uefau17.com

40% Perdagangan Rusia Kini Pakai Rubel Usai Kena Sanksi Barat - Bisnis

, Jakarta - Presiden Rusia Vladimir Putin mengungkapkan hampir 40% perdagangan negaranya kini dilakukan dalam rubel, ketika negara itu dihadapi dengan serangkaian sanksi terkait perang di Ukraina. 

Mengutip CNBC International, Senin (10/6/2024) Putin menyebut negara-negara yang "bersahabat dengan Rusia" adalah negara-negara yang patut mendapat perhatian khusus karena mereka akan menentukan masa depan perekonomian global".

"Negara-negara tersebut sudah mencakup tiga perempat dari perekonomian kita (Rusia)," ungkap Putin, dalam kegiatan Forum Ekonomi Internasional St. Petersburg (SPIEF)

Dia menambahkan, Rusia akan berusaha untuk meningkatkan porsi penyelesaian yang dilakukan dalam mata uang negara-negara BRICS, mengacu pada koalisi ekonomi negara-negara berkembang yang mencakup Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan.

Putin juga menyebutkan, pembayaran untuk ekspor Rusia dalam mata uang negara-negara yang memberi sanksi ke Rusia telah berkurang setengahnya selama setahun terakhir.

"Dengan demikian, pangsa rubel dalam operasi impor dan ekspor meningkat, kini mencapai hampir 40%," beber Putin,

Laporan menunjukkan angka ini meningkat dari sekitar 30% tahun lalu, dan lebih tinggi dari 15% pada tahun-tahun sebelum perang Rusia-Ukraina pecah.

Selain itu, Putin juga mengungkapkan bahwa ia berencana untuk melakukan perombakan besar-besaran pada pasar keuangan domestik Rusia, termasuk rencana untuk melipatgandakan nilai pasar saham pada akhir dekade ini, mengurangi impor dan meningkatkan investasi pada aset tetap.

Dalam Outlook Ekonomi Dunia pada bulan April, Dana Moneter Internasional memperkirakan ekonomi Rusia akan tumbuh sebesar 3,2% pada tahun 2024, melebihi perkiraan tingkat ekspansi AS sebesar 2,7% (2,7%).

Sedangkan Jerman, Prancis dan Inggris diperkirakan akan mencatat pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah, yaitu kurang dari 1%.

Rusia mengatakan bahwa sanksi Barat terhadap industri-industri penting di negaranya telah membuatnya lebih mandiri dan konsumsi swasta serta investasi dalam negeri tetap tangguh. Ekspor minyak dan komoditas yang sedang berlangsung ke negara-negara seperti India dan Tiongkok, serta dugaan penghindaran sanksi dan harga minyak yang tinggi, telah memungkinkan Moskow mempertahankan pendapatan ekspor minyak yang kuat.

 

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Kumpulkan 136 Negara di Forum Bisnis, Bisakah Vladimir Putin Tarik Investasi di Tengah Perang?

Presiden Rusia Vladimir Putin dikabarkan akan menyampaikan pidatonya di depan para delegasi kegiatan St. Petersburg International Economic Forum atau dikenal sebagai SPIEF, yang dijadwalkan berlangsung pada 5-8 Juni 2024.

Melansir CNBC International, Jumat (7/6/2024) Vladimir Putin kabarnya akan memaparkan ketahanan ekonomi Rusia, peluang investasi dan pertumbuhan meskipun negaranya tengah dihantui sanksi internasional, terkait perang di Ukraina.

Perwakilan dari 136 negara akan menghadiri forum tersebut, menurut keterangan asisten kebijakan luar negeri Presiden Rusia Vladimir Putin, Yuri Ushakov kepada wartawan menjelang forum tersebut.

Adapun tema forum SPIEF 2024 adalah Fondasi Dunia Multipolar – Pembentukan Area Pertumbuhan Baru," yamg mencakup sesi mengenai perluasan pembangunan Rusia di Arktik, perluasan kelompok ekonomi BRICS, dan industri mobil Rusia.

Di sisi lain, forum SPIEF saat ini dibayangi berbagai tantangan mengingat perubahan kondisi geopolitik dan perdagangan global, setelah pecahnya perang Rusia-Ukraina. 

"SPIEF adalah upaya terbaru dalam kampanye Kremlin untuk mencoba menunjukkan bahwa semuanya masih normal," kata Max Hess, rekan di  Foreign Policy Research Institute.

SPIEF telah masuk daftar hitam oleh sebagian besar pengusaha dan politisi negara Barat sejak 24 Februari 2022, ketika mulainya perang Rusia-Ukraina.

Namun, negara yang dipimpin Vladimir Putin itu tentu masih menunjukkan keterbukaannya terhadap negara lain.

Moskow mengklaim bahwa mereka ingin membangun tatanan dunia "multipolar," dan telah mempromosikan kemitraan dagang yang tidak melibatkan Barat sebagai cara untuk melakukan hal ini.

Rusia Lakukan Penyesuaian

Rusia pun berhasil menyesuaikan perekonomiannya dengan realita baru berupa sanksi dan pembatasan perdagangan terhadap beberapa industri terbesarnya, seperti sektor minyak dan gas.

Perekonomian Rusia sendiri diperkirakan akan tumbuh lebih cepat dibandingkan semua negara maju di tahun ini, menurut perkiraan Dana Moneter Internasional (IMF) pada April 2024.

Dalam laporan Outlook Ekonomi Dunia yang terakhir, IMF memperkirakan ekonomi negara yang telah dipimpin Vladimir Putin selama 4 periode itu akan tumbuh sebesar 3,2% tahun ini, melebihi perkiraan tingkat pertumbuhan AS (2,7%), Inggris (0,5%), Jerman (0,2%) dan Perancis (0,7%).

3 dari 5 halaman

Peluang Kemitraan Ekonomi BRICS Dibahas dalam Forum SPIEF?

Pemerintahan Vladimir Putin mengatakan sanksi-sanksi Barat terhadap industri-industri penting di negaranya telah membuatnya lebih mandiri, dan konsumsi swasta serta investasi dalam negeri tetap tangguh.

Berlanjutnya ekspor minyak dan komoditas ke negara-negara seperti India dan Tiongkok, serta dugaan penghindaran sanksi dan tingginya harga minyak, telah memungkinkan Rusia mempertahankan pendapatan ekspor minyak yang kuat.

Selain itu, analis mengawasi setiap pengumuman mengenai organisasi BRICS – kelompok ekonomi yang terdiri dari Brazil, Rusia, India, Tiongkok dan Afrika Selatan dan, sejak Januari.

Adapun anggota baru seperti Ethiopia, Iran dan Mesir, dengan Turki yang memperdebatkan kemungkinan tersebut.

Peluang kemitraan ekonomi antara negara-negara BRICS sangat menonjol dalam SPIEF tahun ini.

Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov menyambut baik minat Ankara untuk bergabung dengan kelompok tersebut, katanya pada hari Selasa, dan mengatakan bahwa topik tersebut akan menjadi agenda KTT BRICS berikutnya.

4 dari 5 halaman

Penampilan Langka 2 Putri Presiden Rusia Vladimir Putin di Forum Ekonomi Internasional

Sebelumnya, penampilan langka putri-putri Presiden Rusia Vladimir Putin terjadi pekan ini. Mereka jarang tampil di depan umum, namun pekan ini mereka ambil bagian dalam panel di St. Petersburg International Economic Forum (Forum Ekonomi Internasional St. Petersburg).

Laporan CNN yang dikutip Minggu (9/6/2024) menyebut mereka adalah Maria Vorontsova dan Katerina Tikhonova. Kedua putri Vladimir Putin itu diyakini berusia pertengahan hingga akhir 30-an, putri dari pernikahannya dengan mantan istrinya Lyudmila yang diceraikannya pada 2013 setelah hampir 30 tahun menikah.

Vladimir Putin sempat mengatakan putrinya bekerja di bidang sains dan pendidikan dan dia memiliki cucu, namun dia tidak pernah mengonfirmasi nama mereka.

Adapun keduanya pernah menghadiri forum tahunan St. Petersburg di masa lalu, tetapi hanya putri bungsunya, Katerina Tikhonova, yang menjadi pembicara, menurut outlet independen Rusia Novaya Gazeta Europe.

Tikhonova, yang merupakan seorang eksekutif teknologi, tampil dalam tayangan video pada hari Kamis di sebuah forum tentang memastikan “kedaulatan teknologi” dari kompleks industri militer. Dia tercantum dalam daftar pembicara forum sebagai direktur umum National Intellectual Development Foundation (NIDF).

 

 

 

 

5 dari 5 halaman

Putri Sulung Kena Sanksi

Tikhonova diberi sanksi oleh AS dan Inggris pada April 2022, setelah invasi Rusia ke Ukraina, atas karyanya mendukung kementerian pertahanan Rusia. Dalam sambutannya di forum tersebut, beliau berbicara tentang inovasi dan penghapusan impor teknologi yang berkaitan dengan bidang sipil dan militer.

Putri sulung Vladimir Putin, Maria Vorontsova, yang juga terkena sanksi, berbicara langsung di sebuah panel pada Jumat, 8 Juni 2024, tentang inovasi dalam bioteknologi dan bioproduksi. Vorontsova, seorang ahli endokrinologi, terdaftar sebagai anggota Russian Association for the Promotion of Science (Asosiasi Rusia untuk Promosi Sains).

Para analis yakin sebagian kekayaan Vladimir Putin mungkin disembunyikan di rekening bank anggota keluarganya.

Yayasan antikorupsi mendiang pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny mengatakan pada Januari 2024 bahwa menurut penyelidikan mereka, Vorontsova menghasilkan lebih dari $10 juta antara tahun 2019 dan 2022 sebagai karyawan sebuah perusahaan medis. Kendati demikian laporan ini belum dapat diverifikasi.

 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat