uefau17.com

Grup Populer Pengkritik Monarki Thailand Diblokir Facebook - Global

, Thailand - Facebook telah memblokir akses di Thailand pada satu juta anggota kelompok yang membahas monarki, setelah pemerintah Thailand mengancam akan mengambil tindakan hukum. Perusahaan itu mengatakan bahwa mereka sedang mempersiapkan tindakan hukumnya sendiri untuk menanggapi imbauan dari Bangkok.

Kritik terhadap monarki memang diketahui merupakan tindakan ilegal di Thailand.

Melansir BBC, Rabu (26/8/2020), Thailand menyaksikan kibaran protes anti-pemerintah mencakup seruan yang belum pernah terjadi untuk reformasi monarki.

Hal itu menyebabkan akses grup "Royalist Marketplace" di Negara Thailand diblokir pada Senin malam. Namun laman tersebut masih bisa diakses dari luar negeri. Admin grup, Pavin Chachavalpongpun mengatakan bahwa grup tersebut memiliki lebih dari satu juta anggota, artinya menunjukkan popularitas yang luar biasa.

Menurut penjelasan Chachavalpongpun, grup itu menyediakan sarana berdiskusi serius tentang monarki yang memungkinkan masyarakat Thailand mengekspresikan pandangan mereka secara bebas, mulai intervensi politik monarki, hingga hubungan intim militer dalam mengkonsolidasikan kekuasaan raja. "Beberapa anggota berpikir monarki konstitusional mungkin masih berfungsi, tetapi ini adalah minoritas. Beberapa berpendapat reformasi monarki yang mendesak diperlukan."

Saksikan Vidio Pilihan DI Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Berusaha Bungkam dengan Hukum

Grup Facebook baru yang dia dirikan pada Senin malam memperoleh lebih dari 400.000 pengikut hanya dalam semalam. Grup tersebut diketahui mengasingkan diri di Jepang. Facebook mengonfirmasi bahwa “mereka dipaksa oleh pemetintah untuk membatasi akses masuk karena dianggap ilegal".

"Permintaan seperti ini berat, melanggar hukum HAM internasional, dan memiliki efek mengerikan pada kemampuan orang untuk mengekspresikan diri," katanya dalam sebuah pernyataan.

Chachavalpongpun menambahkan bahwa, "Pemerintah berusaha membungkam mereka dengan menggunakan perangkat hukum seperti menangkap para pemimpin inti dan memblokir akses ke kelompok saya. Jika mahasiswa tetap bertahan, tindakan yang lebih keras dapat diambil, seperti penumpasan."

3 dari 3 halaman

Thailand Langgar HAM Berekspresi

Thailand yang memaksa Facebook untuk membatasi akses ke grup tersebut juga dikecam keras oleh kelompok pro hak asasi. "Pemerintah Thailand sekali lagi menyalahgunakan undang-undang yang terlalu luas dan melanggar hak dengan memaksa Facebook membatasi konten yang padahal dilindungi oleh HAM kebebasan berpendapat," kata John Sifton, Direktur Advokasi Asia di Human Rights Watch, dalam sebuah pernyataan.

"Jangan salah, Thailand juga melanggar hukum di sini, hukum internasional yang melindungi kebebasan berekspresi." tegas SIfton.

Chachavalpongpun ternyata merupakan salah satu dari tiga pembangkang yang telah diperingatkan pemerintah Thailand untuk menjauh. Dua lainnya adalah jurnalis Inggris Andrew MacGregor Marshall yang menerbitkan buku tentang kritik monarki Thailand.

Yang ketiga merupakan profesor sejarah politik Thailand Somsak Jeamteerasakul, yang merupakan kritikus monarki yang blak-blakan dan akhirnya hidup dalam pengasingan di Prancis.

Monarki Thailand telah lama dilindungi dari kritik di bawah hukum Lese-Majeste.

Lese Majeste merupakan hukum yang mengganjar pihak manapun yang berani menghina raja, ratu dan segenap kerabatnya dengan 3 - 15 tahun kurungan bui.

 

Reporter:: Vitaloca Cindrauli Sitompul

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat