uefau17.com

Daftar Peringkat Layanan Bea Cukai di ASEAN, Indonesia Bukan Teratas - Bisnis

, Jakarta Layanan Bea dan Cukai di Indonesia beberapa waktu lalu menjadi sorotan publik. Sejumlah kebijakan Bea Cukai yang diterapkan banyak dikeluhkan masyarakat. 

Terakhir sejumlah barang pekerja migran Indonesia masih tertahan di sejumlah fasilitas bea cukai meskipun telah ada kesepakatan pelonggaran aturan. Pembenahan kinerja Bea Cukai pun dinilai mendesak.

Jika disandingkan dengan data Bank Dunia, layanan Bea Cukai di Indonesia memang bukan yang teratas di ASEAN. Lantas peringkat berapa?

Berikut peringkat layanan Bea Cukai negara-negara ASEAN dikutip dari data Logistics Performance Index (LPI) Bank Dunia 2023, ditulis Senin (3/6/2024):

 

1. Singapura

Menduduki peringkat tertinggi di ASEAN dengan skor keseluruhan 4,0. Singapura dikenal dengan efisiensi bea cukainya yang sangat baik, berkat teknologi canggih dan proses yang terotomatisasi.

2. Thailand

Berada di posisi kedua di ASEAN dengan skor 3,5, mencerminkan peningkatan signifikan dalam efisiensi layanan bea cukai dan logistiknya.

3. Malaysia

Skor 3,4 menempatkan Malaysia di peringkat ketiga, menunjukkan keefektifan sistem bea cukai dan infrastruktur logistik yang berkembang.

4. Vietnam

Dengan skor 3,3, Vietnam terus menunjukkan peningkatan dalam layanan bea cukainya, berkat reformasi yang berkelanjutan.

5. Indonesia

Mendapat skor 3,2, Indonesia berada di peringkat kelima di ASEAN. Pemerintah Indonesia terus berupaya meningkatkan efisiensi melalui modernisasi dan digitalisasi bea cukai.

6. Filipina

Skor 3,0, menunjukkan bahwa Filipina masih memiliki ruang untuk peningkatan dalam hal layanan bea cukai.

7. Brunei Darussalam

Dengan skor 2,9, Brunei terus mengembangkan sistem bea cukainya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas.

8. Laos

Skor 2,7 mencerminkan upaya Laos dalam meningkatkan layanan bea cukai, meskipun masih ada tantangan signifikan yang perlu diatasi.

9. Myanmar

Berada di peringkat terbawah di ASEAN dengan skor 2,5, Myanmar masih menghadapi banyak tantangan dalam hal layanan bea cukai dan logistik.

Logistics Performance Index (LPI) mengukur efisiensi layanan logistik di berbagai negara berdasarkan enam dimensi utama: efisiensi bea cukai, infrastruktur, pengiriman internasional, kompetensi dan kualitas layanan logistik, tracking dan tracing, serta ketepatan waktu.

Peringkat dan skor ini membantu mengidentifikasi area yang memerlukan perbaikan dan mendorong negara-negara untuk terus meningkatkan layanan.

* Follow Official WhatsApp Channel untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kinerja Bea Cukai Disorot Publik, Waka Komisi XI: Saatnya Berbenah

Kinerja aparat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan terus mendapatkan sorotan. Terakhir sejumlah barang pekerja migran Indonesia masih tertahan di sejumlah fasilitas bea cukai meskipun telah ada kesepakatan pelonggaran aturan. Pembenahan kinerja Bea Cukai pun dinilai mendesak.

“Kami berharap ada langkah nyata dalam merespons berbagai keluhan publik ini. Harus ada perbaikan kinerja dari aparatur bea cukai sehingga persepsi aturan kepabeanan kita yang terlalu ruwet, menyulitkan, dan merugikan masyarakat tidak semakin menguat,” ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi, Jumat (17/52024).

Fathan mengungkapkan dalam beberapa pekan terakhir kinerja Bea Cukai terus mendapatkan sorotan negatif dari publik. Mulai dari tertahannya barang milik pekerja migran, tidak segera tuntasnya proses keluarnya alat bantu belajar untuk Sekolah Luar Biasa (SLB)-A Pembina Tingkat Nasional dari Korea Selatan, hingga tagihan pajak dan sanksi administratif yang begitu besar bagi pembeli sepatu dari luar negeri.

“Protes publik ini bisa jadi merupakan titik kulminasi dari kurang profesionalnya kinera aparat kepabeanan Indonesia ini,” katanya.

Dia mengidentifikasi ada beberapa faktor yang membuat kinerja Bea Cukai dalam sorotan negatif. Di antaranya proses administrasi yang lamban dan rumit, perlakuan tebang pilih di antara importir besar dan kecil, dugaan adanya pungutan liar, aturan yang selalu berubah-ubah, hingga minimnya sosialisasi terkait perkembangan aturan kepabeanan.

“Apalagi ditambah dengan kasus-kasus flexing pejabat bea cukai maupun keluarganya sehingga memicu kontroversi di masyarakat,” katanya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat