uefau17.com

Sejarah dan Penyusunan Kalender Hijriyah, Makna Mendalam Hijrah dari Makkah dan Madinah dalam Islam - Islami

, Jakarta - Penyusunan kalender Hijriyah dimulai pada zaman kekhalifahan Umar bin Khatab pada tahun 638 Masehi. Pada saat itu, penganut agama Islam menggunakan Kalender Hijriyah untuk mencatat waktu dan menentukan bulan-bulan serta tahun dalam kehidupan mereka.

Sebelum adanya kalender hijriyah, Islam menggunakan Kalender Qamari atau qamariyah (kalender bulan) yang didasarkan pada peredaran bulan. Namun, kalender ini memiliki kekurangan karena tahunnya hanya terdiri dari 354 atau 355 hari, lebih pendek dari tahun matahari (365 atau 366 hari).

Akibatnya, setiap tahun kalender Qamariyah mundur sekitar sepuluh hari dibandingkan dengan tahun matahari.

Hal ini menimbulkan kesulitan dalam menentukan waktu dan menyelaraskan kegiatan sosial, ekonomi, dan keagamaan dalam kehidupan pemeluk agama Islam. Umar bin Khattab, yang merupakan Khalifah kedua setelah Khalifah Abu Bakar Assyidiq, menyadari masalah ini dan memutuskan untuk mencari solusi.

Setelah berkonsultasi dengan para sahabat dan cendekiawan, Umar bin Khattab memutuskan untuk menggunakan peristiwa penting dalam sejarah Islam sebagai titik awal penanggalan baru. Titik awal yang dipilih adalah resolusi hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah pada tahun 622 Masehi.

 

Simak Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Penanggalan Hijriyah Menjadi Simbol dan Identitas Muslim

Dalam Kalender Hijriyah, tahun pertama adalah tahun Hijriyah pertama, yang dimulai pada 1 Muharram tahun 1 Hijriyah. Kalender Hijriyah memiliki tahun berbasis bulan dengan panjang 354 atau 355 hari. Hal ini membuat tahun Hijriyah lebih pendek daripada tahun gregorian yang digunakan dalam kalender Masehi.

Mengutip suaramuhammadiyah.or.id, selain digunakan untuk menentukan waktu ibadah dan perayaan keagamaan, kalender atau sistem penanggalan Hijriyah juga menjadi simbol dan identitas umat Muslim. Para Sahabat Nabi, setelah wafatnya Rasulullah SAW pada abad ke-7 M menjadikan sistem kalender Hijriyah ini sebagai pedoman yang mereka patuhi dengan sungguh-sungguh.

Seiring dengan berkembangnya Kekhalifahan Islam, tanggal-tanggal dalam kalender menjadi sangat penting dalam pembuatan keputusan hukum, perjanjian, dan dokumen penting lainnya. Adanya urutan bulan dan hari yang teratur di dalam kalender memudahkan mereka dalam komunikasi dan menjaga ketertiban.

Meskipun sudah ada kesepakatan mengenai bulan-bulan dan hari-hari dalam kalender, para sahabat masih menghadapi tantangan dalam mencatat peristiwa secara tahunan. Kadang-kadang mereka tidak tahu tahun mana yang dimaksudkan ketika sebuah peristiwa atau dokumen tidak memiliki tanggal yang lengkap. Untuk mengatasi hal ini, mereka perlu menentukan titik awal suatu era yang bisa digunakan sebagai acuan.

 

3 dari 4 halaman

Hijrah Nabi Muhammad SAW Sebagai Titik Awal Era Islam

Beberapa tokoh sejarah, seperti al-Shaʿbi dan al-Biruni, telah menunjukkan bahwa manusia selalu menggunakan peristiwa-peristiwa penting sebagai titik acuan dalam menetapkan era. Demikian pula, dalam budaya Arab pra-Islam, mereka menggunakan peristiwa-peristiwa seperti kematian Kaʿab ibn Luʾayy, Tahun Gajah (ʿAm al-Fil), dan Harb al-Fijar sebagai acuan waktu.

Dalam kronik sejarahnya, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk, Imam Thabari menyatakan: Maymun bin Mihran menceritakan: Sebuah dokumen hukum untuk suatu perbuatan dikirim kepada ʿUmar yang tertulis bulan Sya’ban. ʿUmar bertanya: Apakah ini Syaʿban tahun lalu atau tahun yang akan datang? Kemudian Khalifah setelah Abu Bakar ini berkata kepada para sahabat: Mari kita tetapkan satu titik awal yang digunakan oleh masyarakat.

Pada saat itu, ʿUmar dan para sahabatnya melakukan diskusi tentang bagaimana cara mencatat peristiwa-peristiwa tersebut. Mereka sepakat untuk mengadopsi cara penulisan tanggal yang digunakan oleh bangsa asing, yaitu dengan menuliskan “di bulan ini tahun ini”. Namun, muncul pertanyaan mengenai tahun mana yang harus dijadikan titik awal.

Beberapa orang menyarankan untuk menggunakan waktu wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW, sementara yang lain mengusulkan untuk menggunakan wafatnya Nabi sebagai titik awal. Setelah pembahasan yang panjang, akhirnya mereka sepakat untuk menggunakan hijrah sebagai awal era Islam. Dalam menentukan bulan awal, ada yang mengusulkan Ramadan, namun akhirnya, para sahabat dengan bulat setuju untuk memulai tahun dengan bulan Muharram.

Pada masa Kekhalifahan ʿUmar inilah para sahabat sepakat untuk menggunakan hijrah Nabi Muhammad SAW sebagai titik awal era Islam. Hijrah ini memiliki makna yang mendalam, karena memisahkan kebenaran dari kesesatan. Dengan menetapkan hijrah sebagai titik awal, umat Muslim memiliki fondasi yang kuat untuk mengukur waktu dan mengidentifikasi diri mereka sebagai umat Islam.

4 dari 4 halaman

Makna Hijrah dari Makkah dan Madinah

Dengan demikian, kalender Islam bukan hanya sekadar alat pengukur waktu, tetapi juga lambang identitas dan warisan umat Muslim. Para sahabat Nabi telah memahami pentingnya menjaga ketertiban dan konsistensi dalam penggunaan kalender ini, sehingga memastikan bahwa perintah Allah dan Rasul-Nya tetap terjaga.

Penamaan “hijriyah” diambil dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah pada tahun 622 Masehi. Hijrah ini merupakan peristiwa penting dalam sejarah Islam yang menandai perpindahan Nabi Saw dan para sahabatnya ke Madinah untuk membentuk sebuah negara Islam yang baru. Keputusan untuk menggunakan hijrah sebagai titik awal era dalam perhitungan tahun Hijriyah adalah hasil dari pertimbangan dan kesepakatan para sahabat setelah wafatnya Nabi Muhammad.

Peristiwa hijrah memiliki makna yang mendalam bagi penganut agama Islam. Selain menjadi pemisah antara masa kehidupan Nabi Muhammad SAW di Mekkah dan di Madinah, hijrah juga merupakan awal dari pembentukan komunitas Muslim yang kuat dan menandai langkah awal dalam membangun fondasi Islam sebagai agama dan sistem kehidupan yang komprehensif.

Penggunaan kalender Hijriyah, yang dimulai dari peristiwa hijrah, adalah salah satu cara bagi umat Muslim untuk terus terhubung dengan akar sejarah dan identitas mereka sebagai umat Islam. Ini juga mengingatkan mereka akan nilai-nilai dan ajaran yang diajarkan oleh Nabi Muhammad selama periode hijrah dan selanjutnya.

Dengan mengetahui dan memahami sejarah perhitungan tahun Hijriyah yang berakar dari peristiwa hijrah, umat Muslim dapat menghargai dan merayakan perayaan-perayaan keagamaan dalam konteks yang lebih mendalam. Selain itu, mereka juga diingatkan akan komitmen untuk mengikuti jejak Nabi Muhammad dan para sahabat dalam menjaga keutuhan Muslim dan memperjuangkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Wallahu Alam.

Penulis: Nugroho Purbo

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat