uefau17.com

Viral Fenomena Cek Khodam, Bagaimana dalam Islam? Begini Pandangan UAH - Islami

, Jakarta - Belakangan ini viral di media sosial, terutama TikTok, tengah diramaikan dengan fenomena baru yang dikenal sebagai "cek khodam".

Khodam sendiri merupakan makhluk ghaib dalam kepercayaan spiritual tertentu, yang diyakini hadir untuk menjaga dan membantu manusia dalam berbagai aspek kehidupan, bukan untuk tujuan mistis atau benda bertuah.

Fenomena ini menyoroti minat dan keingintahuan banyak orang terhadap dunia metafisika dan spiritualitas.

Dalam konteks "cek khodam", ada beberapa individu yang mengklaim memiliki khodam dan menawarkan layanan untuk "mengecek" atau memverifikasi keberadaan khodam seseorang.

Hal ini sering kali dilakukan melalui sesi-sesi spiritual atau media sosial, di mana seseorang dapat berinteraksi dengan praktisi spiritual untuk mengetahui atau mengonfirmasi keberadaan khodam mereka.

Fenomena "cek khodam" ini juga menimbulkan pertanyaan tentang keaslian dan legitimasi praktik spiritual di era digital saat ini.

Banyaknya informasi dan klaim di media sosial mengharuskan individu untuk lebih berhati-hati dalam memilih dan memahami sumber informasi spiritual yang mereka ikuti.

 

Simak Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pengertian Khodam

Mengutip Bincangsyariah.com, secara pengertian, cek khodam merupakan salah satu entitas gaib yang diyakini dalam budaya lokal di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa.

Penjelasan terkait khodam ini pernah dijelaskan Deni Miharja dan Ahmad Saepudin dalam tulisan berjudul Nilai-nilai Spiritual Kebudayaan Macan Putih. Tulisan penelitian ini terbit dalam jurnal Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya edisi Maret 2017 terbitan UIN Sunan Gunung Jati.

Banyak yang meyakini khodam merupakan penjaga yang didatangkan dari dunia ghaib untuk manusia, bukan untuk benda bertuah.

Jenis khodam pun ada dua, yakni khodam jin dan khodam malaikat. Pada praktiknya khodam jin biasanya sering digunakan untuk meminta bantuan.

Jin selevel dengan manusia, yaitu sama-sama berkewajiban mengabdi dan menyembah kepada Allah. Dalam al-Qur’an Surat Az-Zariyat ayat 56 dinyatakan:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِ نْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Artinya: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Az-Zariyat [51]: 56).

Jin minta tolong sama kita ketika dia ingin mengabdi kepada Allah. Demikian juga kita minta tolong kepada jin ketika ingin mengabdi kepada Allah. Misalnya, ketika mau sholat lalu meminta jin untuk mengambil sajadah. Ya boleh. Dalam hal ini, minta tolong boleh selama tidak menyalahi syariat.

Dalam hal ini, bahwa apa yang dikatakan Buya Syakur bukan berarti menganjurkan kalau manusia sudah mentok dan tidak mempunyai jalan harus minta tolong ke jin. Sama sekali tidak. Artinya, sah-sah saja bahkan boleh kita memerintahkan jin, tapi tidak dengan untuk menghambakan diri padanya.

Bukankah Nabi Sulaiman juga pernah meminta bantuan (menyuruh) jin untuk memindahkan atas perintah Allah. Sebagaimana yang dikisahkan dalam Surat Al-Anbiya ayat 82, Allah SWT berfirman:

وَمِنَ الشَّيٰطِيْنِ مَنْ يَّغُوْصُوْنَ لَهٗ وَيَعْمَلُوْنَ عَمَلًا دُوْنَ ذٰلِكَ ۚ وَكُنَّا لَهُمْ حٰفِظِيْنَ 

Artinya: “Dan (Kami tundukkan pula kepada Sulaiman) segolongan setan-setan yang menyelam (ke dalam laut) untuknya dan mereka mengerjakan pekerjaan selain itu; dan Kami yang memelihara mereka itu.” (QS. Al-Anbiya [21]: 82).

3 dari 3 halaman

Pendapat Ustadz Adi Hidayat

Perlu diketahui, hubungan Nabi Sulaiman dengan jin hanya sebatas hubungan seorang dan raja dan rakyatnya, serta tidak menyalahi syariat. Apalagi hal ini merupakan khususiyyah (kurniaan khas) kepada Nabi Sulaiman berdasarkan doanya yang difirmankan Allah Swt.

قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَهَبْ لِيْ مُلْكًا لَّا يَنْۢبَغِيْ لِاَحَدٍ مِّنْۢ بَعْدِيْ ۚ اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ

Artinya: “Dia berkata, “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh siapa pun setelahku. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Pemberi.” (QS. Sad [38]: 35).

Antara Jin dan Khodam

Kata jin diartikan sebagai makhluk halus (yang dianggap berakal). Dari segi bahasa al-Qur’an, kata jin terambil dari akar kata yang terdiri dari tiga huruf, jim, nun dan nun. Menurut pakar, semua kata yang terdiri dari rangkaian ketiga huruf ini mengandung makna ketersembunyian atau ketertutupan. Allah SWT berfirman:

فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ الَّيْلُ رَاٰ كَوْكَبًا ۚ قَالَ هٰذَا رَبِّيْ ۚ فَلَمَّاۤ اَفَلَ قَالَ لَاۤ اُحِبُّ الْاٰفِلِيْنَ

Artinya: “Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, “Inilah tuhanku.” Maka ketika bintang itu terbenam dia berkata, “Aku tidak suka kepada yang terbenam.” (QS. Al-An’am [6]: 76).

Dengan demikian, maka berarti jin adalah makhluk ghaib yang diciptakan dari api tanpa asap, berakal, tersembunyi dapat berbentuk dengan berbagai bentuk dan mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan berat. Karena tercipta dari api yang sangat panas, maka di diciptakan dalam berbagai macam jenis.Sementara khodam adalah ia termasuk kategori jin ifrit. Golongan bangsa jin yang mempunyai kekuatan dan kecerdikan.

Jin inilah yang berpotensi sebagai pembantu ataupun khodam bagi manusia. Namun, ada juga ifrit yang muslim dan baik, tentunya bisa menjadi khodam pada manusia-manusia yang muslim dan yang baik pula.

Dan ifrit yang berperilaku jahat dan kafir biasanya dimanfaatkan (dijadikan khodam) oleh para tukang sihir dan dukun.

Berbeda halnya dengan jin qarin. Ia adalah makhluk ciptaan Allah yang diciptakan kembar atau serupa dengan manusia, serta sebagai pendamping selama hidupnya.

Namun demikian, tidak semuanya Jin qarin mengajak kepada kebaikan, tetapi ada juga yang menyesatkan, dan itu semua tergantung manusianya yang terpengaruh terhadap bisikan-bisikan jin tersebut.

Memang benar. Jin mempunyai kodrat yang tidak dimiliki manusia. Oleh karena itu, terkadang mereka mampu melakukan apa yang tidak kita mampu berdasarkan kudrat yang Allah karuniakan buat mereka.

Sama seperti kita mampu mencari sesuatu berdasarkan kemampuan yang kita miliki dari teknologi dan lainnya. Begitu juga mereka, namun demikian perkara ini banyak disalah tafsirkan manusia sehingga menyangka mahluk yang bernama jin ini mengetahui serba-serbi hal ghaib. Padahal tidak.

Dalam Surat Al-Jin ayat 6 dinyatakan:

وَّاَنَّهٗ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْاِنْسِ يَعُوْذُوْنَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوْهُمْ رَهَقًا 

Artinya: “Dan sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki dari kalangan manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari jin, tetapi mereka (jin) menjadikan mereka (manusia) bertambah sesat.” (QS. Al-Jin [72]: 6).

Kata Ustadz Adi Hidayat, jika orang berinteraksi dan meminta bantuan dengan jin dalam kehidupannya, maka jin tidak akan memberikan solusi, bahkan masalah yang akan datang. Karena itu, ketika Allah menyampaikan ayat ini ketika menyebut kata al-ins (manusia) maka selalu dipasangkan dengan al-jin (jin), dan secara bahasa maknanya bertentangan.

Kalimat al-jin dan al-ins disebutkan dalam al-Qur’an setidaknya 18 kali dan selalu berpasangan. Maka ketika disebutkan kata al-jin maka kata ins juga disebutkan. kata al-jin dijamakkan menjadi jinnah, dan al-ins menjadi al-nas disebutkan 241 dalam al-Qur’an.

Kata Ustadz Adi Hidayat, jika kemudian hari jin menampakkan diri kepada manusia, maka kemungkinan jinnya sedang bermasalah sebab keluar dari fitrahnya, karena fitrahnya jin selalu tersembunyi. Dan yang lebih masalah jika ada manusia yang selalu mencari penampakan jin.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat