bakal mengurangi clickbait.

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

AFP Layangkan Gugatan ke X

Sebelumnya, X baru saja mendapatkan gugatan dari kantor berita yang bermarkas di Prancis, Agence France-Presse (AFP).

AFP menggugat X, karena mereka tidak terlibat dalam diskusi tentang pembayaran ke penerbit Prancis, sebagai imbalan atas artikelnya yang muncul di platform tersebut.

Mengutip Engadget, pada 2019, Prancis mengesahkan neighbouring rights, memperluas undang-undang hak cipta untuk konten yang diproduksi oleh penerbit berita, seperti teks dan video, selama dua tahun setelah rilis.

Undang-undang ini mewajibkan situs mana pun yang membagikan karya dari penerbit berita, bernegosiasi dengan penerbit tentang remunerasi alih-alih membagikannya tanpa kompensasi ke pembuatnya.

Dalam siaran persnya, dikutip Sabtu (5/8/2023), AFP telah menyatakan keprihatinannya atas penolakan dari Twitter X, untuk mengadakan diskusi tentang penerapan neighbouring rights untuk pers.

 

3 dari 4 halaman

Respon Elon Musk Terhadap Gugatan X

Menurut AFP, hak-hak ini dibentuk untuk memungkinkan kantor berita dan penerbit dibayar oleh platform digital yang mempertahankan sebagian besar nilai moneter yang dihasilkan oleh distribusi konten berita.

"Hari ini, AFP mengumumkan bahwa mereka telah mengambil tindakan hukum untuk mendapatkan keputusan mendesak di hadapan Pengadilan Yudisial Paris," tulis AFP dalam rilisnya.

"Langkah ini bertujuan memaksa Twitter, sesuai dengan undang-undang, untuk menyediakan semua elemen yang diperlukan untuk menilai remunerasi yang harus dibayarkan kepada AFP berdasarkan undang-undang neighbouring rights."

terkait hal ini, Elon Musk, pemilik X angkat bicara melalui cuitan di akun miliknya.

"Ini aneh. Mereka ingin kami membayar *mereka* untuk lalu lintas ke situs mereka tempat mereka menghasilkan pendapatan iklan dan kami tidak!?" kata Elon Musk.

 

4 dari 4 halaman

Google Sempat Didenda Otoritas Prancis

X bukanlah perusahaan teknologi pertama yang dilawan AFP. Pada tahun 2020, otoritas persaingan Prancis memerintahkan Google, untuk melakukan negosiasi dengan publisher.

Meski mencapai kesepakatan pada awal tahun 2021, perusahaan terkena denda €500 juta di akhir tahun, karena tidak mencapai kesepakatan yang adil.

Dalam hal itu, sebagian dari argumennya adalah Google memiliki 90 persen pasar pencarian, membuatnya berada dalam posisi di mana mereka bisa menyalahgunakan kekuasaan, jika kesepakatan yang adil tidak tercapai.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat