uefau17.com

Cerita Akhir Pekan: Perjuangan Sepatu Lokal Berjaya di Negeri Sendiri - Lifestyle

, Jakarta - Indonesia patut berbangga memiliki segudang label sepatu lokal hasil karya anak bangsa dengan kualitas yang apik. Para pelaku usaha di dalamnya menghadirkan sepatu dengan beragam desain hingga makna filosofis di baliknya.

Salah satu sepatu lokal yang berjaya di negeri sendiri adalah Patrobas, yang didirikan oleh sang pemilik Sebastian Surya Sutantio pada 2014 lalu. Kala awal merintis bisnis sepatu, Bastian, begitu ia akrab disapa, masih menempuh studi di perguruan tinggi dan ingin menambah uang jajan.

"Tapi value yang ditawarkan Patrobas dulu itu produknya berkualitas, tapi harganya terjangkau," kata Bastian saat dihubungi , Jumat, 19 Maret 2021.

Sejalan dengan misi tersebut, Bastian menyampaikan highlight dari logo sepatu Patrobas yang dinilai mewakili value yang diusung oleh sepatu lokal ini. "Sebenarnya, PB itu ada filosofi lain yang mewakili pride dan benefit, jadi artinya dengan harga yang terjangkau bisa dapat keuntungan lebih yaitu kualitasnya yang oke," lanjutnya.

Membangun label lokal bukan hal yang mudah bagi Bastian. Pasang surut perjalanan bisnis sepatunya dimulai saat mencoba menjual dalam lingkup pertemanan saja.

"Dari situ sudah ada penolakan dari inner circle. Jadi ada teman yang istilahnya asal support, tapi begitu dibeli, istilahnya label atau brand-nya dicopot, mereka malu dulu mungkin brand lokal belum populer," kenang Bastian.

Berlanjut ke 2015--2016, ia maju dengan menawarkan sepatu Patrobas ke toko-toko dengan sistem titip jual dan skala yang belum banyak. Bastian pun harus menghadapi tantangan selanjutnya.

"Waktu itu tawarin toko sendiri itu enggak mau. Pertama, merek belum terdengar, struggle-nya di situ, karena belum kedengaran, jadi pada enggak mau ngambil," jelas Bastian soal bisnis label sepatu lokal yang ia rintis.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Masa Pasang Surut

Namun perubahan baru terasa di 2019 ketika kampanye local pride menggema. Bastian menyebut, gerakan tersebut sangat membantu dalam pergerakan bisnis sepatu yang ia rintis.

"Gerakan itu membantu banget untuk masyarakat aware tentang pentingnya pakai produk lokal. Kebetulan waktu itu sudah ganti strategi kalau pendekatannya ke social media, tapi di 2020 turun lagi karena corona," tambahnya.

Penjualan dikatakan Bastian, kini lebih baik dibandingkan tahun lalu tak lama setelah pandemi Covid-19 melanda dunia. Baru di akhir 2020 dan awal 2021, penjualan meningkat, kemudian turun kembali di Februari 2021.

"Februari turun karena mungkin trend-cycle begitu, di Maret ini sudah ada peningkatan dari Februari. Branding harus kuat bagaimana cara kita memposisikan diri di konsumen ingin dipandang sebagai apa, menggandeng KOL (Key Opinion Leader) siapa saja," ungkap Bastian.

"Kalau misalnya branding kita bagus, punya identitas sudah kuat, konsumen akan loyal, bukan nemu produk lebih murah mereka pergi. Jadi ada unsur emosionalnya yang sudah mengikat, konsumen sudah klik dengan brand ini," tutupnya.

3 dari 5 halaman

Exodos57

Label sepatu lokal yang juga telah mendapat tempat di hati pecintanya adalah Exodos57. Business Development Manager Exodos57 Yudo Septianto Pandji, menyampaikan label sepatu yang berdiri pada 2016 di Bandung ini berfokus pada vintage sneakers.

"Kita coba mencari bentukan, siluet yang jarang. Kita tetap mengadaptasi dari referensi dari mana pun tapi, kita coba bikin desain sendiri," kata Yudo saat dihubungi , Jumat, 19 Maret 2021.

Di tengah ramainya skena sepatu lokal, Exodos57 memilih untuk menempuh jalan sendiri. Meski fokus dengan material dasar yakni kulit, label sepatu lokal ini turut menghadirkan sentuhan berbeda pada karya mereka.

"Kita fokus di basic material kulit, tapi ada juga yang canvas juga yang di-mix, perpaduan kulit mix tenun, kita coba angkat budaya lokal juga lewat material itu sendiri," tambahnya.

Yudo melanjutkan, dari segi desain, pihaknya mencoba membuat berciri khas dan menjadi pilihan. Proses pengerjaannya pun masih dengan industri rumahan dengan para pekerja, bukan pabrikasi.

"Jadi, masih home industry untuk ide mencoba gali sendiri jadi enak mau main-main bikin apa, perpaduan material dan bentuk. Kita punya tempat sendiri, kita sebutnya bengkel kayak workshop untuk cari ide-ide di luar pada umumnya, sehingga kita berharap bisa jadi trend-setter," jelasnya.

4 dari 5 halaman

Semangat Berkarya

Exodos57 juga juga memiliki misi lain. "Kalau bahan kulit itu anggapannya premium, kelihatan "wah". Kita coba bikin reguler, produk kulit jadi material utama di kita," ungkap Yudo.

"Karena Exodos bentuknya karya, kita juga terbentuk pasar yang pengen punya Exodos itu ada yang collectable juga. Akhirnya terbentuk pasar seperti itu," katanya lagi.

Bisnis Exodos57 juga terdampak imbas pandemi Covid-19. Padahal, label sepatu ini telah mempersiapkan produk menjelang Lebaran.

"Tapi di awal tahun itu semua ditutup, untungnya waktu itu kita sudah siap untuk produksi kita sendiri untuk bahan baku kita mencari dari sumber teman-teman dari kulit, tali. Produksi terkendala, harus dibatasi," tuturnya.

Kendati demikian, pihaknya mencoba untuk memaksimalkan beragam hal yang ada, mulai dari tenaga dan bahan baku. Langkah ini ditempuh guna menutup operasional.

"Kita coba memaksimalkan yang ada, tenaga, bahan baku, yang penting operasional nutup dulu untuk perajinnya bisa bertahan dari kita, karena menggantungkan hidup dari kita. Cuma gimana caranya produk yang tersedia kita coba olah lagi menjadi satu produk, tapi tetap bisa jualan," jelasnya.

5 dari 5 halaman

Eksistensi Sepatu Lokal di Tanah Air

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat