uefau17.com

3 Perbedaan Baby Blues dan Postpartum Depression, Sering Dianggap Sama Padahal Enggak - Health

, Jakarta Kondisi mental seperti baby blues dan Postpartum Depression (PPD) sama-sama bisa dialami oleh ibu usai melahirkan. Namun, tak sedikit yang mengira jikalau kedua kondisi ini adalah hal yang serupa.

Padahal, baby blues dan Postpartum Depression merupakan dua kondisi yang berbeda. Lantas, apa bedanya baby blues dan Postpartum Depression?

Psikolog klinis dewasa yang berpraktik di Brawijaya Clinic Kemang & RS UMMI Bogor, Nuran Abdat mengungkapkan bahwa ada beberapa hal yang menjadi perbedaan antara baby blues dan Postpartum Depression (PPD).

1. Periode Kemunculannya

Pertama, Nuran mengungkapkan bahwa baby blues akan muncul selang beberapa hari setelah melahirkan. Biasanya, dalam kurun waktu dua sampai tiga hari.

Sedangkan, Postpartum Depression bisa muncul setelah ibu melewati fase baby blues selama dua minggu pertama.

"Baby blues biasanya 80 persen wanita setelah melahirkan itu menghadapi. Umumnya muncul dua sampai tiga hari setelah melahirkan dengan durasi sekitar dua minggu setelah melahirkan," ujar Nuran dalam media briefing yang dilakukan bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI) beberapa waktu lalu. 

Nuran menambahkan, Postpartum Depression bisa dialami oleh ibu hingga kurang lebih satu tahun setelah melahirkan.

"Jika kita bicara tentang Postpartum Depression, ternyata ini munculnya setelah dua minggu hingga panjangnya 1 tahun," kata Nuran.

Baby blues sendiri merupakan kondisi yang lebih umum dialami oleh ibu usai melahirkan. Bahkan, sekitar 80 persen wanita hamil dan melahirkan pernah mengalami baby blues. Sementara, PPD pada sekitar 20 persen ibu yang baru melahirkan.

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

2. Perasaan Saat Baby Blues dan Postpartum Depression

Lebih lanjut, Nuran mengungkapkan perbedaan kedua antara baby blues dan Postpartum Depression. Menurutnya, perasaan ibu usai melahirkan dan saat baby blues cenderung naik turun.

"Perubahan emosinya tetap ada tentunya. Naik turunnya emosi yang cukup jelas yaitu mood swing, rasa sedih yang luar biasa, mudah lupa, sulit konsentrasi," kata Nuran.

"Ada rasa sensitif yang tinggi, sering menangis, tidur yang tidak cukup berkualitas, dan rasa cemas karena takut tidak mampu merawat bayi dengan seutuhnya atau dengan baik," sambungnya.

Sedangkan, ketika Postpartum Depression, rasa sedih yang dialami oleh ibu tidak bisa lagi tertangani.

"Perasaan sedih yang dialami ibu dalam kasus Postpartum Depression berbeda dengan baby blues. Kalau baby blues rasa sedihnya masih bisa di-handle. Tapi kalau PPD itu rasa sedihnya luar biasa. Putus asa yang luar biasa dan kerap kali ibu terus menangis," ujar Nuran.

3 dari 4 halaman

3. Pencetus Baby Blues dan Postpartum Depression yang Juga Berbeda

Ketiga, perbedaan baby blues dan Postpartum Depression ada pada pencetusnya. Menurut Nuran, awal mula ibu bisa merasa baby blues adalah karena adanya perubahan fisiologis setelah melahirkan.

Intensitas perubahan fisiologis itu kemudian dipengaruhi oleh faktor-faktor psikologis. Berbeda lagi halnya dengan Postpartum Depression yang lebih dipengaruhi oleh faktor psikososial.

"Kalau Postpartum Depression lebih banyak dipengaruhinya dari faktor-faktor psikososial. Seperti stres atau stressor lingkungan yang berpengaruh pada penguat stres yang dialami sang ibu," kata Nuran.

4 dari 4 halaman

Baby Blues Tingkatkan Risiko Postpartum Depression

Dalam kesempatan yang sama, Nuran menjelaskan bahwa baby blues menjadi cikal bakal dari terjadinya Postpartum Depression (PPD) dan bisa meningkatkan risiko terjadinya PPD.

"Baby blues ini ternyata adalah cikal bakal atau kemungkinan-kemungkinan seseorang dapat menghadapi Postpartum Depression. Artinya baby blues bisa meningkatkan potensi ibu hamil atau melahirkan untuk memunculkan PPD," kata Nuran.

Berdasarkan pemaparan Nuran, Postpartum Depression risikonya meningkat hingga tiga kali lipat jika ibu hamil mengalami baby blues.

"PPD sendiri ternyata paling banyak dialami sekitar 20 persen dari wanita hamil dan melahirkan. Hanya, perhatikan nih, jangan sampai terlena dengan kata 20 hanya persen, yang terlihat hanya 20 persen berpotensi lagi untuk berkembang kelak jadi gangguan mental yang lebih dalam lagi," ujar Nuran.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat