, Bangkalan - Memasuki masa panen perdana 2019, harga garam Madura malah anjlok. Di Kabupaten Sumenep harga bulan Juni, berkisar Rp 400 hingga 500 ribu per ton. Atau setara Rp 400 hingga 500 perkilogram.
Bila dibanding periode sama tahun 2018, harga jauh menurun. Saat itu, per ton garam di kisaran Rp1 hingga 1,5 juta. Atau Rp 1000 hingga 1500 perkilogram.
Advertisement
Baca Juga
Anjlok harga garam ini, disikapi petani dengan hati-hati termasuk mengatur strategi agar tak rugi.
Mereka misalnya berencana tak akan menjual garam yang telah dipanen, termasuk juga stok garam sisa produksi tahun 2018 masih akan di simpan di gudang. Langkah ini diambil petani, untuk memantau fluktuasi harga hingga sepekan ke depan.
"Lagi pula kami juga belum tahu kenapa harga garam bisa merosot jauh," kata Ahmat, petani garam di Kalianget, Sumenep, Jumat (14/6/2019).
Ahmat menyadari strategi 'timbun Garam' akan memengaruhi kebutuhan dapur keluarganya.
Namun dia telah menyiapkan solusi jangka pendek agar dapur tetap ngebul. Selain berdagang, bertambak ikan dan udang telah lama dilakukan Ahmat dan umum jadi sambilan petani garam lain.
"Saya juga mau melihat bagaimana sikap pemerintah daerah terkait anjloknya harga garam ini," ujar dia.
* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Zaman Kolonial
![perahu madura](https://cdn0-production-images-kly.akamaized.net/FnixA7ZxyPsF2mwHiOA1acwc3jY=/0x0:2560x1440/640x360/filters:quality(75):strip_icc():format(webp):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,540,20,0)/kly-media-production/medias/2829004/original/081501300_1560590727-P_20160821_094932.jpg)
Harga garam yang dikeluhkan, juga harga yang diharapkan Ahmat itu, sejatinya jauh lebih murah dibanding harga garam pada zaman pemerintah kolonial Belanda. Pada tahun 1886 misalnya, Belanda mematok harga garam 3,50 gulden perkoyang. Nominal ini setara 1.825 dalam rupiah.
Harga menjadi mahal karena garam telah menjadi komoditas unggulan sejak pengolahan garam Madura dimulai pertama kali sekitar awal abad ke-19.
Sejak itu, lahan bertambah luas dari tahun ke tahun, menyerap ratusan ribu pekerja dan secara ekonomis sangat menguntungkan baik pemerintah kolonial dan rakyat saat itu. Sehingga gelar 'Pulau Garam' pun disematkan.
Yang menarik, meski berjuluk 'pulau garam' tak semua kawasan pesisir Madura bisa untuk memproduksi garam. Antar pesisir utara dan selatan, kadar air garam tertinggi ada di laut sisi selatan pulau.
Kadar garam yang tinggi membuat proses kristalisasi garam pun lebih cepat. Letak geografis pesisir selatan yang dekat dengan pulau Jawa bagian timur jadi faktor penting pembuatan garam.
Konon, angin kemarau yang berasal dari pegunungan di Jawa Timur, berhembus kencang melewati Probolinggo kemudian masuk ke Madura menjadi faktor yang mempercepat kristalisasi garam sehingga semusim bisa panen tiga kali. Angin kemarau itu disebut Gending.
Dan sejak kemunculannya, garam langsung menjadi primadona. Karena keuntungan sekali panen jauh melampaui hasil pertanian. Bila satu bau sawah menghasilkan 60 gulden, maka satu bau ladang garam menghasilkan uang antara 155 hingga 233 gulden.
Meski orang Madura dikenal berjiwa hemat, namun nilai luhur itu tak berlaku bagi sebagian produsen garam. Uang yang melimpah apalagi di dapat dengan mudah, membuat hidup mereka l glamor dan boros.
Dalam buku 'Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura' kemewahan hidup para produsen itu digambarkan lewat kondisi rumahnuya.
"Rumah-rumah beratap genting, pintu-pintu dihias, punua tempat peristirahatan di pendapa, membeli baju untuk pesta, perempuan memakai perhiasan, dan membeli banyak kapal".
Di Desa Torjun, Kabupaten Sampang, para produsen garam saat itu terkenal sebagai pengisap candu dan penggila judi.
Advertisement
Zaman Hindia Belanda
![pantai sembilan](https://cdn0-production-images-kly.akamaized.net/xJd1PM9EGLK-XLiQ2i-yjOtBwnU=/0x0:2560x1440/640x360/filters:quality(75):strip_icc():format(webp):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,540,20,0)/kly-media-production/medias/2829005/original/017100300_1560590728-P_20170412_142156.jpg)
Semula Pemerintah Hindia Belanda hanya mengatur produksi dan membeli garam petani. Ada pun lahan tetap milik para perseorangan. Upah pembuat garam, buruh kasar hingga ongkos transpotasi jadi tanggungan produsen.
Data tahun 1885 menyebutkan jumlah produsen garam Madura sebanyak 2.586 orang. Sembilan tahun kemudian, tepatnya pada 1894 jumlah total pekerja di bisnis garam telah mencapai 24.600 orang. Ada 4000 orang di Sampang, 10 ribu di Pamekasan, 10.600 di Sumenep.
Ada pun jumlah pembuat garam mencapai 3.269 orang. Dengan rincian 815 oranng di Sampang, 1.072 di Pamekasan dan 1.382 di Sumenep.
Garam juga menghidupkan bisnis transportasi. Total ada 224 perahu yang aktif mengangkut garam mulai dari Sampang, Pamekasan, dan Sumenep.
Seluruh pekerja di sektor ini mencapai 1.110 orang. ini belum termasuk Joko kuda beban yang pekerjanya mencapai 1000 orang.
"23 tahun kemudian jumlah pekerja sektor garam diperkirakan mencapai 150 ribu orang pada 1917," tulis Kuntowijoyo penulis buku Madura itu.
Pasang Surut
![garam madura](https://cdn1-production-images-kly.akamaized.net/NiPeumPdOfk5XO1Yt2v8ZrFrAFg=/0x0:1032x774/640x360/filters:quality(75):strip_icc():format(webp):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,540,20,0)/kly-media-production/medias/2829006/original/032376700_1560590728-WhatsApp_Image_2018-10-13_at_2.13.31_PM.jpeg)
Umumnya bisnis, industri garam Madura juga pasang surut. Sampai-sampai Pemerintah Hindia Belanda menutup dan menghentikan seluruh produksi garam di Sampang dan Sumenep pada 1868.
Kebijakan itu diambil karena over produksi garam. Puncak produksi yang mencapai 300 ribu koyang, tak tertampung lagi di gudang-gudang garam milik pemerintah. Setahun kemudian, Belanda juga menutup total lahan di Pamekasan. Situasi ini membuat banyak produsen dan pembuat garam memilih merantau ke Jawa dan sebagian lain jadi seorang kriminal.
Ketika lahan garam dibuka lagi setahun kemudian kecuali Pamekasan. Produksi kembali stabil dan normal. Bahkan di Sumenep, Belanda membuka lahan garam baru di Desa Gresik Putih, menyusul kemudian di Desa Nambakor.
Bersamaan dengan itu, Lahan pegaraman di Pamekasan dibuka lagi pada 1881. Produksi garam pun meningkat dari 10 ribu menjadi 48 ribu koyang pada 1892.
Petani yang tak puas dengan pembatasan produksi oleh Belanda, diam-diam memproduksi garam tidak resmi atau ilegal, Seperti dilakukan petani garam di Pulau Kangean dan Sepudi. Mereka pun membuka pasar sendiri, garam yang dipanen tak jual ke Belanda namun dikirim ke Sulawesi.
Lahan-lahan garam ilegal itu akhirnya terungkap juga. Pada 1887 ditemukan 389 kasus produksi garam ilegal, 509 orang ditahan dan 380 pikul garam disita. Namun tindakan itu tak membuat petani jera, setahun kemudian, 746 kasus yang sama kembali terungkap, 1.106 orang ditahan dan 394 pikul garam disita.
Memasuki awal tahun 1900an, produksi garam Madura terus merosot, kali ini penyebabnya cuaca. Garam-garam yang siap panen pun hancur karena diguyur hujan. 1909 dicatat Belanda sebagai tahun produksi terendah. Sumenep yang semula menghasilkan 32 ribu koyang hanya mampu memproduksi 5 koyang dan 26 pikul. Sampang dari 23 ribu hanya 2,7 ribu koyang garam.
Situasi itu membuat para produsen garam merana, mereka kian terjepit karena terlilit hutang pada rentenir Cina yang menarik bunga hingga 40 persen. Hutang ke rentenir itu tak bisa dihindari karena menggarap lahan pasca rusak butuh modal besar. Para pekerja pun kena imbas, honor mereka dikurangi dari 50 sen menjadi sekitar 20 sen perhari.
Produsen garam pun kian nestapa dan merugi karena terpaksa menjual garamnya ke rentenir dengan harga mirah. Kemudian para rentenir menjual garam ke pemerintah dengan harga normal. Pada 1921 misalnya di Pademawu, garam dijual 7 gulden ke rentenir dan dijual ke pemerintah seharga 10 gulden.
Situasi pekerja dan buruh garam yang nestapa itu, membuat aktivis Sarekat Islam di Madura saat itu bersuara keras menuntut kenaikan upah menjadi 75 sen.
Namun, rupanya Belanda punya solusi lain yaitu membeli lahan garam milik petani. Dengan kesepakatan, penggarapan lahan yang telah dibeli tetap dipasrahkan ke pemilih lahan dan mereka akan mendapat upah. Belanda telah menyiapkan dana sekitar 6 juta gulden.
Meski kebijakan ini ditentang oleh SI, dewan rakyat saat itu karena dianggap perampasan hak petani. Belanda tetap jalan dengan keputusan itu. Antara tahun 1920 hingga 1930 total lahan yang dibeli mencapai 1106 hektar di Sumenep, 880 hektar di Pamekasan dan 1085 hektar di Sampang.
Mungkin kebijakan inilah yang jadi cikal bakal lahirnya PT Garam hari ini.
Terkini Lainnya
Tut...tut...tut, Menjejak Sejarah Kereta Api Madura
Sejarah Tembakau Masuk Madura
Sejarah Merantau Orang Madura
Zaman Kolonial
Zaman Hindia Belanda
Pasang Surut
Harga Garam
Petani Garam
Garam Madura
sejarah garam
sejarah garam madura
garam
Asin
Rekomendasi
Kurangi Kadar Garam dalam Makanan, Perusahaan Jepang Bikin Sendok yang Bisa Ciptakan Rasa Asin
Orang Asia Rentan Kena Hipertensi, Ini Alasannya
Copa America 2024
Kesedihan Selimuti Fan Zone Copacabana Brasil
Mengejutkan, Uruguay Depak Brasil dari Copa America 2024
Hasil Copa America 2024 Uruguay vs Brasil: Selecao Kalah Dramatis Lewat Adu Penalti, La Celeste Tantang Kolombia di Semifinal
Jadwal Lengkap Copa America 2024, Hasil, Klasemen Grup A, B, C, D Cek di Sini
Hasil Copa America 2024 Kolombia vs Panama: Gulung Los Canaleros 5-0, Luis Diaz Cs Kunci Tiket Semifinal
Saksikan Live Streaming Copa America 2024 Uruguay vs Brasil, Segera Dimulai
Ketua KPU
KPU Minta Kasus Pencabulan Hasyim Asy'ari Tidak Menyeret-nyeret Keluarga
Tak Cuma Gaji Puluhan Juta, Hasyim Asy'ari Dapat Sederet Fasilitas Ini Saat jadi Ketua KPU
Megawati Kecewa Kasus Ketua KPU Hasyim Asy'ari: Kok Begitu Ya, Pusing Saya
Infografis DKPP Pecat Ketua KPU Hasyim Asy'ari Terkait Tindak Asusila
Top 3 News: Ketua KPU Hasyim Asy'ari Beri Fasilitas Korban Asusila Apartemen di Jaksel dan Uang Perbulan
Timnas Indonesia U-16
Timnas Indonesia Rebut Perunggu Piala AFF U-16 2024, Erick Thohir: Lebih Baik di Kualifikasi Piala Asia U-17 2025
Jadwal Lengkap, Hasil, dan Klasemen Piala AFF U-16 2024: Timnas Indonesia Bidik Gelar Ketiga
Timnas U-16 Kalahkan Vietnam 5-0, Nova Arianto Minta Skuad Garuda Muda Tak Euforia
Hasil Piala AFF U-16 Vietnam vs Indonesia: Cetak 5 Gol Tanpa Balas, Garuda Nusantara Amankan Peringkat 3
Hasil Piala AFF U-16 Vietnam vs Indonesia: Cetak Gol Telat, Garuda Nusantara Unggul 2-0 di Babak Pertama
Link Live Streaming Piala AFF U-16 2024 Vietnam vs Indonesia, Sebentar Lagi Mulai di Vidio
Pilkada 2024
Maju Pilkada 2024, Eman Suherman Berkomitmen Tulus Bantu Warga Majalengka
KPU Diminta Perkuat Iman Usai Tercoreng kasus Asusila Hasyim Asy'ari
Lumayan! Ini Besaran Gaji PPS Pilkada 2024 dan Masa Kerjanya, Simak Cara Daftarnya
Bawaslu Sulut Pastikan Pengungsi Gunung Ruang Punya Hak Pilih dalam Pilkada 2024
Nadiem Makarim Masuk Daftar Usulan Cagub DKI dari PSI Jakut
Hasil Mukerwil DPW PPP Sulsel: Dukung Kepemimpinan Mardiono hingga Sepakat Sukseskan Pilkada 2024
TOPIK POPULER
Populer
Pemblokiran Jalan Desa di Tasikmalaya Berakhir, Pemilik Lahan Senyum-Senyum Dapat Duit Rp10 Juta
Ada 7 Peristiwa Penting dalam Sejarah Islam, Simak Keistimewaan Bulan Muharam dan Hukum Merayakannya
Seorang Warga Tewas Tertembak di Bagian Kepala, Pelakunya Diduga Anggota DPRD Lampung Tengah
Catat, 6 Rekomendasi Kuliner Nikmat di The Hallway Space Bandung
Jumlah Warga Positif HIV/AIDS di Manado Bertambah 101 Orang di Semester Pertama 2024
Bawaslu Sulut Pastikan Pengungsi Gunung Ruang Punya Hak Pilih dalam Pilkada 2024
Pengisi Suara Sabo One Piece dan Toru Amuro Detective Conan Mengundurkan Diri
Perkembangan Kasus Dugaan Pemalsuan Ijin Tambang di Sulteng
Ulang Tahun ke-50, Hello Kitty Ucapkan Terima Kasihkepada Raja Inggris Charles III
Diguyur Hujan setiap Hari, Petani Kangkung Darat di Gorontalo Rugi Besar
Euro 2024
Hadiah Piala Eropa atau Euro 2024 Bikin Ngiler, Cek di Sini Besarannya
Akanji Gagal Penalti di Laga Inggris Vs Swiss, Punya Nilai Pasar Rp 782 Miliar
Cristiano Ronaldo Buka Suara usai Gagal Antar Portugal ke Semifinal Euro 2024, Apa Katanya?
Tampil Kompak, Ini 7 Potret Andrea Dian dan Ganindra Bimo Nonton Euro 2024 di Jerman
Top 3: Zodiak yang Paling Suka Traveling
Top 3 Berita Bola: Prancis Rebut Tiket Semifinal Euro 2024 usai Menang Dramatis atas Portugal Lewat Adu Penalti
Berita Terkini
Hasil MotoGP Jerman 2024: Jorge Martin Beri Kado ke Francesco Bagnaia, Marc Marquez Runner-up
Hubungan William-Kate dan Harry-Meghan Disebut-sebut Tak Bisa Sehangat Dulu
Ibrahim Risyad dan Salshabilla Adriani Menikah dengan Adat Sunda, Mas Kawinnya Pakai Mata Uang Asing
Gempa Magnitudo 4,4 Guncang Batang dan Pekalongan, Ini Pemicunya
Smartfren Run 2024 Sukses Ajak Ribuan Orang Berlari
Indonesia Hadapi Tantangan Besar Penuhi Permintaan Listrik, Apa Itu?
Saskia Chadwick Kembali Bermain di Series Terbaru Vidio Ular Tangga Dara(h), Intip Perannya
Pakai AI, Reksa Dana Besutan Sinarmas Asset Management Ini Mampu Berikan Return 20%
Survei Indikator: Kaesang Jadi Sosok Bacagub Terpopuler Kedua di Pilkada Jateng Setelah Raffi Ahmad
Genap 100 Tahun, SBD Gelar Distributor Gathering
Fabrizio Romano Bocorkan Manchester United Bakal Rekrut Pemain Hongaria
Imbas Mt Gox dan Jerman, Harga Bitcoin Bersiap Jatuh ke Level Segini
Bocoran Harga Samsung Galaxy Ring: Lebih Mahal dari Perkiraan Awal, Meluncur 10 Juli 2024?
SKK Migas Genjot Produksi Minyak di Riau, Simak Strateginya